Perajin Keranjang yang Berjuang Hidup dan Urus Anak ODGJ
Kisah Kakek Wayan Darma, Lansia Miskin di Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Buleleng
Sebagai tulang punggung keluarga, Pekak Darma juga memiliki tugas tambahan mengurus anaknya yang dinyatakan sebagai Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
SINGARAJA, NusaBali
Perjuangan hidup Kakek Wayan Darma,61, warga Banjar Dinas Bukitbalu, Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Buleleng, patut dicontoh. Meskipun hidup dalam himpitan kemiskinan, di usia lanjut usia (lansia), Wayan Darma tetap berjuang keras untuk menghidupi diri sendiri dan anaknya Kadek Restikayasa,32, yang mengalami gangguan kejiwaan.
Di gubuk sederhananya di tengah pematang sawah, Darma hanya tinggal berdua dengan anak keduanya itu. Dia sebagai tulang punggung keluarga, juga memiliki tugas tambahan mengurus Restikayasa yang dinyatakan sebagai Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sejak istrinya Luh Karti meninggal tiga tahun lalu.
Darma dalam kesehariannya hanya seorang perajin keranjang. Jika ada pekerjaan serabutan yang ditawarkan tetangga setempat dia pun tidak keberatan mengambil pekerjaan tersebut. Sebab keranjang hasil anyamannya tidak laku setiap hari. Dia baru dapat menjual keranjang setelah terkumpul kurang lebih seminggu. Biasanya Pekak Darma menitipkannya di pengepul keranjang di desanya dengan harga tidak lebih dari Rp 5.000 per buah.
“Saya keseharian buat keranjang, bambunya biasanya beli sama tetangga. Tetapi karena tetangga kasihan saya sering dikasih gratis. Kadang membersihkan kebun juga kalau ada yang meminta bantuan. Ada upah sekadar beli beras,” kata Pekak Darma yang merupakan salah satu sasaran kegiatan bakti sosial serangkaian HUT NusaBali ke-28, Sabtu (1/10) lalu.
Pekak Darma menceritakan, kemalangan yang melanda anak keduanya itu diderita sejak berumur 11 tahun. Saat itu Restikayasa baru duduk di bangku kelas 5 SD. Tiba-tiba saja sejak saat itu dia sering mengamuk. Padahal sebelumnya tidak pernah ada masalah dan hasil belajarnya pun baik-baik saja.
Semakin hari kondisi Restikayasa semakin memburuk. Dia sering mengamuk di rumah. “Syukur sekarang sudah tidak pernah ngamuk, cuman kalau tidur tidak mau sama saya di gubuk (sebelah kamar pekak) saja. Kadang kalau panas berendam di kali,” cerita Darma.
Sementara itu sejauh ini Pekak Darma dan anaknya masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Keluarga pekak Darma pun menjadi penerima program sosial Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Hanya saja bantuan tersebut didapatkan terakhir pada Desember 2021 lalu. Belum diketahui penyebab pasti terputusnya bantuan dari pusat tersebut.
“Kemarin KIS (Kartu Indonesia Sehat) juga sempat terblokir, tetapi kami sudah bantu urus aktifkan kembali ke Dinsos. Dari hasil Musdes kemarin juga diputuskan kalau BPNT terus tidak cair akan diusulkan mendapat BLT DD (Bantuan Langsung Tunai Dana Desa),” ucap Kepala Dusun Bukitbalu Made Endi Mardana. *k23
Di gubuk sederhananya di tengah pematang sawah, Darma hanya tinggal berdua dengan anak keduanya itu. Dia sebagai tulang punggung keluarga, juga memiliki tugas tambahan mengurus Restikayasa yang dinyatakan sebagai Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sejak istrinya Luh Karti meninggal tiga tahun lalu.
Darma dalam kesehariannya hanya seorang perajin keranjang. Jika ada pekerjaan serabutan yang ditawarkan tetangga setempat dia pun tidak keberatan mengambil pekerjaan tersebut. Sebab keranjang hasil anyamannya tidak laku setiap hari. Dia baru dapat menjual keranjang setelah terkumpul kurang lebih seminggu. Biasanya Pekak Darma menitipkannya di pengepul keranjang di desanya dengan harga tidak lebih dari Rp 5.000 per buah.
“Saya keseharian buat keranjang, bambunya biasanya beli sama tetangga. Tetapi karena tetangga kasihan saya sering dikasih gratis. Kadang membersihkan kebun juga kalau ada yang meminta bantuan. Ada upah sekadar beli beras,” kata Pekak Darma yang merupakan salah satu sasaran kegiatan bakti sosial serangkaian HUT NusaBali ke-28, Sabtu (1/10) lalu.
Pekak Darma menceritakan, kemalangan yang melanda anak keduanya itu diderita sejak berumur 11 tahun. Saat itu Restikayasa baru duduk di bangku kelas 5 SD. Tiba-tiba saja sejak saat itu dia sering mengamuk. Padahal sebelumnya tidak pernah ada masalah dan hasil belajarnya pun baik-baik saja.
Semakin hari kondisi Restikayasa semakin memburuk. Dia sering mengamuk di rumah. “Syukur sekarang sudah tidak pernah ngamuk, cuman kalau tidur tidak mau sama saya di gubuk (sebelah kamar pekak) saja. Kadang kalau panas berendam di kali,” cerita Darma.
Sementara itu sejauh ini Pekak Darma dan anaknya masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Keluarga pekak Darma pun menjadi penerima program sosial Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Hanya saja bantuan tersebut didapatkan terakhir pada Desember 2021 lalu. Belum diketahui penyebab pasti terputusnya bantuan dari pusat tersebut.
“Kemarin KIS (Kartu Indonesia Sehat) juga sempat terblokir, tetapi kami sudah bantu urus aktifkan kembali ke Dinsos. Dari hasil Musdes kemarin juga diputuskan kalau BPNT terus tidak cair akan diusulkan mendapat BLT DD (Bantuan Langsung Tunai Dana Desa),” ucap Kepala Dusun Bukitbalu Made Endi Mardana. *k23
1
Komentar