Pasar Ngerobok, Pasar Pertama Milik Desa Adat Kerobokan Bernilai Rp 22,5 Miliar
Dirancang Jadi Pemutar Perekonomian Adat
MANGUPURA, NusaBali.com – Sudah sejak lama krama Desa Adat Kerobokan mendambakan pasar yang dikelola desa adat. Akhirnya cita-cita itu tercapai dengan adanya Pasar Ngerobok yang berdiri di atas lahan seluas 19 are di wilayah Banjar Kesambi.
Dari masa ke masa krama desa adat yang terdiri dari 52 banjar ini hanya mengandalkan 8 pasar besar di wilayah Desa Adat Kerobokan yang dikelola secara pribadi. Keadaan ini menyebabkan perputaran ekonomi di ranah desa adat minim dan hanya memberikan keuntungan kepada segelintir orang.
Dengan keberadaan pasar adat yang terletak di Jalan Raya Kesambi nomor 57-58 Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara ini, diharapkan ekonomi krama dapat diputar. Selain itu, keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan pasar juga nantinya dapat dikembalikan untuk kesejahteraan krama.
Pemberian nama ‘Ngerobok’ pada pasar berkaitan dengan sejarah Kerobokan itu sendiri. Dahulu terdapat tiga kerajaan kecil yang berseteru yakni Lepang, Kelaci, dan Taulan. Akibat pembumihangusan ketiga kerajaan tersebut, persada dibanjiri darah. Rakyat yang selamat terpaksa mengarungi atau ‘ngerobok’ jalan yang penuh dengan darah untuk menyelamatkan diri.
“Dari tahun ke tahun, kami tidak pernah punya pasar. Di tahun 2022 ini, kami berusaha mendirikan pasar sehingga mampu menyinergikan ekonomi kerakyatan di Desa Adat Kerobokan,” terang Bendesa Adat Kerobokan, Anak Agung Putu Sutarja, 56, ketika ditemui di sela-sela persiapan peresmian pasar, Kamis (6/10/2022) siang.
Menurut Bendesa Gung Sutarja, lahan seluas 19 are yang didirikan pasar tersebut merupakan tanah milik pribadi yang dibeli desa adat senilai Rp 14 miliar.
Sedangkan untuk biaya pembangunannya ditaksir sebesar Rp 8,5 miliar. Dana sejumlah Rp 22,5 miliar ini murni bersumber dari punia Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kerobokan.
“Desain pasar ini dari kami-kami sendiri karena pembangunannya tidak menggunakan tender melainkan swakelola,” ujar Gung Sutarja.
Pasar yang terdiri dari zona berdagang, parkir dua lantai, dan Kantor Desa Adat Kerobokan ini digagas sejak bulan Maret tahun 2022. Saat ini, untuk pembangunan pasar yang terdiri dari 54 los, 14 ruko, dan 5 toko serta parkir dua lantai ini sudah tuntas.
“Volume pedagang dari Desa Adat Kerobokan sendiri itu sekitar 30 persen karena yang berminat berdagang sejumlah itu. Sisa 70 persen diisi oleh krama dari luar desa adat,” ujar Gung Sutarja yang juga Bendesa Madya Majelis Desa Adat Kabupaten Badung.
Kata Gung Sutarja, pasar perdana milik Desa Adat Kerobokan ini sudah bisa dioperasikan mulai besok, Sukra Umanis Kelawu, Jumat (7/10/2022) sekaligus dilaksanakan Karya Pamlaspasan, Ngenteg Linggih, lan Padudusan Alit.
Di hari yang sama, Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta pun diagendakan hadir meresmikan pasar kebanggaan krama yang tak jauh dari Puspem Badung Mangupraja Mandala ini.
Meski zona berdagang dan parkir sudah rampung, pembangunan Kantor Desa Adat Kerobokan yang terletak pada menara di atas parkir lantai dua masih terus dikebut hingga akhir bulan Desember tahun ini.
Pantauan NusaBali.com di lapangan, tampak depan Pasar Ngerobok ini adalah 5 toko berukuran sekitar 4 x 6 meter. Kemudian terdapat jalur menuju pasar satu lantai dengan 6 kolom los yang masing-masing berisi 9 baris. Setiap los tersebut berukuran sekitar 2 x 2 meter. Zona los ini dikelilingi 14 ruko masing-masing berukuran sekitar 3 x 3 meter.
Jika dilihat sekilas, desain penempatan los dan ruko di Pasar Ngerobok ini mirip dengan Pasar Sindu di Sanur, Denpasar. Kemudian di sisi selatan pasar los dan ruko terdapat parkiran mobil di lantai bawah dan parkiran motor di lantai atas. Zona parkir ini mengambil 3 are lahan di sisi utara Satya Residence.
Terdapat pula 4 bilik toilet di pojok selatan pasar los dan ruko atau di depan tangga untuk mengakses pasar dari parkiran motor di lantai atas. Selain itu, pasar dengan struktur beton dan baja terbuka ini juga menyediakan stop kontak di masing-masing los dan 5 buah keran di lorong los bagi pedagang yang menjual produk basah seperti ikan.
Meskipun berstatus pasar tradisional, pasar rakyat yang terletak di depan Perumahan Kesambi Baru ini memiliki drainase cairan di area los basah dan sistem pengelolaan limbah basah sebelum dialirkan ke sungai terdekat.
Menurut Bendesa Gung Sutarja, pedagang yang berjualan di Pasar Ngerobok dikenakan biaya sewa per tahun. Pedagang los dikenakan Rp 2 juta, ruko dikenakan Rp 4 juta, dan toko dipatok Rp 25 juta. Sedangkan untuk biaya parkir akan digratiskan hingga enam bulan ke depan.
“Dari keberadaan pasar ini nanti bisa menyerap sekitar 20 tenaga kerja. Mulai dari tukang bersih, tukang kebun, tukang parkir, security, juga yang jaga malam,” tutur Gung Sutarja.
Pasar Ngerobok ini masih dalam proses penjajakan apabila nantinya dapat dirancang menjadi Baga Utsaha Padruwen Adat (BUPDA) atau badan usaha milik adat. *rat
Komentar