Cuaca Buruk Berdampak pada Produksi Hortikultura
DENPASAR,NusaBali
Cuaca buruk yang ditandai angin kencang dan hujan lebat beberapa waktu belakangan, dikhawatirkan berimbas pada produksi hortikultura.
Kekhawatiran tersebut adalah rusaknya tanaman hortikultura. Terutama yang ditanam lahan terbuka, tanpa peneduh atau pelindung. “Ya cuaca itu berpengaruh terhadap produksi hortikultura,” ucap I Wayan Widia, seorang pelaku usaha hortikultura asal Banjar Batusesa, Desa Candikuning, Baturiti, Tabanan kepada NusaBali, Minggu (9/10).
Cuaca yang kurang bersahabat biasanya berdampak pada buah, akar dan batang sampai daun yang lebih mudah membusuk. Hal itu disebabkan mereka lebih mudah terserang hama, baik bakteri, jamur, virus dan lainnya. Ada yang menyerang melalui akar, batang, buah dan daun.
“Jelas membuat waswas (produksi menurun),” ungkap pemilik usaha hortikultura Sila Artha ini. Disampaikan rata- rata tanaman hortikultura memang rentan terhadap cuaca buruk. Tanaman yang termasuk dalam kelompok ini antara lain tomat, cabe, terong hingga salad. Yang terakhir ini yakni salada, daunnya langsung robek jika terpapar hujan.
“Sehingga bisa gagal panen,” ujar Widia memberi contoh. Kata dia memang sudah ada petani yang melakukan antisipasi. Antara lain dengan memasang pelindung berupa plastik cungkup atau green house. Hanya saja tidak semua petani melakukan hal itu. Biasanya petani yang menjadi suplier tetap industry baik industri perhotelan, restoran atau usahaa lainnya.
“Suplier industri ini dituntut harus rutin memasok, produksinya harus kontinyu tidak boleh terputus,” ujarnya. Karena itu mereka mengupayakan panen tidak boleh terganggu, walau di luar cuaca tidak mendukung. Cuaca yang tidak kondusif seperti hujan lebat mudah memicu munculnya bakteri, jamur dan virus serta hama lainnya.
Di sisi lain, seiring mulai membaiknya kondisi pariwisata Bali, permintaan produk hortikultura dikatakan Widia, mulai meningkat. Sebagai contoh, Widia sendiri sehari-hari memasok produk horti dengan nilai sekitar Rp 60 juta per hari. “Jumlah ton-nya saya tidak bisa pastikan, Karena itemnya banyak, termasuk memasok bumbu juga,” jelasnya.
Pasokan semua diupayakan atau diambil dari petani lokal di Bali. Kecuali untuk produk hortikultura, yang tidak dihasilkan di Bali. Kalaupun ada dibudidayakan, namun produktivitasnya minim dan kualitasnya tidak sesuai dengan yang diminta industri.
Contohnya kentang dan wortel. Keduanya banyak didatangkan dari luar. Wortel dipasok dari Brastagi, Karo Sumatera Utara (Sumut).
“Didatangkan dengan kontainer,” ungkap Widia. Sedangkan wortel, banyak dipasok dari Batu, Malang, juga dari Lembang, Bandung. Kondisi tanah yang berbeda diperkirakan menjadi penyebab perbedaan kualitas kentang dan wortel yang dihasilkan di luar Bali. “Walau bibitnya sama namun hasilnya beda,” ucap Widia. *K17
Cuaca yang kurang bersahabat biasanya berdampak pada buah, akar dan batang sampai daun yang lebih mudah membusuk. Hal itu disebabkan mereka lebih mudah terserang hama, baik bakteri, jamur, virus dan lainnya. Ada yang menyerang melalui akar, batang, buah dan daun.
“Jelas membuat waswas (produksi menurun),” ungkap pemilik usaha hortikultura Sila Artha ini. Disampaikan rata- rata tanaman hortikultura memang rentan terhadap cuaca buruk. Tanaman yang termasuk dalam kelompok ini antara lain tomat, cabe, terong hingga salad. Yang terakhir ini yakni salada, daunnya langsung robek jika terpapar hujan.
“Sehingga bisa gagal panen,” ujar Widia memberi contoh. Kata dia memang sudah ada petani yang melakukan antisipasi. Antara lain dengan memasang pelindung berupa plastik cungkup atau green house. Hanya saja tidak semua petani melakukan hal itu. Biasanya petani yang menjadi suplier tetap industry baik industri perhotelan, restoran atau usahaa lainnya.
“Suplier industri ini dituntut harus rutin memasok, produksinya harus kontinyu tidak boleh terputus,” ujarnya. Karena itu mereka mengupayakan panen tidak boleh terganggu, walau di luar cuaca tidak mendukung. Cuaca yang tidak kondusif seperti hujan lebat mudah memicu munculnya bakteri, jamur dan virus serta hama lainnya.
Di sisi lain, seiring mulai membaiknya kondisi pariwisata Bali, permintaan produk hortikultura dikatakan Widia, mulai meningkat. Sebagai contoh, Widia sendiri sehari-hari memasok produk horti dengan nilai sekitar Rp 60 juta per hari. “Jumlah ton-nya saya tidak bisa pastikan, Karena itemnya banyak, termasuk memasok bumbu juga,” jelasnya.
Pasokan semua diupayakan atau diambil dari petani lokal di Bali. Kecuali untuk produk hortikultura, yang tidak dihasilkan di Bali. Kalaupun ada dibudidayakan, namun produktivitasnya minim dan kualitasnya tidak sesuai dengan yang diminta industri.
Contohnya kentang dan wortel. Keduanya banyak didatangkan dari luar. Wortel dipasok dari Brastagi, Karo Sumatera Utara (Sumut).
“Didatangkan dengan kontainer,” ungkap Widia. Sedangkan wortel, banyak dipasok dari Batu, Malang, juga dari Lembang, Bandung. Kondisi tanah yang berbeda diperkirakan menjadi penyebab perbedaan kualitas kentang dan wortel yang dihasilkan di luar Bali. “Walau bibitnya sama namun hasilnya beda,” ucap Widia. *K17
Komentar