Perkokoh Bahasa Bali di Padmaksara
Bahasa Bali harus menempati ruang-ruang baru yang lebih modern dan dekat dengan generasi muda, lebih mampu mengikuti perkembangan zaman.
Penyuluh Bahasa Bali Gelar Pameran
SEMARAPURA, NusaBali
Para penyuluh Bahasa Bali di Kabupaten Klungkung membuat kejutan. Bekerjasama dengan generasi muda yang tergabung dalam Aliansi Peduli Bahasa Bali dan Gurat Institute, mereka membuat pameran seni kreasi instalasi lukisan mural berbahasa Bali yang berbentuk padma atau disebut Padmaksara.
Pameran digelar di halaman Objek Wisata Kertha Gosa, Kota Semarapura, sejak 28 April - 3 Mei 2017. Kegiatan ini serangkaian peringatan HUT Puputan Klungkung ke-109 dan HUT Kota Semarapura ke-25 Tahun 2017 serta Festival Semarapura ke-3.
Seni instalasi mural berbahasa Bali tersebut dikolaborasikan antara huruf Bahasa Bali dengan karya lukisan di atas papan kayu sebanyak 8 buah, berukuran 3 meter x 1,5 meter. Posisinya menghadap penjuru mata angin. Di titik tengah dibuat seni instalasi berbentuk pohon dari anyaman bambu. Di ranting pohon itulah disematkan sepucuk tulisan di atas daun lontar terhadap harapan bagi masyarakat Klungkung ke depan.
Sekretaris Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Klungkung Ida Ayu Oka Suryantari SPd B mengatakan, kegiatan ini kali pertama digelar di Gumi Serombotan. Tujuannya guna menarik minat generasi muda untuk lebih mencintai Bahasa Bali. “Sehingga dengan dikemas dalam seni mural ini, akan lebih menarik,” ujarnya kepada NusaBali.
Sekretaris Aliansi Bahasa Bali I Gede Gita Purnama Arsa Putra menambahkan, seni instalasi mural Padmaksara ini merupakan salah satu kegiatan sosial. Hal ini diharapkan memberikan dampak positif bagi tumbuh dan berkembangnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan Bahasa Bali. “Instalasi mural Padmaksara adalah sebuah konsep yang mempertemukan tiga komponen mendasar dalam kehidupan masyarakat Bali. Yaitu bahasa (aksara dan sastra), seni, serta ritual,” ujarnya.
Kata dia, tujuan utama dari seni instalasi mural ini untuk menggemakan semangat cinta Bahasa Bali di Kabupaten Klungkung. Pihaknya mencoba menawarkan ruang baru bagi Bahasa Bali untuk tampil dan lebih dekat pada generasi muda, lebih dekat dengan masyarakat Kabupaten Klungkung. “Karena Bahasa Bali harus menempati ruang-ruang baru yang lebih modern dan dekat dengan generasi muda, lebih mampu mengikuti perkembangan zaman,” ujar Gita.
Sehingga bahasa Bali tidak lagi dipandang sebagai bahasa yang kuno, bahasa yang ketinggalan zaman. Lokasi pemasangan instalasi mural ini di Museum Kertha Gosa, sebuah lokasi yang paling bersejarah dalam perjalanan peradaban Klungkung dan juga Bali.
Pemilihan Kertha Gosa sebagai lokasi bukan tanpa alasan, karena Kertha Gosa adalah sebuah titik sejarah aksara dan kata-kata sebagai puncak penciptaan kedamaian, kerahayuan, kesejahteraan, dari pemimpin untuk segala masyarakatnya. “Kertha Gosa memiliki makna kata-kata yang melahirkan kesejahteraan. Pada dasar kesejarahan inilah kami berpijak, aksara Bali menjadi bangkit dan kembali ditinggikan oleh masyarakat penggunanya,” ujarnya.
Dengan demikian bahasa Bali tidak semata sebagai sebuah warisan peradaban, namun juga sebagai keseharian yang tak lepas dari kehidupan masyarakat khususnya di Bali. Maka dari itu Klungkung akan turut berperan menjadi tempat lahirnya ruang baru bagi bahasa Bali pada ruang seni kreatif. Hal ini sekaligus sejalan dengan semangat Pemkab Klungkung dalam usaha menggalakkan penggunaan Bahasa Bali.
Disebutkan, mural ini digarap oleh komunitas Djamur dan Hell Mon, dibuat seatraktif mungkin dalam upaya melakukan pendekatan yang lebih intim pada generasi muda di Klungkung. Di samping media mural, pilihan pengunaan media instalasi interaktif berupa instalasi pohon Taru Aksara dari anyaman bambu oleh perupa Wayan Sudarna Putra (Nano U Hero) yang akan dikolaborasikan dengan pohon impian, berupa happening art dimana publik diminta untuk menulis impiannya terhadap Kabupaten Klungkung dengan bahasa dan aksara Bali.
Pengunjung akan menulis impian dan harapannya di atas daun lontar, lalu harapan dan impian tersebut akan digantung pada pohon harapan tersebut. Pada pohon impian tersebut, selain berisi harapan masyarakat Kabupaten Klungkung juga akan berisi gantungan aksara-aksara Bali sesuai dengan pangider bhuwana. Pohon harapan ini sekaligus menjadi sarana untuk pengunjung belajar bahasa Bali. “Kami akan siapkan tabel aksara Bali untuk membantu pengunjung yang hendak menulis harapannya dengan aksara Bali,” kata Gita.
Pengunjung yang mampu menulis harapannya dengan aksara Bali akan mendapatkan poster aksara Bali secara cuma-cuma, hal ini sebagai bentuk apresiasi terhadap mereka yang telah berusaha menjaga peradaban aksaranya. Pohon harapan ini berada di tengah-tengah instalasi mural sehingga menjadi pusat atau titik tengah dari seni instalasi ini.
Sebagai sebuah ruang seni, instalasi mural ini juga akan dimanfaatkan menjadi panggung pembacaan puisi Bali. Pembacaan puisi Bali ini akan dilakukan oleh sastrawan muda Bali modern yang hadir dari beberapa komunitas sastrawan di Bali. Pembacaan puisi ini akan merespon ruang dari seni instalasi mural, sekaligus memberikan nuansa baru bagi ranah bersastra di Bali. “Pada sesi akhir kegiatan ini, kami akan melakukan ritual yang kami sebut Aksaram Pula Kertih,” katanya.
Ritual ini adalah puncak dari kegiatan, dimana semua harapan dan impian masyarakat Kabupaten Klungkung yang telah digantung pada pohon harapan akan ditanam bersamaan dengan penanaman bibit pohon cempaka di sudut taman Balai Budaya Ida I Dewa Istri Kanya atau areal Lapangan Puputan Klungkung, 3 Mei 2017.
Pohon cempaka sebagai simbolis Kabupaten Klungkung, filosofinya adalah agar Kabupaten Klungkung dapat tumbuh dan berkembang bersama impian dan harapan masyarakatnya. ‘’Sehingga Klungkung benar-benar menjadi rumah, menjadi ruang yang nyaman bagi setiap insan di dalamnya,” harapnya. *wa
Komentar