Tingkat Kunjungan ke Mal Pulih 2023
Saat pandemi, rata-rata kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan turun 50%.
JAKARTA, NusaBali
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terus mengalami kenaikan dinilai memiliki dampak tidak langsung pada industri pusat perbelanjaan. Alphonzus Widjaja, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) di Jakarta, Kamis (13/10) memprediksi tingkat kunjungan masyarakat ke mal baru pulih tahun depan.
Alphonzus mengungkapkan, dampak tidak langsung tersebut terjadi dengan penurunan daya beli di masyarakat. Karena, pada dasarnya pusat perbelanjaan tidak menggunakan energi atau BBM bersubsidi.
“Pusat perbelanjaan kan sejak tahun 2015 sudah tidak menggunakan energi subsidi, jadi dampak langsungnya memang tidak ada. Tapi, dampak tidak langsungnya pada daya beli khususnya pada masyarakat menengah ke bawah,” kata Alphonzus.
Alphonzus memperkirakan kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan akan pulih pada 2023. “Memang belum bisa kembali 100 persen tapi 90 persen tercapai tahun ini. 2023 kembali normal mudah-mudahan,” kata Alphonzus.
Alphonzus mengungkapkan saat pandemi, rata-rata kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan turun 50 persen. Pada tahun 2021, angkanya mulai meningkat 60 persen.
Alphonzus menambahkan, kenaikan suku bunga saat ini berdampak pada kondisi global, yang berimbas pada perdagangan di dalam negeri. Hal ini turut mempengaruhi investasi di pusat perbelanjaan yang kebanyakan merupakan investasi jangka panjang. Namun, ia optimis hal ini akan membaik dalam waktu dekat.
“Perdagangan dalam negeri harus didorong terus, paling tidak ini mengurangi dampak dari global. Saya kira developer akan menghitung investasi pembangunan pusat perbelanjaan. Karena banyak kan investasi ini yang sifatnya tunjangan,” lanjut dia.
“Namun saya kira tidak akan berlangsung lama. paling tidak di pertengahan semester 1 tahun depan saya kira akan telrihat arah lebih jelas dan investasi bergerak lagi di investasi pusat perbelanjaan,” lanjutnya.
Sementara itu, daya beli masyarakat diperkirakan akan mulai stabil pada Desember 2022. Sementara tahun depan, dampak resesi dinilai tidak begitu besar, selama daya beli tetap terjaga.
“Daya beli ini akan berdampak 2-3 bulan, dan awal Desember akan stabil. Resesi tahun depan tidak akan terasa kalau dalam negerinya terus didorong perdagangannya. Beda dengan negara luar negeri yang negaranya tidak sebesar Indonesia,” kata dia.
Alphonzus menambahkan, Indonesia dengan 270 juta penduduk harus didorong daya belinya, supaya dampak global dari resesi tidak terasa. Sebab, perdagangan domestik atau konsumsi rumah tangga menyumbang 54 persen dari total perekonomian Indonesia.
“Jika ini didorong terus dampak resesi akan sangat minimlah terhadap industri ritel dan pusat belanja. Indonesia relatif aman karena perdagangan dalam negeri kuat,” tegas dia.
Menanggapi sektor ritel yang lesu, Jokowi mengatakan kondisi ini terjadi hampir di semua negara. "Itu terjadi di semua negara. Industri retail turun, tetapi bukan hanya karena pandemi. Karena sekarang orang masuk ke platform digital, ke marketplace," kata Jokowi di Stasiun Tegalluar Kabupaten Bandung, dikutip dari detikcom, Kamis (13/11).
Menurut Jokowi sektor digital memberikan banyak kemudahan. Misalnya, barang yang langsung diantar ke rumah dengan layanan bebas ongkos kirim (ongkir). Platform digital ini mempercepat masyarakat dalam berbelanja barang. Di situlah letak persaingan ketat antara retail dan marketplace online.
"Bebas ongkos kirim. Ini adalah platform-platform perusahaan teknologi, yang mempercepat kita dalam berbelanja suatu barang. Persaingannya ada di situ," katanya menambahkan.
Jokowi mendorong usaha-usaha retail menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Ia berpendapat hal itulah yang harus dikerjakan. "Ya itu yang harus dikerjakan oleh mereka," pungkasnya. *
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terus mengalami kenaikan dinilai memiliki dampak tidak langsung pada industri pusat perbelanjaan. Alphonzus Widjaja, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) di Jakarta, Kamis (13/10) memprediksi tingkat kunjungan masyarakat ke mal baru pulih tahun depan.
Alphonzus mengungkapkan, dampak tidak langsung tersebut terjadi dengan penurunan daya beli di masyarakat. Karena, pada dasarnya pusat perbelanjaan tidak menggunakan energi atau BBM bersubsidi.
“Pusat perbelanjaan kan sejak tahun 2015 sudah tidak menggunakan energi subsidi, jadi dampak langsungnya memang tidak ada. Tapi, dampak tidak langsungnya pada daya beli khususnya pada masyarakat menengah ke bawah,” kata Alphonzus.
Alphonzus memperkirakan kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan akan pulih pada 2023. “Memang belum bisa kembali 100 persen tapi 90 persen tercapai tahun ini. 2023 kembali normal mudah-mudahan,” kata Alphonzus.
Alphonzus mengungkapkan saat pandemi, rata-rata kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan turun 50 persen. Pada tahun 2021, angkanya mulai meningkat 60 persen.
Alphonzus menambahkan, kenaikan suku bunga saat ini berdampak pada kondisi global, yang berimbas pada perdagangan di dalam negeri. Hal ini turut mempengaruhi investasi di pusat perbelanjaan yang kebanyakan merupakan investasi jangka panjang. Namun, ia optimis hal ini akan membaik dalam waktu dekat.
“Perdagangan dalam negeri harus didorong terus, paling tidak ini mengurangi dampak dari global. Saya kira developer akan menghitung investasi pembangunan pusat perbelanjaan. Karena banyak kan investasi ini yang sifatnya tunjangan,” lanjut dia.
“Namun saya kira tidak akan berlangsung lama. paling tidak di pertengahan semester 1 tahun depan saya kira akan telrihat arah lebih jelas dan investasi bergerak lagi di investasi pusat perbelanjaan,” lanjutnya.
Sementara itu, daya beli masyarakat diperkirakan akan mulai stabil pada Desember 2022. Sementara tahun depan, dampak resesi dinilai tidak begitu besar, selama daya beli tetap terjaga.
“Daya beli ini akan berdampak 2-3 bulan, dan awal Desember akan stabil. Resesi tahun depan tidak akan terasa kalau dalam negerinya terus didorong perdagangannya. Beda dengan negara luar negeri yang negaranya tidak sebesar Indonesia,” kata dia.
Alphonzus menambahkan, Indonesia dengan 270 juta penduduk harus didorong daya belinya, supaya dampak global dari resesi tidak terasa. Sebab, perdagangan domestik atau konsumsi rumah tangga menyumbang 54 persen dari total perekonomian Indonesia.
“Jika ini didorong terus dampak resesi akan sangat minimlah terhadap industri ritel dan pusat belanja. Indonesia relatif aman karena perdagangan dalam negeri kuat,” tegas dia.
Menanggapi sektor ritel yang lesu, Jokowi mengatakan kondisi ini terjadi hampir di semua negara. "Itu terjadi di semua negara. Industri retail turun, tetapi bukan hanya karena pandemi. Karena sekarang orang masuk ke platform digital, ke marketplace," kata Jokowi di Stasiun Tegalluar Kabupaten Bandung, dikutip dari detikcom, Kamis (13/11).
Menurut Jokowi sektor digital memberikan banyak kemudahan. Misalnya, barang yang langsung diantar ke rumah dengan layanan bebas ongkos kirim (ongkir). Platform digital ini mempercepat masyarakat dalam berbelanja barang. Di situlah letak persaingan ketat antara retail dan marketplace online.
"Bebas ongkos kirim. Ini adalah platform-platform perusahaan teknologi, yang mempercepat kita dalam berbelanja suatu barang. Persaingannya ada di situ," katanya menambahkan.
Jokowi mendorong usaha-usaha retail menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Ia berpendapat hal itulah yang harus dikerjakan. "Ya itu yang harus dikerjakan oleh mereka," pungkasnya. *
1
Komentar