Yayasan Bhumi Bali Swari Gelar Metatah Massal Gratis dan Menek Kelih, Dapat Uang Saku
Diikuti 47 Warga Kurang Mampu, Termasuk Seorang Penyandang Disabilitas
Masih banyaknya orangtua yang belum mampu metatahkan anaknya, membuat yayasan berencana menggelar upacara ini secara reguler setiap tahun.
GIANYAR, NusaBali
Yayasan Bhumi Bali Swari menggelar upacara Manusa Yadnya Menek Kelih dan Metatah massal gratis di Griya Ageng Bendesa Mas, Banjar Kawan, Desa Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar pada Saniscara Wage Dukut, Sabtu (15/10) pagi. Diikuti sebanyak 47 warga kurang mampu lintas Kabupaten, satu diantaranya penyandang disabilitas Ni Kadek Ayuk Ariyanti,22, warga Banjar Sidan Kelod, Desa Sidan, Kecamatan Gianyar. Selain tidak membayar sepeserpun, di akhir prosesi seluruh peserta mendapatkan uang saku dari Komunitas Berbagi Senyum.
I Nyoman Dama,55, ayah dari penyandang disabilitas Kadek Ayuk mengaku sangat bersyukur akhirnya putri keduanya ini bisa Metatah. Nyoman Dama mengaku sempat putus asa. Sebab beberapa tahun lalu, Nyoman Dama pernah mendaftarkan 3 putrinya sekaligus untuk ikut metatah massal di Kecamatan Blahbatuh. Sayangnya, hanya putri pertama dan ketiga yang bisa ikut.
Sedangkan Kadek Ayuk disarankan metatah di rumah. Nyoman Dama pun sedih, merasa tidak bisa membayar utang orangtua terhadap anak melalui upacara Manusa Yadnya Metatah. Sebab untuk menyelenggarakan upacara Metatah di rumah memerlukan biaya yang tidak sedikit. "Makanya saat dapat informasi metatah massal di Griya Ageng Bendesa Mas ini saya daftarkan Kadek. Saya tambah lega, karena Kadek akhirnya bisa metatah," ungkapnya sembari menggendong Kadek Ayuk usai Metatah.
Dijelaskannya, Kadek Ayuk merupakan anak kedua dari 4 bersaudara dari pernikahan dengan Ni Wayan Sucitawati,50. Tiga anaknya lahir dan tumbuh secara normal. Hanya Kadek Ayuk yang mengalami gagal tumbuh sejak usia 3 bulan. "Saat bayi seusia Kadek sudah bisa memiringkan badan, Kadek hanya bisa tidur saja. Kami ajak ke rumah sakit, katanya ada kelainan pada tumbuh kembang, diagnosanya epilepsi," jelasnya.
Sejak usia 3 bulan, Kadek Ayuk sudah rutin ikut terapi. "Setiap Selasa dan Jumat rutin terapi sampai umurnya 10 tahun," jelas Nyoman Dama. Sayangnya, selama itu tidak ada perubahan berarti pada buah hatinya. "Saya juga ajak berobat non medis, sudah ke sana kemari tetap tidak ada hasil," ungkap kuli bangunan yang juga mengambil pekerjaan serabutan ini. Dalam situasi perekonomian sulit, Kadek Ayuk tidak lagi bisa diantar untuk terapi. Selain karena minim biaya, Kadek yang beranjak remaja tubuhnya semakin berat membuat ayahnya kesulitan menggendong.
Kadek semasa kanak-kanak pernah mendapatkan bantuan kursi roda. Sayangnya saat beranjak dewasa, kursi roda tersebut tidak lagi cukup dan kondisinya sudah rusak.
Pembina Yayasan Ida Pandita Mpu Nabe Siwa Agni Dasa Nata mengatakan upacara Manusa Yadnya Metatah merupakan salah satu kewajiban orangtua terhadap anak. Idealnya dilaksanakan saat anak sudah remaja beranjak dewasa. Namun, tidak semua orangtua sanggup menggelar prosesi metatah di rumah sendiri. Banyak pula terjadi, orangtua sampai usia renta dan anaknya telah menikah belum juga mampu membayar kewajiban metatah ini.
"Ada juga yang sampai akhir hayat belum metatah. Maka itu orangtua semasih kuat, semestinya mengupayakan agar anak-anak mereka metatah. Jika tidak bisa di rumah, metatah massal bisa menjadi solusi. Jangan sampai terlambat," terang Ida Nabe. Dijelaskannya pula, metatah massal tidak akan mengurangi makna. "Untuk upakara yang digunakan jangkep. Yang dikurangi hanya hiasan yang berlebihan," jelas Ida Nabe.
Sementara itu, Ketua Yayasan Bhumi Bali Swari I Ketut Trikaya Wijaya Manik menjelaskan upacara Manusa Yadnya Metatah massal ini merupakan sinergi kolaborasi dengan Yayasan Arda Nareswari, Komunitas Rare Bali, Komunitas Kopi Bali dan Komunitas Berbagi Senyuman. Juga didukung Pasraman Griya Ageng Mas dan donatur berhati mulia. "Ini sudah kedua kalinya dilaksanakan sejak yayasan dibentuk," jelasnya. Upacara ini melibatkan sebanyak 16 Sangging.
"Orientasinya adalah pelayanan kepada umat, baik materi maupun non materi. Materi berupa pembagian sembako pada lansia tanpa keturunan, bantuan tas, sepatu dan SPP pada anak yatim piatu atau yang membutuhkan," jelasnya. Secara in material digelar upacara metatah massal. "Prediksi kami awalnya diikuti maksimal 25 orang. Ternyata antusiasnya tinggi, sampai terakhir kami terima 47 peserta metatah dan 15 peserta Menek Kelih," jelas Pengurus DPD HPI Provinsi Bali asal Banjar Pegesangan, Desa Temesi, Kecamatan Gianyar yang tinggal di Batubulan ini.
Masih banyaknya orangtua yang belum mampu metatahkan anaknya, membuat yayasan berencana menggelar upacara ini secara reguler setiap tahun. "Untuk memberikan kesempatan pada warga masyarakat kurang mampu bisa metatahkan anaknya. Karena sering kita temui, ada sampai meninggal dunia belum metatah," terang guide wisatawan Inggris ini. *nvi
I Nyoman Dama,55, ayah dari penyandang disabilitas Kadek Ayuk mengaku sangat bersyukur akhirnya putri keduanya ini bisa Metatah. Nyoman Dama mengaku sempat putus asa. Sebab beberapa tahun lalu, Nyoman Dama pernah mendaftarkan 3 putrinya sekaligus untuk ikut metatah massal di Kecamatan Blahbatuh. Sayangnya, hanya putri pertama dan ketiga yang bisa ikut.
Sedangkan Kadek Ayuk disarankan metatah di rumah. Nyoman Dama pun sedih, merasa tidak bisa membayar utang orangtua terhadap anak melalui upacara Manusa Yadnya Metatah. Sebab untuk menyelenggarakan upacara Metatah di rumah memerlukan biaya yang tidak sedikit. "Makanya saat dapat informasi metatah massal di Griya Ageng Bendesa Mas ini saya daftarkan Kadek. Saya tambah lega, karena Kadek akhirnya bisa metatah," ungkapnya sembari menggendong Kadek Ayuk usai Metatah.
Dijelaskannya, Kadek Ayuk merupakan anak kedua dari 4 bersaudara dari pernikahan dengan Ni Wayan Sucitawati,50. Tiga anaknya lahir dan tumbuh secara normal. Hanya Kadek Ayuk yang mengalami gagal tumbuh sejak usia 3 bulan. "Saat bayi seusia Kadek sudah bisa memiringkan badan, Kadek hanya bisa tidur saja. Kami ajak ke rumah sakit, katanya ada kelainan pada tumbuh kembang, diagnosanya epilepsi," jelasnya.
Sejak usia 3 bulan, Kadek Ayuk sudah rutin ikut terapi. "Setiap Selasa dan Jumat rutin terapi sampai umurnya 10 tahun," jelas Nyoman Dama. Sayangnya, selama itu tidak ada perubahan berarti pada buah hatinya. "Saya juga ajak berobat non medis, sudah ke sana kemari tetap tidak ada hasil," ungkap kuli bangunan yang juga mengambil pekerjaan serabutan ini. Dalam situasi perekonomian sulit, Kadek Ayuk tidak lagi bisa diantar untuk terapi. Selain karena minim biaya, Kadek yang beranjak remaja tubuhnya semakin berat membuat ayahnya kesulitan menggendong.
Kadek semasa kanak-kanak pernah mendapatkan bantuan kursi roda. Sayangnya saat beranjak dewasa, kursi roda tersebut tidak lagi cukup dan kondisinya sudah rusak.
Pembina Yayasan Ida Pandita Mpu Nabe Siwa Agni Dasa Nata mengatakan upacara Manusa Yadnya Metatah merupakan salah satu kewajiban orangtua terhadap anak. Idealnya dilaksanakan saat anak sudah remaja beranjak dewasa. Namun, tidak semua orangtua sanggup menggelar prosesi metatah di rumah sendiri. Banyak pula terjadi, orangtua sampai usia renta dan anaknya telah menikah belum juga mampu membayar kewajiban metatah ini.
"Ada juga yang sampai akhir hayat belum metatah. Maka itu orangtua semasih kuat, semestinya mengupayakan agar anak-anak mereka metatah. Jika tidak bisa di rumah, metatah massal bisa menjadi solusi. Jangan sampai terlambat," terang Ida Nabe. Dijelaskannya pula, metatah massal tidak akan mengurangi makna. "Untuk upakara yang digunakan jangkep. Yang dikurangi hanya hiasan yang berlebihan," jelas Ida Nabe.
Sementara itu, Ketua Yayasan Bhumi Bali Swari I Ketut Trikaya Wijaya Manik menjelaskan upacara Manusa Yadnya Metatah massal ini merupakan sinergi kolaborasi dengan Yayasan Arda Nareswari, Komunitas Rare Bali, Komunitas Kopi Bali dan Komunitas Berbagi Senyuman. Juga didukung Pasraman Griya Ageng Mas dan donatur berhati mulia. "Ini sudah kedua kalinya dilaksanakan sejak yayasan dibentuk," jelasnya. Upacara ini melibatkan sebanyak 16 Sangging.
"Orientasinya adalah pelayanan kepada umat, baik materi maupun non materi. Materi berupa pembagian sembako pada lansia tanpa keturunan, bantuan tas, sepatu dan SPP pada anak yatim piatu atau yang membutuhkan," jelasnya. Secara in material digelar upacara metatah massal. "Prediksi kami awalnya diikuti maksimal 25 orang. Ternyata antusiasnya tinggi, sampai terakhir kami terima 47 peserta metatah dan 15 peserta Menek Kelih," jelas Pengurus DPD HPI Provinsi Bali asal Banjar Pegesangan, Desa Temesi, Kecamatan Gianyar yang tinggal di Batubulan ini.
Masih banyaknya orangtua yang belum mampu metatahkan anaknya, membuat yayasan berencana menggelar upacara ini secara reguler setiap tahun. "Untuk memberikan kesempatan pada warga masyarakat kurang mampu bisa metatahkan anaknya. Karena sering kita temui, ada sampai meninggal dunia belum metatah," terang guide wisatawan Inggris ini. *nvi
1
Komentar