Desa Wisata Bakas Berspirit Bala Akas
Sebelum pandemi Covid-19, tepatnya tahun 2018 -2019, 150 wisatawan berkunjung ke Bakas setiap hari.
SEMARAPURA, NusaBali
Desa Bakas, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, merupakan salah desa wisata di Kabupaten Klungkung. Status sebagai desa wisata, seiring geliat kepariwisataan di desa yang wilayahnya diapit dua sungai; Tukad Melangit di sebelah barat dan Tukad Bubuh di timur desa.
Perbekel Desa Bakas I Wayan Murdana menuturkan rintisan Bakas sebagai desa wisata sejak 2017. Hal tersebut ditandai terbentuknya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Ada beberapa area pengembangan wisata Bakas, yakni kawasan sekitar Tukad Melangit mencakup wilayah Subak Bungsih. Di area ini ada Adventure Tour dan Rafting (Lepi Rafting).
Kawasan Tukad Bubuh di belahan timur, mencakup Subak Dlod Bakas, ada swing atau ayunan dan treking dengan sepeda dan jalan kaki. Area sekitar situs Merajan yang mengarah pada wisata sejarah atau purbakala. ada lingga kuna menjadi ciri kawasan wisata merajan. "Lingga ini tempat nunas kerahayuan dan pengobatan atau usada," kutip Murdana. Situs kuna ini, menurutnya, milik atau duwe Griya Gede Bakas. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) elah diundang untuk mengindentifikasi lingga itu. Ada area sekitar Bukit Buwung di sekitar wewidangan Pura Puseh Bakas.
Dari empat area tersebut, dua area yang sudah berkembang yakni area Tukad Melangit dan area sekitar Tukad Bubuh. Dua lagi yakni area situs Merajan dan Bukit Buwung, masih dalam proses pengembangan.
Murdana menjelaskan ada beberapa fasilitas, atraksi dan daya tarik penunjang Bakas sebagai desa wisata yang nota bena menjadi tujuan pelancong. Selain rafting, swing dan treking, juga ada wisata gajah, restoran, kuliner juga akomodasi. Kulinernya adalah penganan lokal berupa laklak, pisang rai dan lainnya. Salah satu yang sudah kondang adalah laklak pengangon dan barista kopi. "Ini produk -produk pangan lokal, " tunjuk Murdana.
Hal itu sekaligus menunjukkan desa wisata Bakas sebagai desa wisata yang berbasis pertanian. Sebagai desa wisata, desa ini mampu mengundang wisatawan untuk datang. Sebelum pandemi Covid-19, tepatnya tahun 2018 -2019, 150 wisatawan berkunjung ke Bakas setiap hari. Sebagian besar wisatawan Eropa. Selain itu wisatawan domestik, termasuk lokal warga Bali.
Namun ketika pandemi Covid-19 memuncak pada 2020 sampai 2021, pariwisata Bakas juga ikut stagnan. Waktu jeda itu dimanfaatkan pihak desa dan penggiat pariwisata, melaksanakan penataan lingkungan dan fasilitas wisata. Penataan itu antara lain kerjasama dengan Balai Besar Sungai Bali dan Penida bersama komunitas Kelompok Pecinta Sungai Bala Akas Desa Bakas.
Istilah Bala Akas pada Kelompok Pecinta Sungai Bala Akas merujuk pada asal-usul nama Desa Bakas. Dimana pada zaman lampau tempat yang kini menjadi Desa Bakas, dihuni warga dengan ciri fisik tinggi kekar atau disebut akas, tinggi besar kokoh, cerdas trengginas.
Pemimpinnya adalah Dalem Bakas. Sampai kini jejak pertalian Bala Akas itu bisa ditelusuri di beberapa tempat di Bali. Antara lain di Tambahan, Jehem, Tembuku, Bangli, di Nongan, Rendang, Karangasem, dan lain tempat. Spirit dan semangat dari makna Bala Akas itulah, jelas Murdana, dikedepankan kembali untuk membangun Bakas dalam masa kekinian. Termasuk semangat menata kepariwisataan sehingga memberi dampak kepada warga.
Kata Murdana, hasilnya sudah terasa secara umum. Selain penyerapan tenaga kerja, juga dalam bentuk fisik. Bangunan pemukiman atau perumahan warga menjadi lebih merata dan lebih baik. Contoh yang paling sederhana, namun mendasar adalah jamban keluarga. "Rata-rata rumah tangga sudah ada jamban atau WC, " kata Murdana. Itulah menurut hal lain yang melegakan dari geliat pariwisata dengan spirit Bala Akas. *k17
Perbekel Desa Bakas I Wayan Murdana menuturkan rintisan Bakas sebagai desa wisata sejak 2017. Hal tersebut ditandai terbentuknya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Ada beberapa area pengembangan wisata Bakas, yakni kawasan sekitar Tukad Melangit mencakup wilayah Subak Bungsih. Di area ini ada Adventure Tour dan Rafting (Lepi Rafting).
Kawasan Tukad Bubuh di belahan timur, mencakup Subak Dlod Bakas, ada swing atau ayunan dan treking dengan sepeda dan jalan kaki. Area sekitar situs Merajan yang mengarah pada wisata sejarah atau purbakala. ada lingga kuna menjadi ciri kawasan wisata merajan. "Lingga ini tempat nunas kerahayuan dan pengobatan atau usada," kutip Murdana. Situs kuna ini, menurutnya, milik atau duwe Griya Gede Bakas. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) elah diundang untuk mengindentifikasi lingga itu. Ada area sekitar Bukit Buwung di sekitar wewidangan Pura Puseh Bakas.
Dari empat area tersebut, dua area yang sudah berkembang yakni area Tukad Melangit dan area sekitar Tukad Bubuh. Dua lagi yakni area situs Merajan dan Bukit Buwung, masih dalam proses pengembangan.
Murdana menjelaskan ada beberapa fasilitas, atraksi dan daya tarik penunjang Bakas sebagai desa wisata yang nota bena menjadi tujuan pelancong. Selain rafting, swing dan treking, juga ada wisata gajah, restoran, kuliner juga akomodasi. Kulinernya adalah penganan lokal berupa laklak, pisang rai dan lainnya. Salah satu yang sudah kondang adalah laklak pengangon dan barista kopi. "Ini produk -produk pangan lokal, " tunjuk Murdana.
Hal itu sekaligus menunjukkan desa wisata Bakas sebagai desa wisata yang berbasis pertanian. Sebagai desa wisata, desa ini mampu mengundang wisatawan untuk datang. Sebelum pandemi Covid-19, tepatnya tahun 2018 -2019, 150 wisatawan berkunjung ke Bakas setiap hari. Sebagian besar wisatawan Eropa. Selain itu wisatawan domestik, termasuk lokal warga Bali.
Namun ketika pandemi Covid-19 memuncak pada 2020 sampai 2021, pariwisata Bakas juga ikut stagnan. Waktu jeda itu dimanfaatkan pihak desa dan penggiat pariwisata, melaksanakan penataan lingkungan dan fasilitas wisata. Penataan itu antara lain kerjasama dengan Balai Besar Sungai Bali dan Penida bersama komunitas Kelompok Pecinta Sungai Bala Akas Desa Bakas.
Istilah Bala Akas pada Kelompok Pecinta Sungai Bala Akas merujuk pada asal-usul nama Desa Bakas. Dimana pada zaman lampau tempat yang kini menjadi Desa Bakas, dihuni warga dengan ciri fisik tinggi kekar atau disebut akas, tinggi besar kokoh, cerdas trengginas.
Pemimpinnya adalah Dalem Bakas. Sampai kini jejak pertalian Bala Akas itu bisa ditelusuri di beberapa tempat di Bali. Antara lain di Tambahan, Jehem, Tembuku, Bangli, di Nongan, Rendang, Karangasem, dan lain tempat. Spirit dan semangat dari makna Bala Akas itulah, jelas Murdana, dikedepankan kembali untuk membangun Bakas dalam masa kekinian. Termasuk semangat menata kepariwisataan sehingga memberi dampak kepada warga.
Kata Murdana, hasilnya sudah terasa secara umum. Selain penyerapan tenaga kerja, juga dalam bentuk fisik. Bangunan pemukiman atau perumahan warga menjadi lebih merata dan lebih baik. Contoh yang paling sederhana, namun mendasar adalah jamban keluarga. "Rata-rata rumah tangga sudah ada jamban atau WC, " kata Murdana. Itulah menurut hal lain yang melegakan dari geliat pariwisata dengan spirit Bala Akas. *k17
1
Komentar