Tekan Stunting, Lahirkan Generasi Emas Bangsa
DENPASAR, NusaBali
Di tengah gencarnya program-program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di bidang perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM), khususnya penurunan stunting, ternyata ada isu yang berkembang bahwa BKKBN mempersulit pasangan untuk menikah.
Rumor ini berkembang diduga lantaran banyaknya imbauan yang mesti dilakukan pasangan calon pengantin (catin) sebelum menikah, misalnya pemeriksaan kesehatan tiga bulan sebelum nikah, dan menginput data pada Aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil).
"Mungkin karena banyaknya aturan dikira kita mempersulit orang menikah atau bahkan melarang. Padahal itu tidak sama sekali. Ini justru demi melahirkan generasi emas bangsa," kata Direktur Advokasi dan Hubungan Antarlembaga BKKBN Wahidah Paheng di sela Kampanye Percepatan Penurunan Stunting di Desa Umajero, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Minggu (16/10).
Penurunan stunting, kata Wahidah, menjadi isu strategis nasional dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) 72/2021. Semua komponen masyarakat diharapkan bahu membahu membebaskan Indonesia dari ancaman stunting yang saat ini masih bertengger di kisaran 24 persen.
Ia mengakui banyak intervensi yang dilakukan kepada catin, ibu hamil dan balita pada 1.000 hari pertama kehidupannya. Pihaknya berharap, masyarakat menganggap intervensi ini bukan sebuah beban, melainkan kebutuhan pribadi keluarga.
Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana, yang notabene mitra kerja BKKBN menambahkan, Bali tidak boleh lengah meski prevalensi jauh di bawah nasional yakni 10,9 persen. Justru angka ini wajib ditekan lagi hingga dua persen atau kalau bisa zero.
"Kenapa bila perlu harus zero? Karena Bali sangat tergantung dari sektor pariwisata. Kalau banyak penduduk yang stunting, bisa-bisa wisatawan mancanegara takut datang. Karena itu isu kesehatan," pesan Kariyasa.
Kariyasa yang putra Buleleng ini menegaskan, Tuhan menganugerahkan sumber pangan yang melimpah bagi Indonesia dan Bali khususnya. Sehingga, menurutnya, tidak ada alasan untuk tidak bisa menurunkan stunting.
"Ini sebenarnya lebih ke soal pola asuh. Kalau makanan kita nggak kurang. Pengen sayur sudah ada. Pengen ayam tinggal ambil, telor ikan semua ada," katanya.
Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Kepala Dinas Kesehatan dr Sucipto mengajak seluruh elemen masyarakat, tokoh dan LSM untuk bekerja keras, berkolaborasi mencapai tujuan pemerintah mengingat sisa waktu tinggal dua tahun lagi.
Masa depan kita tergantung pada aksi dan langkah kolaboratif di masa kini. Anak-anak bangsa adalah aset. Sekarang kita merawat mereka, nanti mereka yang merawat kita, merawat negara ini yang kita cintai," ujar Sucipto.
Sementara Perbekel Umajero Gede Adis mengaku di wilayahnya tidak ada balita yang terindikasi stunting. Namun upaya pencegahan dini sangat penting dilakukan karena ada 49 bayi dan puluhan ibu hamil yang harus diedukasi secara berkala.
Kegiatan kampanye diawali dengan paparan materi dari Kepala Perwakilan BKKBN Bali Luh Gede Sukardiasih tentang edukasi membentuk keluarga berkualitas. Ia menargetkan prevalensi stunting di Bali 6,15 persen di tahun 2024 yang saat ini masih 10,9 persen berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia. *cr78
Komentar