Buruh Tuntut UMP 2023 Naik 13 Persen
Perhitungannya mengacu pada estimasi inflasi tahun depan sebesar 7-8 persen.
JAKARTA, NusaBali
Buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada 2023 sebesar 13 persen. Presiden KSPI Said Iqbal ingin agar pemerintah menetapkan kenaikan upah berdasarkan tingkat inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, alih-alih menggunakan PP 36/2021 tentang Pengupahan.
Soalnya, dalam PP, kenaikan UMP dilakukan dengan rumus batas atas dan bawah upah minimum wilayah bersangkutan.
Ia menjelaskan bahwa kenaikan 13 persen itu mengacu pada estimasi inflasi tahun depan sebesar 7-8 persen, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 4,8 persen.
Apabila kedua angka tersebut dijumlahkan, maka totalnya menjadi 11,8 persen. Kemudian, ditambah dengan angka produktivitas dan pembulatan menjadi 13 persen.
"Partai buruh dan KSPI menetapkan upah minimum 2023 (naik) sebesar 13 persen. Apa dasarnya? Yaitu, inflasi, plus pertumbuhan ekonomi," terang Said dalam konferensi pers, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (17/10).
Apalagi, ia juga mengatakan pasca kenaikan harga BBM daya beli buruh cukup terpukul. Harga-harga pangan dan ongkos transportasi pun naik, sementara upah tidak.
Menurut Said, kenaikan harga BBM tersebut menurunkan daya beli yang saat ini sudah merosot sebesar 30 persen. Dengan BBM naik, maka daya beli akan turun lagi menjadi 50 persen.
"Dampak kenaikan harga BBM itu mengakibatkan inflasi melambung, harga-harga barang naik, ini menyulitkan kehidupan buruh dan masyarakat kecil," kata Said.
Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mulai melakukan dialog dengan pengusaha hingga pekerja untuk menetapkan UMP 2023.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan dialog dilakukan langsung oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indah Anggoro Putri dengan para stakeholder.
"Sekarang bu dirjen (Indah Anggoro Putri) sedang mendengarkan masukan, pandangan, aspirasi, dari seluruh stakeholder apakah itu pengusaha atau pekerja," imbuh Ida saat ditemui di kantor Kemenko PMK, Selasa (11/10) lalu.
Menurutnya, dialog sudah dilakukan sejak dua pekan lalu dan diharapkan bisa segera menemukan titik temu. Nantinya, hasil masukan para pengusaha dan pekerja akan menentukan apakah pemerintah tetap menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 untuk menetapkan UMP atau tidak.
"Penetapan upah minimum kan November, tentu kalau kita pakai peraturan yang sudah ada adalah PP Nomor 36. Jadi saya sekarang minta bu dirjen untuk mendengarkan aspirasi seluruh stakeholder," jelasnya. *
Soalnya, dalam PP, kenaikan UMP dilakukan dengan rumus batas atas dan bawah upah minimum wilayah bersangkutan.
Ia menjelaskan bahwa kenaikan 13 persen itu mengacu pada estimasi inflasi tahun depan sebesar 7-8 persen, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 4,8 persen.
Apabila kedua angka tersebut dijumlahkan, maka totalnya menjadi 11,8 persen. Kemudian, ditambah dengan angka produktivitas dan pembulatan menjadi 13 persen.
"Partai buruh dan KSPI menetapkan upah minimum 2023 (naik) sebesar 13 persen. Apa dasarnya? Yaitu, inflasi, plus pertumbuhan ekonomi," terang Said dalam konferensi pers, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (17/10).
Apalagi, ia juga mengatakan pasca kenaikan harga BBM daya beli buruh cukup terpukul. Harga-harga pangan dan ongkos transportasi pun naik, sementara upah tidak.
Menurut Said, kenaikan harga BBM tersebut menurunkan daya beli yang saat ini sudah merosot sebesar 30 persen. Dengan BBM naik, maka daya beli akan turun lagi menjadi 50 persen.
"Dampak kenaikan harga BBM itu mengakibatkan inflasi melambung, harga-harga barang naik, ini menyulitkan kehidupan buruh dan masyarakat kecil," kata Said.
Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mulai melakukan dialog dengan pengusaha hingga pekerja untuk menetapkan UMP 2023.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan dialog dilakukan langsung oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indah Anggoro Putri dengan para stakeholder.
"Sekarang bu dirjen (Indah Anggoro Putri) sedang mendengarkan masukan, pandangan, aspirasi, dari seluruh stakeholder apakah itu pengusaha atau pekerja," imbuh Ida saat ditemui di kantor Kemenko PMK, Selasa (11/10) lalu.
Menurutnya, dialog sudah dilakukan sejak dua pekan lalu dan diharapkan bisa segera menemukan titik temu. Nantinya, hasil masukan para pengusaha dan pekerja akan menentukan apakah pemerintah tetap menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 untuk menetapkan UMP atau tidak.
"Penetapan upah minimum kan November, tentu kalau kita pakai peraturan yang sudah ada adalah PP Nomor 36. Jadi saya sekarang minta bu dirjen untuk mendengarkan aspirasi seluruh stakeholder," jelasnya. *
1
Komentar