Seni Tafsir, Cara Hidupkan Karakter ala Agus Wiratama
Aktor Teater Kalangan dan Penulis Terkurasi Emerging Indonesia UWRF 2022
DENPASAR, NusaBali.com – Membuat karakter dalam suatu naskah menjadi hidup adalah tantangan bagi seorang aktor. Lebih-lebih, informasi mengenai karakter tersebut sangat minim dalam teks.
Oleh karena itu, diperlukan pendalaman dan penggalian karakter hingga karakter tersebut utuh menjadi sosok pribadi yang hidup di dalam benak dan raga sang aktor.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam membangun watak sebuah karakter. Aktor muda dari Teater Kalangan sekaligus pegiat literasi sastra dalam Lingkar Studi Sastra Denpasar, Wayan Agus Wiratama, 27, membagikan kiat dan pengalamannya dalam membangun watak karakter.
“Ada yang disebut metode penciptaan (karakter). Metode penciptaan ini saya balik menjadi cara untuk membaca watak,” jelas Agus Wiratama ketika ditemui usai jumpa pers Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2022 di The Ambengan Tenten Denpasar, Selasa (18/10/2022) siang.
Metode penciptaan karakter tersebut merupakan cara seorang penulis untuk menggali watak sebuah karakter secara holistik dengan cara mempertanyakan seluk beluk karakter dan menafsirkannya menjadi sebuah biografi yang utuh.
Biografi karakter ini merupakan modal bagi seorang penulis untuk membentuk watak dan tindak-tanduk sebuah karakter menjadi konsisten, masuk akal antara satu kausa-prima dengan kausa-prima lainnya, hingga karakter tersebut layaknya sosok pribadi yang hidup.
Metode inilah yang dikembangkan Agus Wiratama bersama rekan-rekannya yang lain di Teater Kalangan untuk fungsi sebaliknya yakni membaca karakter yang sudah tercipta.
“Misalnya, dia menyukai warna. Warna apa sih yang dia sukai? Walaupun di dalam teks itu tidak ada, kita coba menafsir dari sedikit informasi yang ditemui melalui dialog. Sederhananya, kita mencoba memahami karakter tersebut sebagai seorang manusia yang utuh,” terang Agus Wiratama.
Kata Agus Wiratama, sekecil atau sedikit apa pun posisi sebuah karakter dalam suatu teks seni teater dan seberapa pun minimalnya informasi yang tercantum dalam teks, karakter tersebut harus dipandang secara utuh.
“Karakter itu harus dipandang sebagai manusia bukan sebagai teks yang mati,” tandas jebolan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja ini.
Dan nampaknya kiat yang diterapkan Agus Wiratama memberikan hasil yang optimal. Lantaran, ia menjadi satu dari dua penulis Bali yang lolos dalam kurasi sepuluh besar Emerging Indonesia UWRF 2022. *rat
1
Komentar