Akademisi Ingatkan Pemuliaan Air dan Tanah
DENPASAR, NusaBali
Banjir yang terjadi, Senin (17/10) telah meluluhlantakkan beberapa wilayah di Bali seperti Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem dan daerah lainnya.
Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian yang semakin serius oleh berbagai pihak seperti pemerintah, perguruan tinggi, masyarakat dan stakeholder lainnya untuk dapat mencegah terjadinya banjir dan kerusakan akibat banjir tersebut.
Hal tersebut disampaikan pemerhati lingkungan Dr Ir Gede Sedana MSc MMA yang juga merupakan Rektor Universitas Dwijendra Denpasar kepada NusaBali, Selasa (18/10). Gede Sedana yang juga Ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Bali ini mengatakan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah banjir hebat kembali terjadi di Bali, yaitu dengan penguatan program dan implementasi secara integratif dan sinergis berkenaan dengan pelestarian atau konservasi sumber daya air dan tanah, pendayagunaan sumber daya air dan tanah serta pengendalian daya rusak air dan tanah.
Konservasi sumber daya alam (air dan tanah), ujarnya, perlu dilakukan dari kawasan hulu sampai ke hilir, seperti kawasan danau, pegunungan/hutan, daerah aliran sungai, daerah tangkapan air hujan, kawasan produktif dan pantai. Kegiatan konservasi yang dapat dilakukan adalah menjaga atau melindungi danau dan hutan dan kawasan lainnya melalui penanaman hutan-hutan yang sudah terdegradasi atau rusak akibat ulah manusia atau alam sehingga kawasan tersebut dapat berfungsi menahan aliran air permukaan, menyerap air ke dalam tanah dan mencegah terjadinya longsoran atau erosi tanah terutama pada kawasan yang tingkat kemiringannya sangat tinggi.
Selain itu, alih fungsi tanaman juga perlu dikendalikan sesuai dengan topografi tanah dan fungsi kawasan tersebut. Pananaman tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi pada lahan-lahan yang memiliki kemiringan tinggi agar dapat dikendalikan atau dicegah guna menjaga fungsi konservasinya. Kegiatan lainnya yang dapat dilakukan, kata Sedana, adalah membangun bangunan-bangunan penahan erosi, rumah hujan, atau panen hujan guna menghindari adanya aliran air permukaan yang tinggi ke bagian hilirnya.
Pengelolaan konservasi di kawasan-kawasan hulu sampai ke hilir melibatkan berbagai sektor, bukan semata-mata dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tetapi juga dari lintas kementerian, dan warga masyarakat termasuk keterlibatan desa adat yang memiliki filosofi Tri Hita Karana, yang salah satunya menjaga keharmonisan dengan alam.
Oleh karena itu, jelas Sedana, diperlukan adanya perencanaan konservasi, pemanfaatan, dan pengendalian sumber daya air dan tanah secara menyeluruh dan terpadu guna mencegah terjadinya bencana akibat daya rusak air dan tanah tersebut. Prakarsa dan partisipasi masyarakat harus semakin didorong dan ditingkatkan dalam perencanaan dan implementasi berbagai upaya konservasi, pemanfaatan dan pengendalian daya rusak air dan tanah di wilayahnya masing-masing dan tetap berkoordinasi serta sinergi dengan desa-desa lainnya yang menjadi satu kesatuan dengan sistem hidrologisnya.
Dikatakan, konservasi air dan tanah menyangkut berbagai kegiatan seperti perlindungan dan pelestarian, pengawetan, pengelolaan kualitas dan mencegah serta mengendalikan pencemaran air dan tanah. Gede Sedana menegaskan upaya sekala dan niskala terhadap pengelolaan lingkungan dan banjir dapat dilakukan melalui memuliakan air dan tanah dengan keyakinan ibu pertiwi yang harus dijaga sebaik-baiknya dan air memiliki makna kehidupan, penyembuhan, kesuburan, penyucian, keabadian dan pelestarian. *cr78
1
Komentar