Penggunaan Obat Sirup Dihentikan Sementara, Tunggu Penelitian Penyebab Penyakit Gangguan Ginjal Akut Pada Anak
Kadiskes Bali menyatakan tidak hanya dokter, apotek dan toko obat berizin juga telah diimbau untuk tidak menjual obat-obatan berbentuk cair atau sirup kepada masyarakat.
DENPASAR, NusaBali
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI bersama pihak terkait saat ini sedang meneliti penyebab penyakit gangguan ginjal misterius atau acute kidney injury (AKI). Sembari menunggu hasil penelitian secara komprehensif, masyarakat diminta untuk sementara waktu tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair atau sirup pada anak.
Menindaklanjuti arahan Kemenkes, Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Bali juga telah memberikan imbauan kepada para dokter di semua fasilitas pelayanan kesehatan untuk tidak meresepkan obat berbentuk cair atau sirup. Tidak hanya dokter, apotek dan toko obat berizin juga telah diimbau untuk tidak menjual obat-obatan berbentuk cair atau sirup kepada masyarakat. "Ini untuk kewaspadaan sampai hasil penelitian ditemukan penyebab pasti dari gangguan ginjal akut pada anak," sebut Kadis Kesehatan Provinsi Bali Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes, ketika dikonfirmasi NusaBali, Kamis (20/10).
Ia kembali mengingatkan masyarakat yang memiliki anak sakit dengan gejala batuk, pilek, muntah, diare, disertai penurunan volume atau frekuensi buang air kecil (BAK) dalam waktu 6-12 jam agar tidak menunda membawa ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.
"Jangan membeli obat di luar resep dokter," sambung dr Anom. dr Anom juga mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan seluruh jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, puskesmas, klinik dan praktik dokter di seluruh Bali agar melakukan deteksi dini (surveilans) gejala gagal ginjal akut pada anak. Agar secepatnya melakukan penanganan di fasyankes masing-masing, dan segera merujuk ke RSUP Prof Ngoerah (RSUP Sanglah) apabila gejalanya sudah agak berat.
"Sementara ini belum ada kasus baru yang dilaporkan," jelas birokrat asal Desa Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar. Sementara Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bali telah menerima surat edaran dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai pemberian resep obat sirup. Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak, diteken oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami, Selasa (18/10).
“Imbauan dari Kemenkes, sementara ini semua obat sirup ditarik dulu sampai ada investigasi yang akan didapatkan oleh Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, dan Farmakolog. Sebelum ada hasil investigasi maka kami tidak mau mengambil risiko. Jadi sementara kita tarik untuk penggunaan obat sirup,” ujar Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bali, IGN Sanjaya Putra, Kamis siang saat ditemui di Kantor IDAI Cabang Bali Jalan Satelit Nomor 2 Pedungan, Denpasar Selatan.
IGN Sanjaya Putra menyatakan untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, IDAI Bali berharap agar dokter atau tenaga kesehatan (nakes) di fasilitas kesehatan dapat mulai memberikan obat puyer pada pasien. “Kita berusaha menyebarkan informasi ini ke semua dokter umum tingkat pelayanan, tenaga-tenaga kesehatan. Kita sekarang berdoa agar tim investigasi cepat membawa hasil, itu yang kita harapkan bersama,” ungkap IGN Sanjaya Putra.
Gangguan ginjal pada anak, kata Sanjaya Putra, sangatlah fatal jika penanganan dilakukan dengan lambat. Apalagi datang ke rumah sakit sudah dengan kondisi yang buruk. Lebih lanjut, Sanjaya Putra kepada masyarakat untuk tidak panik tetapi perlu meningkatkan kewaspadaan khususnya anak-anak di bawah umur 7 tahun. Deteksi awal yang bisa menjadi clue bagi para orangtua terkait penyakit gagal ginjal ini biasa diawali dengan batuk, pilek, panas, infeksi saluran cerna hingga penurunan produksi urine atau kencing.
Karena secara normal, orang sehat memproduksi urine 1cc per kilogram berat badan dan rata-rata minimal akan dikeluarkan setiap 4 sampai 6 jam sekali.
“Gejala signifikan pada umumnya gangguan produksi kencing. Penanganan pertama untuk mengatasi ini kalau batuk pilek belum ada gangguan volume kencing masih biasa. Kalau sudah mengalami gangguan produksi kencing maka harus dilakukan pengecekan di laboratorium,” papar IGN Sanjaya Putra. Sanjaya Putra pun berpesan kepada masyarakat untuk mengurangi kerumunan, menggunakan masker, dan menghindari kontak secara langsung kepada orang yang sedang batuk dan pilek.
Seperti diberitakan sebelumnya RSUP Prof Ngoerah menangani 17 pasien dengan gejala AKI. Sebagian besar datang dalam keadaan sudah parah dan membutuhkan terapi cuci darah. Rumah sakit juga melaporkan dari seluruh pasien yang dirawat tersebut 11 pasien meninggal dunia, dengan usia didominasi di bawah 6 tahun. IGN Sanjaya Putra mengatakan pasien terakhir yang dirawat berusia 17 tahun jenis kelamin perempuan, juga telah diizinkan pulang untuk selanjutnya melakukan rawat jalan. Pasien ini adalah salah satu pasien yang tidak memerlukan terapi cuci darah.
Terpisah salah satu apotek di Denpasar, Apotek Adhi Guna Farma telah menerapkan surat edaran Kemenkes sejak, Rabu (19/10) sore. Melalui Penanggung Jawab Apotek, I Gusti Ayu Agung Ratih Cardiani Putri telah meniadakan penjualan obat sirup kepada pelanggannya. “Keputusannya kan baru kemarin, kami mulai terapkan dari pergantian shift sore. Jadi begitu keluar keputusan dari Kemenkes tidak boleh menjual sediaan sirup apapun itu jadi kami tidak menjual lagi. Dan hal ini sudah kami jelaskan ke masyarakat,” ujar Ratih Cardiani saat ditemui di Apotek Adhi Guna Farma di Jalan Maluku Blok A, Denpasar.
Alternatif yang diberikan kepada pelanggan apotek, kata Ratih Cardiani, diberikan pengganti obat sirup yang sudah melalui koordinasi bersama dokter anak. “Saya berharap produk obat sirup penyebab gagal ginjal akut pada anak cepat ketahuan. Jadi tidak ada pihak yang dirugikan karena sekarang saya rasa banyak produsen obat terutama paracetamol merasa dirugikan dan memang timpang semua sediaan sirup jadi tidak boleh dijual,” harap Ratih Cardiani.
Hal serupa juga diberlakukan petugas apotek di kawasan Pemecutan Kaja Denpasar yang meminimalisir penggunaan obat sirup terutama pada anak-anak. “Tetap sebelum memilihkan obat yang tepat kita tanya sakitnya, sudah berapa lama, dan apakah sudah ke dokter atau tidak. Jika keluhannya bisa diatasi dengan obat bentuk lain seperti tablet dan suppositoria kita berikan bentuk itu,” ungkapnya.
Sementara itu Pengawas Farmasi dan Makanan (PFM) Ahli Madya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar, Ni Putu Ekayani Scorpiasanty L SSi Apt MBiomed, menyampaikan belum ada kebijakan khusus yang dilakukan kepada apotek di Bali terkait imbauan Kemenkes agar apotek juga untuk sementara tidak menjual obat dalam bentuk sirup. BBPOM di Denpasar, ujarnya, masih melakukan kunjungan ke apotek-apotek sama seperti hari-hari biasanya. "Secara rutin seperti biasa," ujarnya.
Namun demikian BBPOM di Denpasar telah mengimbau apotek untuk mengganti sediaan obat cair dengan obat serbuk. Di Jakarta, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada, Kamis kemarin mengungkapkan hasil penelitian sementara yang dilakukan Kementerian Kesehatan, pasien balita yang terkena gangguan ginjal akut terdeteksi memiliki tiga zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE). Ketiga zat tersebut merupakan cemaran (impurities) dari zat kimia polyethylene glycol yang sering dipakai sebagai pelarut pada berbagai obat-obatan jenis sirup.
Budi mengatakan, beberapa jenis obat sirup yang digunakan oleh pasien balita yang terkena gangguan ginjal akut terbukti mengandung EG, DEG, dan EGBE yang seharusnya tidak ada atau sangat sedikit kadarnya pada obat-obatan sirup tersebut. Untuk itu, penelitian pun dilakukan untuk melihat dampak intoksikasi (racun) dari obat tersebut. *cr78,ol3
Menindaklanjuti arahan Kemenkes, Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Bali juga telah memberikan imbauan kepada para dokter di semua fasilitas pelayanan kesehatan untuk tidak meresepkan obat berbentuk cair atau sirup. Tidak hanya dokter, apotek dan toko obat berizin juga telah diimbau untuk tidak menjual obat-obatan berbentuk cair atau sirup kepada masyarakat. "Ini untuk kewaspadaan sampai hasil penelitian ditemukan penyebab pasti dari gangguan ginjal akut pada anak," sebut Kadis Kesehatan Provinsi Bali Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes, ketika dikonfirmasi NusaBali, Kamis (20/10).
Ia kembali mengingatkan masyarakat yang memiliki anak sakit dengan gejala batuk, pilek, muntah, diare, disertai penurunan volume atau frekuensi buang air kecil (BAK) dalam waktu 6-12 jam agar tidak menunda membawa ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.
"Jangan membeli obat di luar resep dokter," sambung dr Anom. dr Anom juga mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan seluruh jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, puskesmas, klinik dan praktik dokter di seluruh Bali agar melakukan deteksi dini (surveilans) gejala gagal ginjal akut pada anak. Agar secepatnya melakukan penanganan di fasyankes masing-masing, dan segera merujuk ke RSUP Prof Ngoerah (RSUP Sanglah) apabila gejalanya sudah agak berat.
"Sementara ini belum ada kasus baru yang dilaporkan," jelas birokrat asal Desa Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar. Sementara Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bali telah menerima surat edaran dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai pemberian resep obat sirup. Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak, diteken oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami, Selasa (18/10).
“Imbauan dari Kemenkes, sementara ini semua obat sirup ditarik dulu sampai ada investigasi yang akan didapatkan oleh Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, dan Farmakolog. Sebelum ada hasil investigasi maka kami tidak mau mengambil risiko. Jadi sementara kita tarik untuk penggunaan obat sirup,” ujar Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bali, IGN Sanjaya Putra, Kamis siang saat ditemui di Kantor IDAI Cabang Bali Jalan Satelit Nomor 2 Pedungan, Denpasar Selatan.
IGN Sanjaya Putra menyatakan untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, IDAI Bali berharap agar dokter atau tenaga kesehatan (nakes) di fasilitas kesehatan dapat mulai memberikan obat puyer pada pasien. “Kita berusaha menyebarkan informasi ini ke semua dokter umum tingkat pelayanan, tenaga-tenaga kesehatan. Kita sekarang berdoa agar tim investigasi cepat membawa hasil, itu yang kita harapkan bersama,” ungkap IGN Sanjaya Putra.
Gangguan ginjal pada anak, kata Sanjaya Putra, sangatlah fatal jika penanganan dilakukan dengan lambat. Apalagi datang ke rumah sakit sudah dengan kondisi yang buruk. Lebih lanjut, Sanjaya Putra kepada masyarakat untuk tidak panik tetapi perlu meningkatkan kewaspadaan khususnya anak-anak di bawah umur 7 tahun. Deteksi awal yang bisa menjadi clue bagi para orangtua terkait penyakit gagal ginjal ini biasa diawali dengan batuk, pilek, panas, infeksi saluran cerna hingga penurunan produksi urine atau kencing.
Karena secara normal, orang sehat memproduksi urine 1cc per kilogram berat badan dan rata-rata minimal akan dikeluarkan setiap 4 sampai 6 jam sekali.
“Gejala signifikan pada umumnya gangguan produksi kencing. Penanganan pertama untuk mengatasi ini kalau batuk pilek belum ada gangguan volume kencing masih biasa. Kalau sudah mengalami gangguan produksi kencing maka harus dilakukan pengecekan di laboratorium,” papar IGN Sanjaya Putra. Sanjaya Putra pun berpesan kepada masyarakat untuk mengurangi kerumunan, menggunakan masker, dan menghindari kontak secara langsung kepada orang yang sedang batuk dan pilek.
Seperti diberitakan sebelumnya RSUP Prof Ngoerah menangani 17 pasien dengan gejala AKI. Sebagian besar datang dalam keadaan sudah parah dan membutuhkan terapi cuci darah. Rumah sakit juga melaporkan dari seluruh pasien yang dirawat tersebut 11 pasien meninggal dunia, dengan usia didominasi di bawah 6 tahun. IGN Sanjaya Putra mengatakan pasien terakhir yang dirawat berusia 17 tahun jenis kelamin perempuan, juga telah diizinkan pulang untuk selanjutnya melakukan rawat jalan. Pasien ini adalah salah satu pasien yang tidak memerlukan terapi cuci darah.
Terpisah salah satu apotek di Denpasar, Apotek Adhi Guna Farma telah menerapkan surat edaran Kemenkes sejak, Rabu (19/10) sore. Melalui Penanggung Jawab Apotek, I Gusti Ayu Agung Ratih Cardiani Putri telah meniadakan penjualan obat sirup kepada pelanggannya. “Keputusannya kan baru kemarin, kami mulai terapkan dari pergantian shift sore. Jadi begitu keluar keputusan dari Kemenkes tidak boleh menjual sediaan sirup apapun itu jadi kami tidak menjual lagi. Dan hal ini sudah kami jelaskan ke masyarakat,” ujar Ratih Cardiani saat ditemui di Apotek Adhi Guna Farma di Jalan Maluku Blok A, Denpasar.
Alternatif yang diberikan kepada pelanggan apotek, kata Ratih Cardiani, diberikan pengganti obat sirup yang sudah melalui koordinasi bersama dokter anak. “Saya berharap produk obat sirup penyebab gagal ginjal akut pada anak cepat ketahuan. Jadi tidak ada pihak yang dirugikan karena sekarang saya rasa banyak produsen obat terutama paracetamol merasa dirugikan dan memang timpang semua sediaan sirup jadi tidak boleh dijual,” harap Ratih Cardiani.
Hal serupa juga diberlakukan petugas apotek di kawasan Pemecutan Kaja Denpasar yang meminimalisir penggunaan obat sirup terutama pada anak-anak. “Tetap sebelum memilihkan obat yang tepat kita tanya sakitnya, sudah berapa lama, dan apakah sudah ke dokter atau tidak. Jika keluhannya bisa diatasi dengan obat bentuk lain seperti tablet dan suppositoria kita berikan bentuk itu,” ungkapnya.
Sementara itu Pengawas Farmasi dan Makanan (PFM) Ahli Madya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar, Ni Putu Ekayani Scorpiasanty L SSi Apt MBiomed, menyampaikan belum ada kebijakan khusus yang dilakukan kepada apotek di Bali terkait imbauan Kemenkes agar apotek juga untuk sementara tidak menjual obat dalam bentuk sirup. BBPOM di Denpasar, ujarnya, masih melakukan kunjungan ke apotek-apotek sama seperti hari-hari biasanya. "Secara rutin seperti biasa," ujarnya.
Namun demikian BBPOM di Denpasar telah mengimbau apotek untuk mengganti sediaan obat cair dengan obat serbuk. Di Jakarta, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada, Kamis kemarin mengungkapkan hasil penelitian sementara yang dilakukan Kementerian Kesehatan, pasien balita yang terkena gangguan ginjal akut terdeteksi memiliki tiga zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE). Ketiga zat tersebut merupakan cemaran (impurities) dari zat kimia polyethylene glycol yang sering dipakai sebagai pelarut pada berbagai obat-obatan jenis sirup.
Budi mengatakan, beberapa jenis obat sirup yang digunakan oleh pasien balita yang terkena gangguan ginjal akut terbukti mengandung EG, DEG, dan EGBE yang seharusnya tidak ada atau sangat sedikit kadarnya pada obat-obatan sirup tersebut. Untuk itu, penelitian pun dilakukan untuk melihat dampak intoksikasi (racun) dari obat tersebut. *cr78,ol3
1
Komentar