Guru Besar UGM Prof Kertia Madiksa Menjadi Sulinggih
SINGARAJA, NusaBali
Seorang guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr dr Nyoman Kertia SpPD-KR FINASIM bersama istrinya Ir Ni Made Lilis Martini Dewi, menjalani prosesi padiksan menjadi sulinggih.
Pasangan suami istri (Pasutri) ini menjalani upacara penyucian dan diksa di Pasraman Geria Ratu Manik di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng bertepatan dengan Hari Raya Saraswati, Saniscara Umanis Watugunung, Sabtu (22/10).
Ida Shri Bhagawan Nabe Istri Laksmi Ratu Manik sebagai guru napak, guru waktra Ida Nabe Shri Bhagawan Isa Wira Satyam dan guru saksi Ida Pandita Shri Bhagawan Yogiswara Dwijaputra Wiswananda. Upacara peresmian sebagai sulinggih itu juga disaksikan dan dihadiri sejumlah tokoh penting di Bali. Mulai dari Wakil Gubernur Bali, Sekda Provinsi Bali, Kepala Staf Khusus Presiden RI, anggota DPD RI asal Bali, Ketua PHDI Bali, Ketua Pasemetonan Nararya Dalem Benculuk Tegeh Kori, para manggala pemerintahan dan manggala keagamaan di Bali, Buleleng dan Sleman, Jogjakarta
Prof Kertia dan istrinya setelah menjalani serangkaian upacara diksa terlahir kembali menjadi individu baru. Prof Kertia dianugerahi nama abhiseka Ida Shri Bhagawan Dalem Acarya Maha Kerti Wira Jagad Manik. Sedangkan istrinya Lilis Martini lahir kembali dengan nama Ida Shri Bhagawan Dalem Acarya Maha Kerti Wira Patni Jagad Manik.
Prof Kertia saat dihubungi, Minggu (23/10) mengatakan pilihan menjadi sulinggih yang dijalani saat ini dan ke depannya sudah menjadi panggilan niskala. Guru besar di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM ini mengaku mendapatkan panggilan jiwa untuk meningkatkan kesucian diri menjadi seorang sulinggih.
“Saya punya misi, bagaimana dunia ini bisa dipayungi oleh Dharma (kebenaran). Sehingga tercapai kesucian, kesejahteraan dan kedamaian yang diidam-idamkan semua mahluk,” ungkap Prof Kertia yang juga anggota Religion for Peace Indonesia ini. Dia juga menyoroti fenomena yang terjadi saat ini. Menurutnya konsep Tri Hita Karana yang menjadi amalan hidup masyarakat Hindu Bali, mulai mengalami ketidakseimbangan. Tiga hubungan harmonis yang dibangun antara manusia dengan Tuhan, Manusia dengan manusia serta manusia dengan alam, mulai terganggu. Sehingga mulai menimbulkan sejumlah dampak negatif di masyarakat.
“Hubungan manusia dengan alam tidak harmonis sehingga terjadi bencana alam di mana-mana. Hubungan antar manusia tidak harmonis sehingga muncul radikalisme, peperangan dan lain lain. Hubungan manusia dengan Tuhan tidak harmonis sehingga banyak masyarakat yang stres bahkan sakit jiwa. Padahal ajaran Hindu sangat jelas mengajarkan Tri Hita Karana sebagai dasar kesejahteraan dan perdamaian dunia,” ungkap alumni mahasiswa dokter umum Universitas Udayana (Unud) ini.
Dari sejumlah persoalan duniawi yang terjadi saat ini, sudah saatnya seluruh umat melakukan introspeksi diri. Dia juga mengingatkan kembali kepada umat untuk meningkatkan sradha dan bhaktinya.
Sementara itu, sebelum membulatkan tekad menjadi sulinggih, Prof Kertia sudah berkecimpung di sejumlah organisasi dan menyuarakan perdamaian. Selain menjadi dosen di UGM, saat ini prof Kertia juga sebagai governing board dari Asian Conference of Religion for Peace. Suatu perkumpulan tokoh-tokoh agama di Asia dalam mengusahakan perdamaian. Selain itu juga sebagai perwakilan umat Hindu di Indonesia sebagai anggota Religion for Peace Indonesia suatu organisasi lintas agama yang mengusahakan perdamaian. Ketua Gita Santih Nusantara dan penasehat Gotra Pengusada Provinsi Bali. *k23
1
Komentar