Kasus Gigitan Anjing Melonjak
Dari 6.026 kasus gigitan yang dilaporkan sejak awal 2022 tersebut, sebanyak 8 orang meninggal dunia.
SINGARAJA, NusaBali
Kasus gigitan anjing rabies di Buleleng semakin mengkhawatirkan. Hal itu tercermin dari jumlah kasus Gigitan Hewan Penyebar Rabies (GHPR) yang meningkat. Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng mencatat, sejak awal tahun 2022 hingga menjelang tutup tahun tercatat ada 6.026 kasus gigitan.
Kepala Dinas Kesehatan Buleleng dr Sucipto mengatakan, dari ribuan kasus gigitan yang dilaporkan tersebut, sebanyak 8 orang dinyatakan meninggal dunia. Rata-rata korban gigitan anjing yang meninggal dunia lantaran terlambat diberikan vaksin anti rabies (VAR).
Berdasarkan data yang dihimpun, kasus GHPR mengalami peningkatan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Pada tahun 2020 lalu kasus GHPR terjadi sebanyak 3.693 kasus, dan pada tahun 2021 mengalami penurunan GHPR hingga sebanyak 2.487 kasus. Lonjakan kasus terjadi pada tahun 2022 ini yang hingga Oktober sudah tercatat 6.026 kasus.
"Kasus gigitan anjing paling tinggi terjadi di tahun 2022 yakni pada bulan Juni yakni ada sebanyak 908 kasus," kata dr Sucipto, Minggu (6/11).
Dengan aanya lonjakan kasus ini pemerintah terus mengintensifkan penggunaan VAR. Di Buleleng sendiri saat ini tersedia sebanyak 315 vial tersebar di 23 Rabies Center. Kemudian pada 2 November 2022 lalu Buleleng mendapat sebanyak 1.300 vial VAR tambahan dari pengadaan, sehingga total yang ada 1.615 vial. "VAR diperkirakan cukup sampai minggu kedua Desember 2022," ujarnya.
Di sisi lain, Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng juga melakukan sejumlah langkah untuk menekan potensi terjadinya kasus GHPR. Di antaranya dengan memberikan sosialisasi melalui ke masyarakat serta uji oral rabies vaksin (ORV) bersama Kementerian Pertanian RI, dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali.
Selain itu, Dinas Pertanian Buleleng menggalakan vaksinasi menyasar anjing khususnya yang menjadi peliharaan warga terutama wilayah yang masuk zona merah kasus penularan virus rabies. Hal ini untuk menekan kasus gigitan anjing yang berpotensi menularkan rabies.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng, Made Sumiarta mengakui, kasus gigitan anjing masih banyak terjadi tidak lepas karena populasi anjing di Buleleng yang terbilang tinggi. Sementara di sisi lain pemeliharaan anjing di masyarakat masih belum maksimal, karena anjing peliharaan dibiarkan hidup liar. Kondisi ini bisa saja memicu anjing terjangkit virus rabies.
"Dari pengamatan kami di lapangan memang masih ada anjing yang dibiarkan hidup liar, sehingga ini berpotensi hewan peliharaan itu terjangkit rabies," katanya. Banyaknya populasi anjing liar ini juga membuat pihaknya kerap kesulitan menelusuri keberadaan anjing ketika terjadi gigitan.
Bahkan, dari kasus gigitan hingga menelan korban jiwa, anjing yang menggigit tersebut juga kerap lebih dahulu dieliminasi. Ini juga membuat petugas kesulitan memastikan apakah anjing yang menggigit tersebut apakah terjangkit rabies atau tidak.
Namun demikian, Dinas Pertanian Buleleng tetap melakukan pencegahan untuk menekan kasus gigitan anjing yang menularkan rabies dengan vaksinasi. Agar vaksin anjing rabies tepat sasaran, maka pihaknya menerapkan skema vaksinasi anjing rabies yang memprioritaskan daerah yang masuk zona merah kasus rabies.
"Ketika ada gigitan, kami kesulitan telusuri apakah anjingnya positif rabies atau tidak karena anjingnya dieliminasi lebih awal. Kondisi ini menyebabkan penelusuran kami di lapangan terputus," imbuh Sumiarta. *mz
Kepala Dinas Kesehatan Buleleng dr Sucipto mengatakan, dari ribuan kasus gigitan yang dilaporkan tersebut, sebanyak 8 orang dinyatakan meninggal dunia. Rata-rata korban gigitan anjing yang meninggal dunia lantaran terlambat diberikan vaksin anti rabies (VAR).
Berdasarkan data yang dihimpun, kasus GHPR mengalami peningkatan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Pada tahun 2020 lalu kasus GHPR terjadi sebanyak 3.693 kasus, dan pada tahun 2021 mengalami penurunan GHPR hingga sebanyak 2.487 kasus. Lonjakan kasus terjadi pada tahun 2022 ini yang hingga Oktober sudah tercatat 6.026 kasus.
"Kasus gigitan anjing paling tinggi terjadi di tahun 2022 yakni pada bulan Juni yakni ada sebanyak 908 kasus," kata dr Sucipto, Minggu (6/11).
Dengan aanya lonjakan kasus ini pemerintah terus mengintensifkan penggunaan VAR. Di Buleleng sendiri saat ini tersedia sebanyak 315 vial tersebar di 23 Rabies Center. Kemudian pada 2 November 2022 lalu Buleleng mendapat sebanyak 1.300 vial VAR tambahan dari pengadaan, sehingga total yang ada 1.615 vial. "VAR diperkirakan cukup sampai minggu kedua Desember 2022," ujarnya.
Di sisi lain, Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng juga melakukan sejumlah langkah untuk menekan potensi terjadinya kasus GHPR. Di antaranya dengan memberikan sosialisasi melalui ke masyarakat serta uji oral rabies vaksin (ORV) bersama Kementerian Pertanian RI, dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali.
Selain itu, Dinas Pertanian Buleleng menggalakan vaksinasi menyasar anjing khususnya yang menjadi peliharaan warga terutama wilayah yang masuk zona merah kasus penularan virus rabies. Hal ini untuk menekan kasus gigitan anjing yang berpotensi menularkan rabies.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng, Made Sumiarta mengakui, kasus gigitan anjing masih banyak terjadi tidak lepas karena populasi anjing di Buleleng yang terbilang tinggi. Sementara di sisi lain pemeliharaan anjing di masyarakat masih belum maksimal, karena anjing peliharaan dibiarkan hidup liar. Kondisi ini bisa saja memicu anjing terjangkit virus rabies.
"Dari pengamatan kami di lapangan memang masih ada anjing yang dibiarkan hidup liar, sehingga ini berpotensi hewan peliharaan itu terjangkit rabies," katanya. Banyaknya populasi anjing liar ini juga membuat pihaknya kerap kesulitan menelusuri keberadaan anjing ketika terjadi gigitan.
Bahkan, dari kasus gigitan hingga menelan korban jiwa, anjing yang menggigit tersebut juga kerap lebih dahulu dieliminasi. Ini juga membuat petugas kesulitan memastikan apakah anjing yang menggigit tersebut apakah terjangkit rabies atau tidak.
Namun demikian, Dinas Pertanian Buleleng tetap melakukan pencegahan untuk menekan kasus gigitan anjing yang menularkan rabies dengan vaksinasi. Agar vaksin anjing rabies tepat sasaran, maka pihaknya menerapkan skema vaksinasi anjing rabies yang memprioritaskan daerah yang masuk zona merah kasus rabies.
"Ketika ada gigitan, kami kesulitan telusuri apakah anjingnya positif rabies atau tidak karena anjingnya dieliminasi lebih awal. Kondisi ini menyebabkan penelusuran kami di lapangan terputus," imbuh Sumiarta. *mz
Komentar