Ragam Kesenian Terinspirasi Konsep Kerta Masa
DENPASAR, NusaBali
Konsep Kerta Masa diambil dari sebuah istilah dalam kehidupan sosial masyarakat Bali agraris.
Kerta Masa adalah sebuah kondisi di mana masyarakat hidup teratur, makmur dengan pangan yang berlimpah dan bahagia dalam balutan seni dan keindahan.
Adalah Yayasan Penggak Men Mersi kembali berkolaborasi dengan kelompok seni, sanggar komunitas di Bali yang menampilkan garapan, bernuansa kesenian rakyat agraris. Garapan seni ini menampilkan berbagai jenis kesenian rakyat agraris seperti Jegog, Rindik, Okokan, dan Gong Suling, dikemas sedemikian rupa untuk menerjemahkan gagasan Kerta Masa, yang disuguhkan dalam Festival Pangan Lokal 2022, di Lapangan Timur Lapangan Puputan Margarana, Niti Mandala, Denpasar, Jumat (4/11) malam.
Garapan yang melibatkan kurang lebih 75 orang, berdurasi 90 menit , menghadirkan Sanggar Gumiart, Sekaa Gong Suling Gita Semara, Sekaa Okokan Sanggar Seni Kebo Iwa, Haridwipa Gamelan, dan Sekaa Jegog dan Rindik Gora Yowana Jembrana.
Kadek Wahyudita selaku koordinator pertunjukan mengungkapkan, garapan seni yang mengimplentasikan pertanian, di mana sektor agraris inilah yang menjadi sumber pangan yang menghidupi masyarakat Bali.
“Pertanian adalah ibu dari kebudayaan masyarakat Bali. Pertanian melahirkan tata cara yang menjadi lelaku masyarakat Bali untuk senantiasa hidup harmonis bersama alam,” kata Wahyudita yang juga Kelian Penggak Men Mersi.
Ia melanjutkan, berkah kesuburan alam dan hasil panen yang berlimpah melahirkan wujud syukur yang diekspresikan dengan puspa ragam keindahan dalam bentuk seni musik dan tari. “Inilah Kerta Masa, sebuah nilai adiluhung yang hingga kini eksis dalam kehidupan sosial masyarakat Bali. Kerta ikang Jagad, Rahayu ikang Rat," ucapnya.
Wahyudita menekankan, garapan ini, merupakan aktualisasi agraris mengantarkan pada sentuhan pertanian menjadi esensi bermakna ganda. Realita pertanian nyata berbentur modernisasi dan interpretasi manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam serta manusia dengan manusia menjadi sisi, gelap, dan terang. “Kenyataan kesejahtaraan menuju pangan jasmani rohani seimbang di era globalisasi menjadi pesan musik teatrikal pelestarian pertanian ini,” tandasnya.
Malam itu, penampilan garapan tari energik, inovatif menghibur oleh Sanggar Gumiart diiringi gamelan Gong Suling 'Ngapat'. Ngapat merupakan sebuah karya yang terinspirasi dari sasih kapat (musim semi) di mana bunga-bunga sedang bermekaran. Pada musim inilah para seniman dan pujangga mendekatkan diri pada alam untuk melahirkan karya seni yang bermutu. Ngapat dalam konteks karya ini menggambarkan keceriaan masyarakat agraris menikmati keindahan alam dan melimpahnya anugerah hasil pertanian.
Kemudian, ditampilkan kesenian Okokan dan Tektekan yang merupakan kesenian khas Kabupaten Tabanan. Kesenian ini awalnya termasuk ke dalam kesenian sakral yang dipentaskan saat pertanian mengalami gagal panen atau pertanian diserang oleh hama. Kesenian ini dipentaskan untuk memohon ke hadapan ibu pertiwi agar segala musibah dan penyakit yang yang melanda pertanian dilenyapkan.
Berikutnya sebagai sajian pamungkas pengunjung dimanjakan sajian kesenian Jegog yang membawakan tari 'Luihing Paksi' dan tari Joged. Tari Luihing Paksi adalah sebuah tari kreasi yang menggambarkan tentang Jalak Bali sebagai ikon Bali Barat. Tari ini ditarikan oleh tiga orang gadis dengan iringan gamelan Jegog. Sedangkan tari Joged tak kalah serunya, dua penari tampil sekaligus menghibur penonton dengan berjoget di atas panggung. *cr78
1
Komentar