Utang Macet di Pinjol Tembus Rp5 T
Didominasi kalangan gen z dan milenial dengan jumlah rekening penerima 349 ribu.
JAKARTA, NusaBali
Utang atau pinjaman macet di perusahaan fintech alias pinjol mencapai lebih dari Rp5,09 triliun per September 2022. Berdasarkan statistik fintech yang dilansir CNNIndonesia.com dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pinjaman tidak lancar atau menunggak 30-90 hari mencapai Rp3,6 triliun. Sedangkan, pinjaman macet di atas 90 hari sebesar Rp1,49 triliun.
Pinjaman tidak lancar tersebut berasal dari 1,92 juta rekening perorangan penerima pinjol dan 233 badan usaha. Sementara, pinjaman macet berasal lebih dari 503 ribu rekening penerima pinjol.
Dari jumlah tersebut, penerima pinjol laki-laki dan perempuan nyaris sebanding. Namun, dari sisi usia, pinjaman tak lancar terbanyak berasal dari kalangan gen z dan milenial, yakni 19-34 tahun, dengan jumlah rekening penerima pinjol sebanyak 1,28 juta dan outstanding Rp2,17 triliun.
Serupa, pinjaman macet terbanyak juga didominasi oleh kalangan gen z dan milenial dengan jumlah rekening penerima sebanyak 349 ribu dan outstanding pinjaman Rp902,28 miliar.
Adapun, total outstanding pinjaman, lancar maupun macet, mencapai Rp48 triliun per September 2022 atau meroket 56 persen dibandingkan periode Januari 2022 yang sebesar Rp31,21 triliun.
Dari jumlah itu, tercatat 17,63 juta rekening penerima pinjol yang terdiri dari 16,33 juta perorangan dan 1,34 juta badan usaha.
Tingkat Keberhasilan Pengembalian (TKB) atau rasio pengembalian pinjaman sendiri tercatat turun dari 97,11 persen pada Agustus 2022 menjadi 96,93 persen per September 2022.
Kerugian Naik
Kemudian soal kerugian, yang ditanggung perusahaan financial technology ini semakin besar. Hingga September 2022, perusahaan pinjol rugi Rp142,13 miliar. Kerugian tersebut tercatat naik 780 persen dibandingkan Januari 2022 yang hanya sebesar Rp16,14 miliar.
Kerugian perusahaan pinjol tersebut terus meningkat. Namun, sudah melewati puncaknya, yakni pada Mei 2022 sebesar Rp169,27 miliar. Kerugian terbesar perusahaan pinjol mulai menurun sejak saat itu, tetapi masih tetap 'selangit' pada Juni dan Juli 2022, yakni masing-masing sebesar Rp146,23 miliar dan Rp145,65 miliar.
Dalam laporan tersebut tercantum jumlah pendapatan operasional perusahaan pinjol lebih kecil daripada jumlah beban operasional. Begitu pula dengan jumlah pendapatan non operasionalnya yang lebih sedikit ketimbang beban non operasional.
Dari sisi operasional, misalnya, utamanya dari beban pemasaran dan periklanan, beban pengembangan dan pemeliharaan TI, beban keuangan, dan beban kerja sama.
Sementara, dari sisi non operasional, beban bunga atau distribusi bagi hasil meningkat, termasuk juga beban administrasi bank, dan rugi selisih kurs.
Data tersebut berasal dari kinerja 102 perusahaan pinjol yang terdaftar dan diawasi oleh OJK, yang terdiri dari 95 pinjol konvensional dan 7 pinjol syariah.
Secara keseluruhan, total aset perusahaan pinjol mencapai Rp5,11 triliun, dengan total liabilitas mencapai Rp2,27 triliun dan ekuitas Rp2,83 triliun. *
Pinjaman tidak lancar tersebut berasal dari 1,92 juta rekening perorangan penerima pinjol dan 233 badan usaha. Sementara, pinjaman macet berasal lebih dari 503 ribu rekening penerima pinjol.
Dari jumlah tersebut, penerima pinjol laki-laki dan perempuan nyaris sebanding. Namun, dari sisi usia, pinjaman tak lancar terbanyak berasal dari kalangan gen z dan milenial, yakni 19-34 tahun, dengan jumlah rekening penerima pinjol sebanyak 1,28 juta dan outstanding Rp2,17 triliun.
Serupa, pinjaman macet terbanyak juga didominasi oleh kalangan gen z dan milenial dengan jumlah rekening penerima sebanyak 349 ribu dan outstanding pinjaman Rp902,28 miliar.
Adapun, total outstanding pinjaman, lancar maupun macet, mencapai Rp48 triliun per September 2022 atau meroket 56 persen dibandingkan periode Januari 2022 yang sebesar Rp31,21 triliun.
Dari jumlah itu, tercatat 17,63 juta rekening penerima pinjol yang terdiri dari 16,33 juta perorangan dan 1,34 juta badan usaha.
Tingkat Keberhasilan Pengembalian (TKB) atau rasio pengembalian pinjaman sendiri tercatat turun dari 97,11 persen pada Agustus 2022 menjadi 96,93 persen per September 2022.
Kerugian Naik
Kemudian soal kerugian, yang ditanggung perusahaan financial technology ini semakin besar. Hingga September 2022, perusahaan pinjol rugi Rp142,13 miliar. Kerugian tersebut tercatat naik 780 persen dibandingkan Januari 2022 yang hanya sebesar Rp16,14 miliar.
Kerugian perusahaan pinjol tersebut terus meningkat. Namun, sudah melewati puncaknya, yakni pada Mei 2022 sebesar Rp169,27 miliar. Kerugian terbesar perusahaan pinjol mulai menurun sejak saat itu, tetapi masih tetap 'selangit' pada Juni dan Juli 2022, yakni masing-masing sebesar Rp146,23 miliar dan Rp145,65 miliar.
Dalam laporan tersebut tercantum jumlah pendapatan operasional perusahaan pinjol lebih kecil daripada jumlah beban operasional. Begitu pula dengan jumlah pendapatan non operasionalnya yang lebih sedikit ketimbang beban non operasional.
Dari sisi operasional, misalnya, utamanya dari beban pemasaran dan periklanan, beban pengembangan dan pemeliharaan TI, beban keuangan, dan beban kerja sama.
Sementara, dari sisi non operasional, beban bunga atau distribusi bagi hasil meningkat, termasuk juga beban administrasi bank, dan rugi selisih kurs.
Data tersebut berasal dari kinerja 102 perusahaan pinjol yang terdaftar dan diawasi oleh OJK, yang terdiri dari 95 pinjol konvensional dan 7 pinjol syariah.
Secara keseluruhan, total aset perusahaan pinjol mencapai Rp5,11 triliun, dengan total liabilitas mencapai Rp2,27 triliun dan ekuitas Rp2,83 triliun. *
Komentar