Yayasan Puri Kauhan Ubud Gelar Pentas Seni Ghurnita Samudra Murti
Bangkitkan Kesadaran Menjaga Laut sebagai Sumber Kehidupan
Yayasan Puri Kauhan Ubud membuat langkah kecil pemuliaan air dari hulu, tengah hingga hilir. Membuka kesadaran masyarakat tentang air sebagai sumber kehidupan, penyembuh peradaban.
GIANYAR, NusaBali
Yayasan Puri Kauhan Ubud menggelar pentas seni Ghurnita Samudra Murti rangkaian program Arnawa Maha Amreta, ‘Laut sebagai Sumber Kehidupan’, di gedung serbaguna kawasan pesisir halaman Pura Dalem Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Sabtu (12/11) malam. Pentas seni ini dapat dimaknai sebagai intensi pangruwatan kesadaran untuk menjaga kesucian laut.
Ghurnita berarti alunan melodi. Samudra berarti lautan, dan Murti berarti penyatuan. Ghurnita Samudra Murti dapat dimaknai sebagai alunan melodi dengan pengolahan yang tidak merujuk kepada satu konsep musik dan menjadikannya menyatu dalam rangkaian harmoni dan juga disharmoni.
Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud AAGN Ari Dwipayana mengatakan, pemuliaan terhadap laut sangat penting dalam sistem kepercayaan dan laku masyarakat Bali. Masyarakat Bali melihat laut sebagai satu kesatuan hidrologis dengan gunung. Nyegara-Gunung, apa yang dilakukan di gunung akan berdampak di laut. Pelestarian atau sebaliknya perusakan laut akan berakibat besar pada kehidupan di gunung. Namun, laut yang menjanjikan kehidupan, kini juga terancam.
“Laut sudah menjadi tempat pembuangan sampah raksasa. Banjir yang terjadi membawa batang-batang kayu, nelayan semakin kalah karena kehadiran kapal pukang, anak muda berhenti melaut, sehingga laut tidak lagi menjadi sumber Amerta,” ujar Gung Ari, sapaan AAGN Ari Dwipayana.
Di samping itu, tradisi Nyepi Segara kini tidak lagi mendapat perhatian. “Jika dirunut, masih panjang daftar kegelisahan kita. Maka dari itu kita tidak bisa berdiam diri,” imbuhnya.
Salah satu inisiatifnya, Yayasan Puri Kauhan Ubud dalam setahun terakhir membuat langkah kecil pemuliaan air dari hulu, tengah hingga hilir. Membuka kesadaran masyarakat tentang air sebagai sumber kehidupan, penyembuh peradaban.
“Di hulu kita tanam pohon, di tengah kita susuri aliran sungai Tukad Oos, melakukan konservasi air tanah dan budaya. Dan kini sampai di hilir sebagai muaranya Tukad Oos. Perjalanan dari hulu ke hilir memantapkan kami, bahwa di masa lalu kita sudah diwarisi konsep luar biasa Nyegara Gunung,” tutur Gung Ari.
Dijelaskannya, pentas seni ini dapat dimaknai sebagai alunan melodi merespons semesta dengan menggabungkan berbagai aliran seni musik dalam sebuah orkestra. Kolaborasi ini sebagai intensi pangruwatan kesadaran untuk menjaga kesucian laut.
Orkestra semesta ini menampilkan kisah yang terinspirasi dari upacara Nangluk Merana. Upacara ini mengandung pesan bahwa Ida Bhatara Baruna penguasa laut dan samudra menebar penderitaan sasab merana karena manusia mengotori lautan dengan bangkai, sampah, dan limbah.
“Dengan Nangluk Merana kita diajak untuk selalu menjaga kesucian laut sebagai sumber kehidupan dan penyembuhan peradaban,” jelas Gung Ari.
Ghurnita Samudra Murti menampilkan kolaborasi apik dari gamelan Yuganada, Ayu Laksmi, Aliens Child, Bhumi Bajra, dan Wayang Sunar.
Pentas seni Ghurnita Samudra Murti turut disaksikan oleh Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Kelautan, Rektor Perguruan Tinggi se-Bali, Bupati/Walikota, Panglingsir Puri, serta undangan terkait.
Dalam sambutannya, MenkopUKM Teten Masduki mengapresiasi kepedulian sahabatnya, Gung Ari Dwipayana, terhadap alam Bali, khususnya dalam hal pemuliaan air. *nvi
Ghurnita berarti alunan melodi. Samudra berarti lautan, dan Murti berarti penyatuan. Ghurnita Samudra Murti dapat dimaknai sebagai alunan melodi dengan pengolahan yang tidak merujuk kepada satu konsep musik dan menjadikannya menyatu dalam rangkaian harmoni dan juga disharmoni.
Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud AAGN Ari Dwipayana mengatakan, pemuliaan terhadap laut sangat penting dalam sistem kepercayaan dan laku masyarakat Bali. Masyarakat Bali melihat laut sebagai satu kesatuan hidrologis dengan gunung. Nyegara-Gunung, apa yang dilakukan di gunung akan berdampak di laut. Pelestarian atau sebaliknya perusakan laut akan berakibat besar pada kehidupan di gunung. Namun, laut yang menjanjikan kehidupan, kini juga terancam.
“Laut sudah menjadi tempat pembuangan sampah raksasa. Banjir yang terjadi membawa batang-batang kayu, nelayan semakin kalah karena kehadiran kapal pukang, anak muda berhenti melaut, sehingga laut tidak lagi menjadi sumber Amerta,” ujar Gung Ari, sapaan AAGN Ari Dwipayana.
Di samping itu, tradisi Nyepi Segara kini tidak lagi mendapat perhatian. “Jika dirunut, masih panjang daftar kegelisahan kita. Maka dari itu kita tidak bisa berdiam diri,” imbuhnya.
Salah satu inisiatifnya, Yayasan Puri Kauhan Ubud dalam setahun terakhir membuat langkah kecil pemuliaan air dari hulu, tengah hingga hilir. Membuka kesadaran masyarakat tentang air sebagai sumber kehidupan, penyembuh peradaban.
“Di hulu kita tanam pohon, di tengah kita susuri aliran sungai Tukad Oos, melakukan konservasi air tanah dan budaya. Dan kini sampai di hilir sebagai muaranya Tukad Oos. Perjalanan dari hulu ke hilir memantapkan kami, bahwa di masa lalu kita sudah diwarisi konsep luar biasa Nyegara Gunung,” tutur Gung Ari.
Dijelaskannya, pentas seni ini dapat dimaknai sebagai alunan melodi merespons semesta dengan menggabungkan berbagai aliran seni musik dalam sebuah orkestra. Kolaborasi ini sebagai intensi pangruwatan kesadaran untuk menjaga kesucian laut.
Orkestra semesta ini menampilkan kisah yang terinspirasi dari upacara Nangluk Merana. Upacara ini mengandung pesan bahwa Ida Bhatara Baruna penguasa laut dan samudra menebar penderitaan sasab merana karena manusia mengotori lautan dengan bangkai, sampah, dan limbah.
“Dengan Nangluk Merana kita diajak untuk selalu menjaga kesucian laut sebagai sumber kehidupan dan penyembuhan peradaban,” jelas Gung Ari.
Ghurnita Samudra Murti menampilkan kolaborasi apik dari gamelan Yuganada, Ayu Laksmi, Aliens Child, Bhumi Bajra, dan Wayang Sunar.
Pentas seni Ghurnita Samudra Murti turut disaksikan oleh Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Kelautan, Rektor Perguruan Tinggi se-Bali, Bupati/Walikota, Panglingsir Puri, serta undangan terkait.
Dalam sambutannya, MenkopUKM Teten Masduki mengapresiasi kepedulian sahabatnya, Gung Ari Dwipayana, terhadap alam Bali, khususnya dalam hal pemuliaan air. *nvi
1
Komentar