Satu Bulan Beroperasi, Performa Pasar Beringkit Masih Jauh dari Harapan
MANGUPURA, NusaBali.com – Sejak dibuka kembali pada 9 Oktober 2022 lalu pasca penutupan akibat penyebaran wabah penyakit mulut dan kuku (PMK), performa unit Perumda Pasar dan Pangan Mangu Giri Sedana (MGS) itu masih jauh dari harapan.
Pada hari pertama pembukaan di hari Minggu tersebut, sapi yang masuk ke dalam sirkulasi Unit Pasar Hewan Beringkit berada di angka 87 ekor. Jumlah tersebut jauh di bawah angka normal pada masa pandemi yakni sekitar 750-800 ekor per hari.
Menurut Direktur Utama Perumda Pasar dan Pangan MGS, I Made Sukantra, performa yang masih ngos-ngosan ini salah satunya diakibatkan oleh informasi mengenai mobilitas hewan rentak PMK yang masih simpang siur. Oleh karena itu, para pertani dan saudagar sapi masih melakukan ‘wait and see’ sembari memenuhi persyaratan perjalanan ternak antarkabupaten/kota maupun provinsi.
“Sampai pada operasional terakhir Minggu (13/11/2022), ada sekitar 400 ekor sapi yang masuk ke pasar. Angka itu sekitar 50 persen dari angka normal selama pandemi ini,” ujar Sukantra dijumpai Selasa (15/11/2022) di ruang kerjanya.
Dengan demikian, perputaran uang di Pasar Hewan Beringkit pasca PMK pun ekuivalen dengan penurunan sirkulasi sapi tersebut. Satu ekor sapi yang masuk ke dalam pasar dikenakan iuran senilai Rp 50.000. Setiap satu ekor sapi yang berhasil terjual dikenakan iuran tambahan senilai Rp 35.000.
Sukantra mengatakan bahwa rata-rata sapi yang masuk ke dalam pasar dipastikan laku dengan persentase 99 persen. Oleh karena itu, hingga operasional terakhir pada hari Minggu tersebut, Perumda MGS diasumsikan berhasil menarik pemasukan sekitar Rp 34 juta.
Menurut birokrat asal Bukit Jimbaran, Kuta Selatan, ini sirkulasi sapi di Pasar Beringkit sudah mengalami tren penurunan sejak tahun 2000. Pada era sebelum milenium itu, jumlah sapi yang masuk ke pasar dapat mencapai 1.000-5.000 ekor. Jumlah tersebut kemudian menurun ke angka 900 dan selama pandemi kembali menurun ke angka 750-800 ekor.
Namun pasca PMK mewabah, sirkulasi sapi di pasar hewan terbesar di Pulau Bali ini lagi-lagi menurun hingga di bawah 100 ekor meskipun saat ini sudah berada di angka 400 ekor.
Selain karena persyaratan perjalanan hewan rentak PMK yang masih membuat sebagian petani dan saudagar malas mengurus, pengetatan lalu lintas hewan rentan PMK antarpulau pun jadi satu tantangan. Sejak awal pengetatan lalu lintas antar pulau ini, Pasar Hewan Beringkit sebenarnya sudah mengalami dampaknya yakni sebelum Idul Adha tahun 2022 lalu.
“Ke depan ini sudah harus dipikirkan bisa tidak Pasar Beringkit ini eksis sebagai hub perniagaan sapi Bali. Harus dipikirkan pula apa peruntukan sapi yang kita kirim ke luar Bali. Kalau memang untuk dipotong, mengapa tidak kita potong di sini saja karena Badung punya Rumah Potong Hewan (RPH) yang bagus,” tutur Sukantra.
Selain itu, Sukantra juga berharap apabila memungkinkan skema perniagaan sapi Bali ini bisa dikembangkan lagi. Alih-alih hanya menjadi perantara tempat pertemuan petani dan saudagar sapi, Perumda MGS ingin menjadi mitra petani yang didukung pemerintah daerah maupun investor.
Bentuk kemitraan tersebut misalnya petani bertugas untuk melakukan pemeliharaan dan penggemukan dengan kontrak yang diawasi Perumda, Pemda, maupun investor. Kemudian, diserap Perumda atau investor untuk dibawa ke RPH. Setelah menjadi produk daging lantas daging sapi Bali tersebut dapat disalurkan ke hotel-hotel di Badung.
Dengan demikian, nilai tambah daging sapi Bali berada di wilayah sendiri. Ini lebih baik daripada yang masih hidup dijual lebih murah ke luar pulau. Di mana, pada akhirnya daging sapi Bali tersebut dipasok lebih mahal untuk dijual kembali dari luar pulau ke Bali.
“Ini juga sejalan dengan komitmen Bapak Bupati (Giri Prasta) dengan program ‘Bangga Menjadi Petani’ sehingga petani juga terbantu apabila gagasan ini dapat dilaksanakan,” tandas Sukantra. *rat
Komentar