Cadangan beras pemerintah tinggal 650 ribu ton
JAKARTA, NusaBali
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengakui kesulitan melakukan pengadaan beras untuk cadangan pemerintah (CBP).
Apalagi, kata dia, saat ini ketersediaan di pasar dan produsen juga menipis. "Kita ditugaskan untuk cadangan pangan nasional 1,2 juta ton beras sampai akhir tahun. Yang pasti tidak akan mungkin terpenuhi," kata Buwas saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI bersama Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), seperti dilansir CNBCIndonesia.com, Rabu (16/11).
Saat ini, kata Buwas, cadangan beras pemerintah di Bulog tinggal tersisa 650-an ribu ton. Dia menjelaskan, pemerintah sebelumnya sudah memberlakukan fleksibilitas harga untuk memacu pengadaan beras Bulog. Dengan harga beras Rp8.800 per kg, lebih mahal dari harga pembelian pemerintah (HPP) Rp8.300 per kg.
"Tapi, begitu dikasih fleksibilitas harga Rp8.800, kita dikunci Rp8.900. Jadi, tetap saja nggak bisa beli. Nanti jadi inflasi," kata Buwas.
Akhirnya, kebijakan fleksibilitas harga dicabut dan Bulog diperintahkan melakukan pengadaan dengan membeli beras komersial.
"Kita nggak kebagian (dengan fleksibilitas harga beras yang sudah di bawah harga pasar). Kita diminta beli beras komersial yang nggak ada batasnya, mengikuti harga pasar. Itu pun sulit, barang terbatas," ujarnya.
Buwas mengungkapkan, pihaknya sebenarnya telah mengumpulkan mitra dan penggilingan beras yang bersedia memasok 500 ribu ton beras hingga Desember nanti.
"Tapi, sampai saat ini kami hanya mampu beli 92 ribu ton. Memang barang sudah nggak ada," kata Buwas. Merespons pernyataan tersebut, Ketua Komisi IV DPR Sudin mempertanyakan keberadaan beras sebanyak 100 ribu ton di Indramayu dan 600 ribu ton di Lampung. Angka itu menurut Sudin adalah data yang disampaikan Kementerian Pertanian (Kementan).
"Kata yang di Ragunan (Kementan) bilang ada 100 ribu ton di Indramayu dan panen 600 ribu ton di Lampung?," kata Sudin.
Buwas mengungkapkan klaim tersebut tidak ada di lapangan. "Kami sudah konfirmasi, langsung turun ke lapangan. Yang di Indramayu cuma 20 ton, bukan 200 ton bukan 100 ribu ton, tidak ada. Kami melakukan pengecekan lapangan," katanya.
"Kami juga sudah konfirmasi, turun langsung ke Lampung, ke Gubernur sampai Kapolda, yang 600 ribu ton nggak ada," tambah Buwas.
Padahal, imbuh dia, setidaknya Bulog harus bisa mengadakan stok 200 ribu ton bulan ini untuk menjamin ketersediaan pangan pemerintah. Meski harus dengan pembelian komersial, yang juga sudah sulit direalisasikan.
"Memang kita harus ambil upaya dan langkah lainnya untuk antisipasi jangan sampai cadangan pangan negara kekurangan. Apalagi kita menghadapi anomali cuaca, sehingga produktivitas pertanian turun, khususnya gabah/ padi. Ini harus kita sadari," kata Buwas.
"Dengan kenaikan harga semakin meningkat ini, kalau terus kami paksakan dengan komersial, kegiatan pemenuhan kebutuhan masyarakat ini tidak akan berpengaruh menekan inflasi. Akan naik terus," tambah Buwas.
Kalau pun Indonesia harus mengimpor beras, kata Buwas, pemerintah harus bergerak cepat. Di tengah tren global saat ini, di mana ada keterbatasan kapal, penguatan dolar AS, hingga pembatasan ekspor pertanian oleh negara-negara.
"Kalau terlambat ambil keputusan akan memicu masalah," kata Buwas. Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menjelaskan, saat kebijakan fleksibilitas harga diberlakukan per September 2022, justru memicu kenaikan harga beras.
"Karena itu, dengan konsultasi bersama para Menteri dan Bulog, kami mencabut fleksibilitas harga. Sekarang dengan pembelian komersial," kata Arief.
"Karena itu, saat ini, porsi stok beras di Bulog, untuk yang CBP (cadangan beras pemerintah) dan komersial ada perubahan. Porsi komersial kini bertambah jadi 20,75%," pungkas Arief. *
1
Komentar