Beh, Penyuluh Temukan Lontar Dikarungi
Identifikasi Lontar di Kelurahan Banjar Bali, Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Penyuluh Bahasa Bali di Buleleng kembali mengidentifikasi lontar untuk kesekian kalinya. Selasa (9/5), belasan penyuluh mengidentifikasi lontar di Kecamatan Buleleng, dengan memenuhi rumah Komang Suwitra,67, warga Kelurahan Banjar Bali, Kecamatan/Kabupaten Buleleng.
Dari belasan cakep lontar ditemukan, sebagian disimpan dalam karung beras, hingga puluhan lembar lontar rusak parah. Koordinator Konservasi Lontar Kabupaten Buleleng Ida Bagus Ari Wijaya yang ditemui di rumah Suwitra, mengatakan kerusakan puluhan lembar lontar itu sangat parah. Mulai dari dari compang-camping dimakan tikus, patah dan perputus menjadi bagian kecil-kecil. “Dari identifikasi awal kami ada 14 cakep lontar di sini, namun banyak yang rusak karena penyimpananya yang salah, disimpan dalam karung,” ujar dia.
Kerusakan lontar itu pun, disebutnya, terjadi karena kondisi lontar terlalu kering sehingga mudah patah. Kerusakan tersebut pun membuat beberapa cakep lontar menjadi tidak lengkap termasuk tidak ditemukannya tahun pembuatan, judul lontar dan banyak halaman yang hilang.
Padahal dari identifikasi awal lontar-lontar tersebut ditemukan sejumlah lontar umum yang merupakan naskah populer. Antara lain, naskah wariga yang banyak ditemui di masyarakat dan perpustakaan-perpustakaan daerah maupun di perpustakaan kajian lontar. Selain lontar wariga, pihaknya juga menemukan lontar Basa Ekalawya, Cantaka Parwa, Kidung Tantri dan Pangelukatan Astu Pungku. Lontar-lontar tersebut pun disebut menggunakan sejumlah bahasa seperti Jawa Kuno, Jawa Tengahan, Kawi Bali dan bahasa Bali.
Meski demikian, pihaknya mengapresiasi kesadaran warga Bali yang mulai sadar akan pentingnya keberadaan lontar dengan sikap mulai terbuka untuk melakukan perawatan lontar yang benar. Dengan upaya identifikasi oleh para penyuluh secara langsung, mereka juga akan mendapatkan ilmu bagaimana merawat dan melestarikan lontar dengan baik dan benar.
Sementara itu, pemilik lontar Komang Suwitra yang juga mantan pensiunan pegawai kampus negeri di Buleleng mengakui, dirinya tidak mengetahui secara pasti kapan lontar itu dibuat oleh leluhurnya. Seingatnya, lontar tersebut sudah ada sejak kelahiran ayahnya yang kini sudah almarhum. Karena keterbatasan kemampuan dalam membaca lontar keluarganya pun memperlakukan lontar-lontar tersebut dengan sembarangan. Seperti disimpan dalam karung, meski beberapa ada yang disimpan dalam kotak menyerupai peti.
“Keluarga kami tidak pernah membacanya dan menyimpannya begitu saja, baru dua tahun terakhir saya taruh di gedong penyimpenan,” kata dia. Pihaknya pun mulai terketuk ketika melihat pemberitaan di koran terkait identifikasi lontar. Ia yang merasa memiliki barang kuno tersebut, mencoba berkonsultasi kepada keluarganya untuk mengundang penyuluh untuk mengidentifikasi lontar yang dimiliki. Dari kesepakatan itulah ia akhirnya mengundang penyuluh ke rumahnya.
“Walaupun nanti setelah diidentifikasi kami tetap tidak bisa membaca, setidaknya kami tahu lontar apa saja yang kami miliki dan kedepannya menyimpannya dengan baik,” imbuhnya.
Terkait keberadaan lontar yang dimilikinya, pihaknya yang kini menjabat sebagai Sekretaris Desa Pakraman Buleleng, diketurunannya terdahulu yakni almarhum ayahnya, juga pernah mengemban jabatan yang sama. Namun pihaknya tidak berani memastikan apakah keberadaan lontar di keluarganya ada kaitannya dengan tugas dan amanah yang diembannya saat ini atau tidak. *k23
Dari belasan cakep lontar ditemukan, sebagian disimpan dalam karung beras, hingga puluhan lembar lontar rusak parah. Koordinator Konservasi Lontar Kabupaten Buleleng Ida Bagus Ari Wijaya yang ditemui di rumah Suwitra, mengatakan kerusakan puluhan lembar lontar itu sangat parah. Mulai dari dari compang-camping dimakan tikus, patah dan perputus menjadi bagian kecil-kecil. “Dari identifikasi awal kami ada 14 cakep lontar di sini, namun banyak yang rusak karena penyimpananya yang salah, disimpan dalam karung,” ujar dia.
Kerusakan lontar itu pun, disebutnya, terjadi karena kondisi lontar terlalu kering sehingga mudah patah. Kerusakan tersebut pun membuat beberapa cakep lontar menjadi tidak lengkap termasuk tidak ditemukannya tahun pembuatan, judul lontar dan banyak halaman yang hilang.
Padahal dari identifikasi awal lontar-lontar tersebut ditemukan sejumlah lontar umum yang merupakan naskah populer. Antara lain, naskah wariga yang banyak ditemui di masyarakat dan perpustakaan-perpustakaan daerah maupun di perpustakaan kajian lontar. Selain lontar wariga, pihaknya juga menemukan lontar Basa Ekalawya, Cantaka Parwa, Kidung Tantri dan Pangelukatan Astu Pungku. Lontar-lontar tersebut pun disebut menggunakan sejumlah bahasa seperti Jawa Kuno, Jawa Tengahan, Kawi Bali dan bahasa Bali.
Meski demikian, pihaknya mengapresiasi kesadaran warga Bali yang mulai sadar akan pentingnya keberadaan lontar dengan sikap mulai terbuka untuk melakukan perawatan lontar yang benar. Dengan upaya identifikasi oleh para penyuluh secara langsung, mereka juga akan mendapatkan ilmu bagaimana merawat dan melestarikan lontar dengan baik dan benar.
Sementara itu, pemilik lontar Komang Suwitra yang juga mantan pensiunan pegawai kampus negeri di Buleleng mengakui, dirinya tidak mengetahui secara pasti kapan lontar itu dibuat oleh leluhurnya. Seingatnya, lontar tersebut sudah ada sejak kelahiran ayahnya yang kini sudah almarhum. Karena keterbatasan kemampuan dalam membaca lontar keluarganya pun memperlakukan lontar-lontar tersebut dengan sembarangan. Seperti disimpan dalam karung, meski beberapa ada yang disimpan dalam kotak menyerupai peti.
“Keluarga kami tidak pernah membacanya dan menyimpannya begitu saja, baru dua tahun terakhir saya taruh di gedong penyimpenan,” kata dia. Pihaknya pun mulai terketuk ketika melihat pemberitaan di koran terkait identifikasi lontar. Ia yang merasa memiliki barang kuno tersebut, mencoba berkonsultasi kepada keluarganya untuk mengundang penyuluh untuk mengidentifikasi lontar yang dimiliki. Dari kesepakatan itulah ia akhirnya mengundang penyuluh ke rumahnya.
“Walaupun nanti setelah diidentifikasi kami tetap tidak bisa membaca, setidaknya kami tahu lontar apa saja yang kami miliki dan kedepannya menyimpannya dengan baik,” imbuhnya.
Terkait keberadaan lontar yang dimilikinya, pihaknya yang kini menjabat sebagai Sekretaris Desa Pakraman Buleleng, diketurunannya terdahulu yakni almarhum ayahnya, juga pernah mengemban jabatan yang sama. Namun pihaknya tidak berani memastikan apakah keberadaan lontar di keluarganya ada kaitannya dengan tugas dan amanah yang diembannya saat ini atau tidak. *k23
1
Komentar