Ogah HGB, Warga Gilimanuk Tuntut SHM
Pemberian HGB hingga 80 tahun menjadi opsi agar Pemkab sebagai pemegang HPL atas tanah negara di Gilimanuk tidak kehilangan aset Pendapatan Asli Daerah (PAD).
NEGARA, NusaBali
Keinginan warga Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Jembrana, untuk memperoleh sertifikat hak milik (SHM) atas tanah hak pengelolaan lahan (HPL) di Gilimanuk, belum mendapat keputusan resmi. Belakangan dari Pemerintah Pusat memberi saran ke pihak Pemkab Jembrana agar warga Gilimanuk diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) di tanah HPL tersebut. Namun warga sendiri menolak saran tersebut, dan tetap mendesak agar diberikan SHM.
Hal itu terungkap dalam pertemuan Pansus 3 DPRD Jembrana bersama masyarakat Gilimanuk dam Pemkab Jembrana di Kantor DPRD Jembrana, Jumat (18/11) siang. Dalam pertemuan itu, disampaikan resume hasil pertemuan pihak Pemkab Jembrana dengan pihak Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) di Jakarta beberapa waktu lalu.
Seusai resume yang dibacakan oleh Kabag Hukum pada Setda Jembrana I Ketut Armita, dari Pusat menyarankan kepada Bupati dan Sekda agar memberikan solusi kepada warga Gilimanuk berupa HGB dengan perjanjian sewa murah dangan jangka waktu hingga 80 tahun.
Pemberian HGB hingga 80 tahun itu, dinilai menjadi opsi paling tepat agar Pemkab sebagai pemegang HPL atas tanah negara di Gilimanuk tidak kehilangan aset untuk sumber peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menyikapi hal itu, Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Tanah Gilimanuk (Amtag) I Gede Bangun Nusantara dan beberapa warga Gilimanuk, menyatakan menolak ketika mengikuti saran Pusat. Pihaknya menilai apa yang ditawarkan dari hasil pertemuan Pemkab dangan Pusat itu bukan merupakan solusi bagi warga Gilimanuk. Mengingat selama puluhan tahun tinggal di Gilimanuk, juga sudah ada yang memegang HGB.
"Kalau hanya HGB, bukan solusi. Ini malah kembali seperti awal. Yang kami perjuangkan adalah SHM," ujar Bangun ditemui usai pertemuan tersebut.
Namun, Bangun menambahakan, dirinya bersama warga Gilimanuk tidak akan menyerah dan akan terus berjuang agar bisa mendapatkan SHM. Pasalnya dari Pemerintah Pusat sendiri baru sebatas memberikan saran dan belum ada rekomendasi resmi. Apalagi dirinya pun menilai bahwa Pusat memberikan sinyal bahwa keputusan tetap ada di tangan Pemkab bersama DPRD Jembrana.
Sementara Ketua Pansus 3 DPRD Jembrana I Ketut Suastika 'Cohok' mengaku, pihaknya di Pansus berusaha membantu melihat celah hukum agar aspirasi masyarakat Gilimanuk menjadi SHM. Menurutnya, ada beberapa peraturan yang menjadi celah hukum untuk membantu perjuangan warga Gilimanuk tersebut. Seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, serta Peraturan Pemerintah (PP) 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
"Dalam dua aturan itu, pemerintah bisa menyerahkan secara sukarela (lahan kepada masyarakat) dan masyarakat sebagai pemohon. Sebenarnya sudah clear bagi saya sebagai Ketua Pansus. Sehingga sekarang bagaimana kita di eksekutif dan Dewan menyikapi hal ini," ujar Cohok.
Menurut Cohok, dari hasil koordinasi ke Pusat juga ada saran agar permasalahan ini diselesaikan di tingkat bawah antara masyarakat dengan Pemkab. Sementara terkait saran kepada Pemkab untuk tetap mempertahankan HPL itu, hanyalah sebatas saran dan belum merupakan keputusan resmi. "Kalau dari kami rekomendasikan agar warga membuat surat tertulis kepada Bupati. Jika Bupati sudah setuju, tinggal proses mekanismenya seperti apa," ucapnya.
Sebelum nantinya memberikan rekomendasi Pansus kepada Bupati, Cohok mengaku, akan menggelar rapat secara internal. Mengingat tidak semua anggota Pansus memiliki keinginan yang sama. Di samping itu, juga akan diminta pandangan para ahli untuk mencarikan solusi terbaik atas persoalan tanah di Gilimanuk. *ode
Hal itu terungkap dalam pertemuan Pansus 3 DPRD Jembrana bersama masyarakat Gilimanuk dam Pemkab Jembrana di Kantor DPRD Jembrana, Jumat (18/11) siang. Dalam pertemuan itu, disampaikan resume hasil pertemuan pihak Pemkab Jembrana dengan pihak Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) di Jakarta beberapa waktu lalu.
Seusai resume yang dibacakan oleh Kabag Hukum pada Setda Jembrana I Ketut Armita, dari Pusat menyarankan kepada Bupati dan Sekda agar memberikan solusi kepada warga Gilimanuk berupa HGB dengan perjanjian sewa murah dangan jangka waktu hingga 80 tahun.
Pemberian HGB hingga 80 tahun itu, dinilai menjadi opsi paling tepat agar Pemkab sebagai pemegang HPL atas tanah negara di Gilimanuk tidak kehilangan aset untuk sumber peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menyikapi hal itu, Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Tanah Gilimanuk (Amtag) I Gede Bangun Nusantara dan beberapa warga Gilimanuk, menyatakan menolak ketika mengikuti saran Pusat. Pihaknya menilai apa yang ditawarkan dari hasil pertemuan Pemkab dangan Pusat itu bukan merupakan solusi bagi warga Gilimanuk. Mengingat selama puluhan tahun tinggal di Gilimanuk, juga sudah ada yang memegang HGB.
"Kalau hanya HGB, bukan solusi. Ini malah kembali seperti awal. Yang kami perjuangkan adalah SHM," ujar Bangun ditemui usai pertemuan tersebut.
Namun, Bangun menambahakan, dirinya bersama warga Gilimanuk tidak akan menyerah dan akan terus berjuang agar bisa mendapatkan SHM. Pasalnya dari Pemerintah Pusat sendiri baru sebatas memberikan saran dan belum ada rekomendasi resmi. Apalagi dirinya pun menilai bahwa Pusat memberikan sinyal bahwa keputusan tetap ada di tangan Pemkab bersama DPRD Jembrana.
Sementara Ketua Pansus 3 DPRD Jembrana I Ketut Suastika 'Cohok' mengaku, pihaknya di Pansus berusaha membantu melihat celah hukum agar aspirasi masyarakat Gilimanuk menjadi SHM. Menurutnya, ada beberapa peraturan yang menjadi celah hukum untuk membantu perjuangan warga Gilimanuk tersebut. Seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, serta Peraturan Pemerintah (PP) 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
"Dalam dua aturan itu, pemerintah bisa menyerahkan secara sukarela (lahan kepada masyarakat) dan masyarakat sebagai pemohon. Sebenarnya sudah clear bagi saya sebagai Ketua Pansus. Sehingga sekarang bagaimana kita di eksekutif dan Dewan menyikapi hal ini," ujar Cohok.
Menurut Cohok, dari hasil koordinasi ke Pusat juga ada saran agar permasalahan ini diselesaikan di tingkat bawah antara masyarakat dengan Pemkab. Sementara terkait saran kepada Pemkab untuk tetap mempertahankan HPL itu, hanyalah sebatas saran dan belum merupakan keputusan resmi. "Kalau dari kami rekomendasikan agar warga membuat surat tertulis kepada Bupati. Jika Bupati sudah setuju, tinggal proses mekanismenya seperti apa," ucapnya.
Sebelum nantinya memberikan rekomendasi Pansus kepada Bupati, Cohok mengaku, akan menggelar rapat secara internal. Mengingat tidak semua anggota Pansus memiliki keinginan yang sama. Di samping itu, juga akan diminta pandangan para ahli untuk mencarikan solusi terbaik atas persoalan tanah di Gilimanuk. *ode
1
Komentar