Tim Peneliti SMAN Bali Mandara Raih 2 Perak dan 1 Perunggu di FIKSI 2022
Inovatif, Ciptakan Lilin Aromaterapi Berbahan Minyak Jelantah
Ide pembuatan lilin aromaterapi berbahan minyak jelantah ini diinisiasi Anggreni dan Mirah dari banyaknya volume minyak jelantah, limbah dari dapur rumah tangga.
SINGARAJA, NusaBali
Tiga tim peneliti SMAN Bali Mandara kembali menyabet juara di tingkat nasional dalam ajang Festival Inovasi dan Kewirausahaan Siswa Indonesia (FIKSI) 2022. Dua diantaranya adalah medali perak dan satu medali perunggu. Medali tersebut didapatkan atas karya inovatif yang diciptakan melalui proses penelitian serius.
Medali perak pertama diraih oleh Luh Eka Ratnadi dan Kadek Alyawati dengan produk tas yang dikombinasikan dengan bahan-bahan alami lokal. Kemudian medali perak kedua oleh Luh Anggreni dan Ni Putu Mirah Marcelinda Angelita Putri dengan produk Soft Candle Aromatherapy (lilin aromaterapi) berbahan minyak jelantah dan medali perunggu disumbangkan oleh Syaputri Yarti dan Putu Rima Mariani dengan produk BFW (Balinese Folklore Wear), baju anak dengan cerita rakyat Bali.
Dalam ajang bergengsi ini, diikuti oleh 200 orang finalis dengan 100 judul penelitian di seluruh Indonesia. SMAN Bali Mandara berhasil mendorong 8 tim penelitinya untuk masuk ke babak final. Tiga tim diantaranya dinyatakan sebagai pemenang medali perak dan perunggu.
Salah satu pembina I Wayan Madiya mengatakan seluruh proses perlombaan yang diadakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) ini dilaksanakan sejak bulan Mei hingga pertengahan November. Seluruh proses perlombaan dilaksanakan secara daring. Babak final dilaksanakan pada tanggal 14-17 November lalu. Seluruh peserta yang masuk ke babak final, mempresentasikan hasil penelitian dan karya yang dihasilkan di hadapan dewan juri secara daring.
“Kami bersyukur kemarin dapat dua medali perak dan perunggu. Karena saat final 4 dari 8 tim kami saat presentasi mengalami kendala di jaringan internet. Ada yang saat presentasi dan tanya jawab internetnya terputus sehingga tidak dapat maksimal disampaikan ke dewan juri,” kata Madiya saat dihubungi via telepon Minggu (20/11).
Salah satu tim peneliti yang berhasil meraih medali perak, yakni tim Luh Anggreni dan Ni Putu Mirah Marcelinda Angelita Putri. Keduanya menciptakan produk Soft Candle Aromatherapy (lilin aromaterapi) berbahan minyak jelantah. Produk yang mereka hasilkan pun sudah terserap dan dipesan oleh vila-vila di daerah Kecamatan Sawan, Buleleng.
Ide pembuatan lilin aromaterapi berbahan minyak jelantah ini diinisiasi Anggreni dan Mirah dari banyaknya volume minyak jelantah, limbah dari dapur rumah tangga. Bahkan menurut hasil penelitian yang dilakukan Anggreni dan Mirah di Desa Kubutambahan, dari 3.902 KK menggunakan 1 liter minyak per minggu, dengan potensi minyak jelantah yang dihasilkan mencapai 498 liter setiap harinya.
Persoalan ini pun dinilai serius oleh keduanya. Sebab jika tidak diolah dan ditangani dengan baik, akan berdampak pada pencemaran lingkungan. Akhirnya Anggreni dan Mirah di bawah bimbingan I Wayan Madiya mencoba mencari formula dan takaran yang pas untuk mengolah limbah minyak jelantah menjadi barang yang bermanfaat dan bernilai ekonomis. Aroma wewangian dari minyak esensial juga ditambahkan dalam pembuatan lilin sebagai perangsang sistem saraf dan limbik hidung, yang bertujuan mengurangi stres dan meningkatkan fokus.
Selain itu, produk tersebut juga bisa digunakan sebagai hiasan ruangan untuk menambah nilai estetik. “Harapan kami ke depannya, mampu mengembangkan kembali produk ini, Selain untuk mengurangi limbah, juga untuk melatih jiwa kewirausahaan kami,” ucap Anggreni.
Dia menjelaskan proses pembuatan produk melewati 2 tahap, proses produksi yakni penjernihan minyak jelantah dan tahap pembuatan produk. Pada proses penjernihan minyak atau tahap filter, menggunakan tanah lempung dan arang sekam yang berperan dalam menyerap kotoran pada minyak jelantah.
Kemudian setelah melalui proses penjernihan 2 hari, baru dilakukan proses pembuatan produk. Minyak jelantah yang sudah dijernihkan lalu dicampur dengan parafin, pewarna crayon dan essential oil. Setelah bahan dipanaskan lalu dicetak dalam sebuah wadah dan diisi sumbu. Setelah dingin lalu ditempel dengan stiker.
“Sebelum berhasil memang kami menguji coba beberapa kali mencari takaran yang pas, hingga akhirnya berhasil tentu dengan dukungan dari guru Pembina. Dalam proses pemasaran, kami mulai kenalkan melalui media sosial. Hingga saat ini sudah rutin ada pemesanan dari vila di Sawan, ada yang pemesanan pribadi juga,” kata Mirah.
Sejauh ini Mirah dan Anggreni mengaku mendapatkan tantangan baru, terutama dalam memanajemen diri dan membagi waktu sebagai seorang siswa dan menata usaha lilin aromaterapi mereka. Mereka pun berharap dapat terus meneruskan usahanya hingga duduk di bangku kuliah nanti, sebagai bekal untuk hidup mandiri. *k23
Medali perak pertama diraih oleh Luh Eka Ratnadi dan Kadek Alyawati dengan produk tas yang dikombinasikan dengan bahan-bahan alami lokal. Kemudian medali perak kedua oleh Luh Anggreni dan Ni Putu Mirah Marcelinda Angelita Putri dengan produk Soft Candle Aromatherapy (lilin aromaterapi) berbahan minyak jelantah dan medali perunggu disumbangkan oleh Syaputri Yarti dan Putu Rima Mariani dengan produk BFW (Balinese Folklore Wear), baju anak dengan cerita rakyat Bali.
Dalam ajang bergengsi ini, diikuti oleh 200 orang finalis dengan 100 judul penelitian di seluruh Indonesia. SMAN Bali Mandara berhasil mendorong 8 tim penelitinya untuk masuk ke babak final. Tiga tim diantaranya dinyatakan sebagai pemenang medali perak dan perunggu.
Salah satu pembina I Wayan Madiya mengatakan seluruh proses perlombaan yang diadakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) ini dilaksanakan sejak bulan Mei hingga pertengahan November. Seluruh proses perlombaan dilaksanakan secara daring. Babak final dilaksanakan pada tanggal 14-17 November lalu. Seluruh peserta yang masuk ke babak final, mempresentasikan hasil penelitian dan karya yang dihasilkan di hadapan dewan juri secara daring.
“Kami bersyukur kemarin dapat dua medali perak dan perunggu. Karena saat final 4 dari 8 tim kami saat presentasi mengalami kendala di jaringan internet. Ada yang saat presentasi dan tanya jawab internetnya terputus sehingga tidak dapat maksimal disampaikan ke dewan juri,” kata Madiya saat dihubungi via telepon Minggu (20/11).
Salah satu tim peneliti yang berhasil meraih medali perak, yakni tim Luh Anggreni dan Ni Putu Mirah Marcelinda Angelita Putri. Keduanya menciptakan produk Soft Candle Aromatherapy (lilin aromaterapi) berbahan minyak jelantah. Produk yang mereka hasilkan pun sudah terserap dan dipesan oleh vila-vila di daerah Kecamatan Sawan, Buleleng.
Ide pembuatan lilin aromaterapi berbahan minyak jelantah ini diinisiasi Anggreni dan Mirah dari banyaknya volume minyak jelantah, limbah dari dapur rumah tangga. Bahkan menurut hasil penelitian yang dilakukan Anggreni dan Mirah di Desa Kubutambahan, dari 3.902 KK menggunakan 1 liter minyak per minggu, dengan potensi minyak jelantah yang dihasilkan mencapai 498 liter setiap harinya.
Persoalan ini pun dinilai serius oleh keduanya. Sebab jika tidak diolah dan ditangani dengan baik, akan berdampak pada pencemaran lingkungan. Akhirnya Anggreni dan Mirah di bawah bimbingan I Wayan Madiya mencoba mencari formula dan takaran yang pas untuk mengolah limbah minyak jelantah menjadi barang yang bermanfaat dan bernilai ekonomis. Aroma wewangian dari minyak esensial juga ditambahkan dalam pembuatan lilin sebagai perangsang sistem saraf dan limbik hidung, yang bertujuan mengurangi stres dan meningkatkan fokus.
Selain itu, produk tersebut juga bisa digunakan sebagai hiasan ruangan untuk menambah nilai estetik. “Harapan kami ke depannya, mampu mengembangkan kembali produk ini, Selain untuk mengurangi limbah, juga untuk melatih jiwa kewirausahaan kami,” ucap Anggreni.
Dia menjelaskan proses pembuatan produk melewati 2 tahap, proses produksi yakni penjernihan minyak jelantah dan tahap pembuatan produk. Pada proses penjernihan minyak atau tahap filter, menggunakan tanah lempung dan arang sekam yang berperan dalam menyerap kotoran pada minyak jelantah.
Kemudian setelah melalui proses penjernihan 2 hari, baru dilakukan proses pembuatan produk. Minyak jelantah yang sudah dijernihkan lalu dicampur dengan parafin, pewarna crayon dan essential oil. Setelah bahan dipanaskan lalu dicetak dalam sebuah wadah dan diisi sumbu. Setelah dingin lalu ditempel dengan stiker.
“Sebelum berhasil memang kami menguji coba beberapa kali mencari takaran yang pas, hingga akhirnya berhasil tentu dengan dukungan dari guru Pembina. Dalam proses pemasaran, kami mulai kenalkan melalui media sosial. Hingga saat ini sudah rutin ada pemesanan dari vila di Sawan, ada yang pemesanan pribadi juga,” kata Mirah.
Sejauh ini Mirah dan Anggreni mengaku mendapatkan tantangan baru, terutama dalam memanajemen diri dan membagi waktu sebagai seorang siswa dan menata usaha lilin aromaterapi mereka. Mereka pun berharap dapat terus meneruskan usahanya hingga duduk di bangku kuliah nanti, sebagai bekal untuk hidup mandiri. *k23
1
Komentar