Terkendala Adat, 11 Penerima BSPS Mengundurkan Diri
SINGARAJA, NusaBali
Sebanyak 11 kepala keluarga (KK) dari 100 KK yang dibantu Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Desa Julah, Kecamatan Tejakula, Buleleng, mengundurkan diri, Mereka terpaksa melepas bantuan rehabilitasi rumah tidak layak huni karena terkendala adat istiadat setempat.
Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimta) Buleleng Ni Nyoman Surattini, Kamis (24/11), mengatakan program BSPS dari pemerintah pusat melalui Balai Penyediaan Perumahan Provinsi Bali menggunakan pola tuntas. Yakni dipusatkan di satu kawasan.
Kabupaten Buleleng pun tahun lalu mengusulkan program BSPS di Desa Julah, karena ditemukan sejumlah rumah masyarakat yang tidak layak huni. Pemerintah pusat pun memberikan kuota sebanyak 100 unit. Hanya saja dalam perjalanannya, 11 unit dibatalkan masyarakat setempat. Mereka terkendala upacara adat yang biayanya tidak sedikit, sebelum pembangunan rumah.
“Alasan yang mengundurkan diri itu karena alasan adat. Beberapa tanah mereka harus diupacarai dulu sebelum dibangun dengan biaya yang tidak sedikit. Ada juga yang habis terbakar, tidak bisa langsung dibangun harus ada upacara dulu, hingga yang jalan hanya 89 unit,” ucap Surattini.
Hingga kini seluruh proses BSPS rata-rata sudah berjalan 60 persen. Masing-masing penerima manfaat menerima uang Rp 20 juta yang dikelola secara swadaya. Seluruh proses pengerjaan rumah ini ditargetkan tuntas pada akhir Desember mendatang.
Menurut Surattini mengatakan program BSPS, memang rutin didapatkan Pemkab Buleleng. Bantuan rehabilitasi rumah ini disebutnya salah satu upaya untuk menjawab persoalan kemiskinan di Buleleng, salah satunya kepemilikan rumah tak layak huni.
Dia menambahkan, Desa Julah menjadi fokus program BSPS, karena ditemukan sejumlah rumah yang tak layak huni. Baik secara struktur bangunan salah satunya kondisi pondasi goyah, kerusakan dinding hingga atap. Selain itu tak sedikit juga rumah di Desa Julah yang dinyatakan tak layak huni karena tak memenuhi standar perumahan.
Menurutnya hitungan standar rumah layak huni, satu orang anggota keluarga membutuhkan ruang 7,2 meter persegi. Sehingga untuk satu KK kecil yang terdiri dari ibu, ayah dan dua orang anak memerlukan ruang 28,8 meter persegi. Namun kenyataan yang ditemukan di lokasi, banyak rumah yang ditempati oleh 2-3 KK dengan luasan yang kurang.
“Yang juga menyebabkan rumah mereka tak layak huni satu rumah yang ruangnya terbatas ditempati oleh 2-3 KK. Anak yang sudah berumah tangga masih tinggal dengan orangtua, yang secara kultur mereka seharusnya sudah tinggal terpisah. Ini yang banyak menyebabkan rumah tak layak huni,” tegasnya. *k23
1
Komentar