Perbaikan Meru Tumpang Tiga Pura Uluwatu di Desa Adat Pecatu Pasca Terbakar
Digarap Undagi asal Tampaksiring, Gambar oleh Dosen Unud
Bahan utama Meru berupa ijuk akan menggunakan ijuk yang diprioritaskan didapatkan di Bali dan diperkirakan akan menggunakan sebanyak tiga ton ijuk.
MANGUPURA, NusaBali
Kerusakan Meru Tumpang Tiga Pura Uluwatu di Desa Adat Pecatu, Kuta Selatan, Badung yang merupakan palinggih utama pasca terbakar karena tersambar petir, Selasa (8/11) lalu kini telah dilakukan pemugaran. Pemugaran dilakukan sejak, Rabu (23/11). Perbaikan Meru Tumpang Tiga Pura Uluwatu tersebut digarap spesial oleh tangan undagi asal Tampaksiring, Gianyar, I Wayan Contok atau yang lebih dikenal dengan Jro Mangku Dalang Contok. Dia dipercaya langsung oleh Panglingsir Puri Agung Jrokuta selaku Pangempon Pura Uluwatu AA Ngurah Jaka Pratidnya dan Bendesa Adat Pecatu I Made Sumerta.
Dalam proses perbaikan tersebut, Jro Mangku Dalang Contok mengungkapkan Meru Tumpang Tiga Pura Uluwatu akan menggunakan undagi (tukang) dengan jumlah yang lumayan banyak. “Mulai dari tukang kayu mungkin ada 8 orang atau lebih untuk mempercepat waktu. Jika tukang atapnya kurang lebih 12 sampai 16 orang karena nanti akan angkut barang dan perlengkapan lainnya yang juga lumayan berat karena membawa dari bawah. Tetapi tidak kenapa yang penting kita diberikan kesehatan,” ujar Jro Mangku Dalang saat acara pemugaran di Pura Uluwatu pada Buda Pon Tolu, Rabu (23/11).
Lebih lanjut Jro Mangku Dalang menjelaskan jika seluruh pekerja yang akan memperbaiki Meru Pura Uluwatu yang rusak berasal dari Bali. Alasan tersebut karena dalam pembuatan bangunan Bali seperti pura memang harus dibuat oleh orang yang paham tentang bangunan Bali, yaitu keundagian (arsitektur Bali, Red), hari yang baik (Dewasa ayu), ukuran bangunan yang benar, serta upacara keagamaan. Bahkan kata dia bahan utama Meru berupa ijuk pun juga akan menggunakan ijuk Bali dan diperkirakan akan menggunakan sebanyak tiga ton ijuk.
“Kita usahakan dari Bali. Mungkin nanti juga akan ada bantuan bahan dari Lombok atau Jawa, tetapi saya usahakan untuk palinggih menggunakan ijuk Bali,” jelasnya. Pura Uluwatu memang berada di sebuah tebing yang menjorok ke Semenanjung Uluwatu dengan ketinggian sekitar 90 meter di atas permukaan laut serta menghadap ke arah barat daya. Sehingga soal keselamatan kerja para undagi yang bekerja, Jro Mangku Dalang Contok menjelaskan tidak ada masalah dan alat bantu kerja seluruhnya berada di dalam Pura.
“Kalau di dalam pekerjaan sih tidak ada yang sulit hanya saja di bagian pengangkutannya saja agak jauh dan agak berat. Boleh dikatakan lebih sulit dari pengerjaannya,” ujarnya. Jro Mangku Dalang Contok yang mengawali kiprahnya sebagai undagi style Bali secara keseluruhan sejak tahun 1986 dan pada tahun 1969 sudah menekuni bidang ukir seperti ukir tanduk, gading, kayu bangunan dan lain sebagainya.
Ia juga sudah berpengalaman menjadi undagi yang membuat pura atau bangunan style Bali khususnya di Lingkungan Pecatu, Badung dan di Tampaksiring, Gianyar. Bahkan kiprahnya sudah berlayar hingga luar Bali tepatnya di Pulau Jawa seperti di Pura Parahyangan Agung Jagatkartta (Gunung Salak, Jawa Barat) dan Pura Payogan Agung (Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur).
Dalam proses pengerjaan, Jro Mangku Dalang Contok tidak sendiri. Melainkan bersama Ida Bagus Gde Wirawibawa yang merupakan Dosen Program Studi Arsitektur Universitas Udayana (Unud) yang turut membantu menggambar ulang pada Meru Pura Uluwatu.
“Saya hanya membantu untuk menggambar ulang dari pada meru dan juga dibantu oleh teman saya sesama dosen. Ini dalam rangka merenovasi dari meru yang terbakar karena tersambar petir itu,” ujar Dosen Program Studi Arsitektur Universitas Udayana (Unud), Ida Bagus Gde Wirawibawa. Dia mengaku dalam proses pembuatan menggambar ulang palinggih utama Pura Uluwatu hanya menghabiskan waktu 4 hari. Pihaknya juga tidak menggunakan banyak motif ukiran karena saat ini ia menggunakan konsep kesederhanaan.
“Memang intinya gambar ini baru sepintas saja sepanjang mata memandang. Jadi yang terlihat terbakar itu di Meru Tumpang Dua dan Tiga. Pada Meru Tumpang Dua itu hanya sebagian dan kami menggambarnya semua dulu,” pungkasnya. Seperti diberitakan Meru Tumpang Tiga yang merupakan palinggih utama Pura Uluwatu yang terletak di Desa Adat Pecatu, Kuta Selatan, Badung terbakar tepat saat Rahina Purnamaning Kalima pada Anggara Pon Ukir, Selasa (8/11) malam pukul 20.25 Wita. Bagian atap meru yang terbuat dari ijuk hangus terbakar.
Kejadian kebakaran yang diduga akibat tersambar petir itu langsung ditangani petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Badung agar tidak menjalar ke bangunan lainnya. Bendesa Adat Pecatu, I Made Sumerta mengungkapkan insiden tersambar petirnya Meru Tumpang Tiga Pura Uluwatu itu terjadi pada, Selasa pukul 20.45 Wita. Kondisi cuaca di kawasan Pecatu saat itu memang sedang mengalami hujan lebat dan angin kencang yang disertai kilatan petir. *ol3
Dalam proses perbaikan tersebut, Jro Mangku Dalang Contok mengungkapkan Meru Tumpang Tiga Pura Uluwatu akan menggunakan undagi (tukang) dengan jumlah yang lumayan banyak. “Mulai dari tukang kayu mungkin ada 8 orang atau lebih untuk mempercepat waktu. Jika tukang atapnya kurang lebih 12 sampai 16 orang karena nanti akan angkut barang dan perlengkapan lainnya yang juga lumayan berat karena membawa dari bawah. Tetapi tidak kenapa yang penting kita diberikan kesehatan,” ujar Jro Mangku Dalang saat acara pemugaran di Pura Uluwatu pada Buda Pon Tolu, Rabu (23/11).
Lebih lanjut Jro Mangku Dalang menjelaskan jika seluruh pekerja yang akan memperbaiki Meru Pura Uluwatu yang rusak berasal dari Bali. Alasan tersebut karena dalam pembuatan bangunan Bali seperti pura memang harus dibuat oleh orang yang paham tentang bangunan Bali, yaitu keundagian (arsitektur Bali, Red), hari yang baik (Dewasa ayu), ukuran bangunan yang benar, serta upacara keagamaan. Bahkan kata dia bahan utama Meru berupa ijuk pun juga akan menggunakan ijuk Bali dan diperkirakan akan menggunakan sebanyak tiga ton ijuk.
“Kita usahakan dari Bali. Mungkin nanti juga akan ada bantuan bahan dari Lombok atau Jawa, tetapi saya usahakan untuk palinggih menggunakan ijuk Bali,” jelasnya. Pura Uluwatu memang berada di sebuah tebing yang menjorok ke Semenanjung Uluwatu dengan ketinggian sekitar 90 meter di atas permukaan laut serta menghadap ke arah barat daya. Sehingga soal keselamatan kerja para undagi yang bekerja, Jro Mangku Dalang Contok menjelaskan tidak ada masalah dan alat bantu kerja seluruhnya berada di dalam Pura.
“Kalau di dalam pekerjaan sih tidak ada yang sulit hanya saja di bagian pengangkutannya saja agak jauh dan agak berat. Boleh dikatakan lebih sulit dari pengerjaannya,” ujarnya. Jro Mangku Dalang Contok yang mengawali kiprahnya sebagai undagi style Bali secara keseluruhan sejak tahun 1986 dan pada tahun 1969 sudah menekuni bidang ukir seperti ukir tanduk, gading, kayu bangunan dan lain sebagainya.
Ia juga sudah berpengalaman menjadi undagi yang membuat pura atau bangunan style Bali khususnya di Lingkungan Pecatu, Badung dan di Tampaksiring, Gianyar. Bahkan kiprahnya sudah berlayar hingga luar Bali tepatnya di Pulau Jawa seperti di Pura Parahyangan Agung Jagatkartta (Gunung Salak, Jawa Barat) dan Pura Payogan Agung (Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur).
Dalam proses pengerjaan, Jro Mangku Dalang Contok tidak sendiri. Melainkan bersama Ida Bagus Gde Wirawibawa yang merupakan Dosen Program Studi Arsitektur Universitas Udayana (Unud) yang turut membantu menggambar ulang pada Meru Pura Uluwatu.
“Saya hanya membantu untuk menggambar ulang dari pada meru dan juga dibantu oleh teman saya sesama dosen. Ini dalam rangka merenovasi dari meru yang terbakar karena tersambar petir itu,” ujar Dosen Program Studi Arsitektur Universitas Udayana (Unud), Ida Bagus Gde Wirawibawa. Dia mengaku dalam proses pembuatan menggambar ulang palinggih utama Pura Uluwatu hanya menghabiskan waktu 4 hari. Pihaknya juga tidak menggunakan banyak motif ukiran karena saat ini ia menggunakan konsep kesederhanaan.
“Memang intinya gambar ini baru sepintas saja sepanjang mata memandang. Jadi yang terlihat terbakar itu di Meru Tumpang Dua dan Tiga. Pada Meru Tumpang Dua itu hanya sebagian dan kami menggambarnya semua dulu,” pungkasnya. Seperti diberitakan Meru Tumpang Tiga yang merupakan palinggih utama Pura Uluwatu yang terletak di Desa Adat Pecatu, Kuta Selatan, Badung terbakar tepat saat Rahina Purnamaning Kalima pada Anggara Pon Ukir, Selasa (8/11) malam pukul 20.25 Wita. Bagian atap meru yang terbuat dari ijuk hangus terbakar.
Kejadian kebakaran yang diduga akibat tersambar petir itu langsung ditangani petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Badung agar tidak menjalar ke bangunan lainnya. Bendesa Adat Pecatu, I Made Sumerta mengungkapkan insiden tersambar petirnya Meru Tumpang Tiga Pura Uluwatu itu terjadi pada, Selasa pukul 20.45 Wita. Kondisi cuaca di kawasan Pecatu saat itu memang sedang mengalami hujan lebat dan angin kencang yang disertai kilatan petir. *ol3
Komentar