Aktivis Anak Geruduk Polda Bali
Perhimpunan advokat dan pemerhati anak di Bali mendatangi Mapolda Bali, di Jalan WR Supratman, Denpasar Jumat (12/5).
DENPASAR, NusaBali
Mereka mempertanyakan kinerja Dit Reskrimum Polda Bali dalam penanganan kasus yang melibatkan anak-anak Dari sekitar enam kasus dengan korban anak-anak hingga kini tidak jelas kelanjutannya.
Sebanyak 14 perwakilan perhimpunan advokat dan pemerhati anak yang dikomandani Siti Sapura ini mendatangi Mapolda Bali sekitar pukul 10.00 Wita. “Kami datang untuk mengirimkan surat kepada Kapolda Bali agar memberi atensi khusus terhadap beberapa kasus anak yang korbannya adalah anak di bawah umur,” pinta Siti Sapura yang akrab Ipung.
Dalam pengaduan ini, ada beberapa kasus kekerasan anak yang sudah menetapkan tersangka sejak satu tahun lalu. Namun sampai saat ini tidak pernah dilakukan penahanan terhadap tersangka. Salah satu kasus yang mendapat perhatian yaitu kasus kekerasan seksual di Nusa Penida, Klungkung pada 8 Januari 2016 lalu dengan nomor laporan polisi: STPL /13/2016/SPKT.
Dalam kasus ini, seorang anak perempuan berusia 15 tahun yang masih duduk di kelas I SMA, dicabuli oleh pelaku yang berusia 30 tahun. Lalu pada 31 Maret 2017, korban dilarikan pelaku dan dinikahkan secara paksa hingga hamil. “Jika saja pada saat pelaporan dan pelaku ditetapkan sebagai tersangka penyidik kepolisian melakukan penahanan, kemungkinan besar masa depan korban bisa diselamatkan. Dan mungkin saja sekarang masih bisa melanjutkan pendidikan formal,” tegas aktivis anak ini.
Selain kasus di Nusa Penida, masih ada kasus lainnya dengan korban anak di bawah umur yang hingga kini tidak jelas penanganannya. Di antaranya kasus pencabulan anak usia 13 tahun di Yayasan Pelangi Anak Negeri di Sesetan, Denpasar yang dilakukan menantu pemilik yayasan dan kasus kekerasan yang dilakukan pemilik yayasan. Ada juga kasus kekerasan terhadap anak berusia 13 tahun yang merupakan anak berkebutuhan khusus yang dianiaya tetangga kosnya.
Kasus lainnya yakni kekerasan terhadap anak berusia 9 tahun yang dianiaya guru kelasnya hingga tidak berani lagi masuk ke sekolah. Ada juga kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan orangtua kandungnya. Dengan kejadian-kejadian ini, Ipung merasa penyidik tidak memiliki empati ataupun memahami UU Perlindungan Anak. “Penaganan kasus sangat lamban, cenderung merugikan korban. Apalagi pihak terlapor ataupun tersangka merasa bebas dan kuat serta merasa kebal hukum,” tegas Ipung.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Bali, AKBP Hengky Widjaja yang dihubungi mengatakan laporan via SPKT masih perlu dipelajari oleh piket Reskrimum. “Selanjutnya diajukan ke Ditreskrimum untuk dicek perkembangan kasusnya,” terangnya. Ia pun tak membantah dari sejumlah kasus yang dibeberkan itu, beberapa kasusnya cukup lama. * rez
Sebanyak 14 perwakilan perhimpunan advokat dan pemerhati anak yang dikomandani Siti Sapura ini mendatangi Mapolda Bali sekitar pukul 10.00 Wita. “Kami datang untuk mengirimkan surat kepada Kapolda Bali agar memberi atensi khusus terhadap beberapa kasus anak yang korbannya adalah anak di bawah umur,” pinta Siti Sapura yang akrab Ipung.
Dalam pengaduan ini, ada beberapa kasus kekerasan anak yang sudah menetapkan tersangka sejak satu tahun lalu. Namun sampai saat ini tidak pernah dilakukan penahanan terhadap tersangka. Salah satu kasus yang mendapat perhatian yaitu kasus kekerasan seksual di Nusa Penida, Klungkung pada 8 Januari 2016 lalu dengan nomor laporan polisi: STPL /13/2016/SPKT.
Dalam kasus ini, seorang anak perempuan berusia 15 tahun yang masih duduk di kelas I SMA, dicabuli oleh pelaku yang berusia 30 tahun. Lalu pada 31 Maret 2017, korban dilarikan pelaku dan dinikahkan secara paksa hingga hamil. “Jika saja pada saat pelaporan dan pelaku ditetapkan sebagai tersangka penyidik kepolisian melakukan penahanan, kemungkinan besar masa depan korban bisa diselamatkan. Dan mungkin saja sekarang masih bisa melanjutkan pendidikan formal,” tegas aktivis anak ini.
Selain kasus di Nusa Penida, masih ada kasus lainnya dengan korban anak di bawah umur yang hingga kini tidak jelas penanganannya. Di antaranya kasus pencabulan anak usia 13 tahun di Yayasan Pelangi Anak Negeri di Sesetan, Denpasar yang dilakukan menantu pemilik yayasan dan kasus kekerasan yang dilakukan pemilik yayasan. Ada juga kasus kekerasan terhadap anak berusia 13 tahun yang merupakan anak berkebutuhan khusus yang dianiaya tetangga kosnya.
Kasus lainnya yakni kekerasan terhadap anak berusia 9 tahun yang dianiaya guru kelasnya hingga tidak berani lagi masuk ke sekolah. Ada juga kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan orangtua kandungnya. Dengan kejadian-kejadian ini, Ipung merasa penyidik tidak memiliki empati ataupun memahami UU Perlindungan Anak. “Penaganan kasus sangat lamban, cenderung merugikan korban. Apalagi pihak terlapor ataupun tersangka merasa bebas dan kuat serta merasa kebal hukum,” tegas Ipung.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Bali, AKBP Hengky Widjaja yang dihubungi mengatakan laporan via SPKT masih perlu dipelajari oleh piket Reskrimum. “Selanjutnya diajukan ke Ditreskrimum untuk dicek perkembangan kasusnya,” terangnya. Ia pun tak membantah dari sejumlah kasus yang dibeberkan itu, beberapa kasusnya cukup lama. * rez
Komentar