Seniman Lukis Wayang Kaca Nagasepaha, I Ketut Santosa Meninggal Dunia karena Kecelakaan
Dalam Perjalanan ke Denpasar untuk Mengikuti Pameran di Art Center
Santosa berani mengeksplore kemampuannya, tidak hanya di kaca datar di juga melukis di berbagai bentuk kaca, mulai dari botol, toples, gelas dan benda lain berbahan kaca.
SINGARAJA, NusaBali
Perjuangan I Ketut Santosa untuk mempertahankan kesenian Lukis Wayang Kaca khas Desa Nagasepaha, Kecamatan/Kabupaten Buleleng sudah berakhir. Pria 52 tahun ini menghembuskan napas terakhirnya, Sabtu (26/11) malam. Sebelumnya pada Rabu (23/11) pagi Santosa mengalami kecelakaan lalu lintas saat akan menuju ke lokasi Pameran Industri Kecil Menengah (IKM) Bali Bangkit di Art Centre Denpasar.
Santosa pada Rabu pekan lalu mengalami kecelakaan lalu lintas di wilayah Desa/Kecamatan Baturiti Tabanan. Karena mengalami cedera pada kepala dia sempat dilarikan ke RS Semara Ratih di Jalan Denpasar-Singaraja Luwus, Baturiti, Tabanan. Namun pada Rabu sore dirujuk ke RSUD Mangusada di Kelurahan Kapal, Mengwi, Badung. Sebelum menghembuskan napas terakhir, Santosa sempat dirawat selama tiga malam di sana.
Dia merupakan salah satu pelukis wayang kaca yang terkenal dengan karya-karya kontemporernya. Santosa juga merupakan cucu Jro Dalang Diah yang menginisiasi kesenian yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) nasional. Anak kedua Santosa, yakni Made Wijana,28, menceritakan sebelum kecelakaan terjadi, ayahnya ngotot berangkat sendiri ke Art Centre Denpasar. Dengan mengendarai sepeda motor, Santosa juga membawa 5 lukisan wayang kaca yang akan dipamerkan. Empat lukisan berukuran kertas A4, dibonceng di bagian depan. Sedangkan satu lukisan lainnya yang berukuran 60x40 centimeter diikat dengan tali dan di gendongnya di punggung.
“Ibu saya waktu itu mau ikut biar ada yang pegang lukisan yang besar. Tetapi dilarang bapak, karena katanya cuman sehari di sana. Lukisan yang besar itu adalah lukisan Siwa yang memang disiapkan khusus untuk pameran IKM Bali Bangkit,” ucap Wijana saat ditemui di rumah duka, Senin (28/11).
Ayahnya yang kesehariannya juga mengajar sebagai guru seni di SMKN 1 Sukasada tersebut sudah melukis wayang kaca sejak kecil. Bakat dan kemampuan yang dimilikinya pun menurun. Begitu juga Wijana yang kini menjadi guru seni di SMPN 3 Sukasada, piawai melukis kaca karena lingkungan sekitarnya.
Yang fenomenal dari karya Santosa adalah lukisan kontemporer. Dia satu-satunya pelukis wayang kaca di Nagasepaha yang berani mengeksplor kemampuan dan bakatnya melukis di atas kaca. Tidak hanya di kaca datar, Santosa pun mencoba melukis di berbagai bentuk kaca, mulai dari botol, toples, gelas dan benda lainnya berbahan kaca.
“Kalau lukisan kontemporer di atas kaca dimulai bapak sejak tahun 1999. Karya pertamanya melukis demo PLTGU Pemaron. Ada lukisan dalam botol juga. Setiap ketemu media lukis kaca yang unik pasti dicoba,” kenang Wijana. Karya-karya lukis kaca Santosa selama ini tidak hanya diorder oleh warga lokal Bali, tetapi juga banyak dari luar Bali. Terakhir juga ada wisatawan asal Paris, Prancis yang meminta dibuatkan lukis wayang kaca. Sejauh ini pemasaran produk selain dilakukan dari mulut ke mulut juga dilakukan melalui media sosial.
Meski penghasilannya tidak menentu dari menjadi seorang pelukis wayang kaca, Santosa tetap bertahan dan meminta kepada anaknya agar tidak sekali-kali meninggalkan seni ini. “Bapak memang sering pesan saat ngobrol-ngobrol santai, selalu diingatkan jangan sampai meninggalkan kesenian lukis kaca ini agar tidak punah,” ungkap pemuda tamatan Jurusan Seni Rupa Undiksha ini.
Lukis Wayang Kaca Nagasepaha merupakan salah satu kesenian khas Buleleng. Teknik menggambar di atas kaca dilakukan dengan pola terbalik. Kemudian menggunakan pewarnaan cat minyak. Dari belakang pelukis kaca di Nagasepaha yang masih bertahan saat ini, karya Santosa dikenal dengan ciri khas cawi (garis arsiran) yang tegas. Sementara itu kemarin jenazah I Ketut Santosa masih disemayamkan di rumah duka, Desa Nagasepaha, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Keluarga rencananya akan menggelar upacara ngaben pada Sukra Paing Gumbreg, Jumat (2/12) mendatang. I Ketut Santosa di akhir hidupnya meninggalkan istri Ni Nyoman Ari Suteni, dua anak dan seorang cucu. *k23
Santosa pada Rabu pekan lalu mengalami kecelakaan lalu lintas di wilayah Desa/Kecamatan Baturiti Tabanan. Karena mengalami cedera pada kepala dia sempat dilarikan ke RS Semara Ratih di Jalan Denpasar-Singaraja Luwus, Baturiti, Tabanan. Namun pada Rabu sore dirujuk ke RSUD Mangusada di Kelurahan Kapal, Mengwi, Badung. Sebelum menghembuskan napas terakhir, Santosa sempat dirawat selama tiga malam di sana.
Dia merupakan salah satu pelukis wayang kaca yang terkenal dengan karya-karya kontemporernya. Santosa juga merupakan cucu Jro Dalang Diah yang menginisiasi kesenian yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) nasional. Anak kedua Santosa, yakni Made Wijana,28, menceritakan sebelum kecelakaan terjadi, ayahnya ngotot berangkat sendiri ke Art Centre Denpasar. Dengan mengendarai sepeda motor, Santosa juga membawa 5 lukisan wayang kaca yang akan dipamerkan. Empat lukisan berukuran kertas A4, dibonceng di bagian depan. Sedangkan satu lukisan lainnya yang berukuran 60x40 centimeter diikat dengan tali dan di gendongnya di punggung.
“Ibu saya waktu itu mau ikut biar ada yang pegang lukisan yang besar. Tetapi dilarang bapak, karena katanya cuman sehari di sana. Lukisan yang besar itu adalah lukisan Siwa yang memang disiapkan khusus untuk pameran IKM Bali Bangkit,” ucap Wijana saat ditemui di rumah duka, Senin (28/11).
Ayahnya yang kesehariannya juga mengajar sebagai guru seni di SMKN 1 Sukasada tersebut sudah melukis wayang kaca sejak kecil. Bakat dan kemampuan yang dimilikinya pun menurun. Begitu juga Wijana yang kini menjadi guru seni di SMPN 3 Sukasada, piawai melukis kaca karena lingkungan sekitarnya.
Yang fenomenal dari karya Santosa adalah lukisan kontemporer. Dia satu-satunya pelukis wayang kaca di Nagasepaha yang berani mengeksplor kemampuan dan bakatnya melukis di atas kaca. Tidak hanya di kaca datar, Santosa pun mencoba melukis di berbagai bentuk kaca, mulai dari botol, toples, gelas dan benda lainnya berbahan kaca.
“Kalau lukisan kontemporer di atas kaca dimulai bapak sejak tahun 1999. Karya pertamanya melukis demo PLTGU Pemaron. Ada lukisan dalam botol juga. Setiap ketemu media lukis kaca yang unik pasti dicoba,” kenang Wijana. Karya-karya lukis kaca Santosa selama ini tidak hanya diorder oleh warga lokal Bali, tetapi juga banyak dari luar Bali. Terakhir juga ada wisatawan asal Paris, Prancis yang meminta dibuatkan lukis wayang kaca. Sejauh ini pemasaran produk selain dilakukan dari mulut ke mulut juga dilakukan melalui media sosial.
Meski penghasilannya tidak menentu dari menjadi seorang pelukis wayang kaca, Santosa tetap bertahan dan meminta kepada anaknya agar tidak sekali-kali meninggalkan seni ini. “Bapak memang sering pesan saat ngobrol-ngobrol santai, selalu diingatkan jangan sampai meninggalkan kesenian lukis kaca ini agar tidak punah,” ungkap pemuda tamatan Jurusan Seni Rupa Undiksha ini.
Lukis Wayang Kaca Nagasepaha merupakan salah satu kesenian khas Buleleng. Teknik menggambar di atas kaca dilakukan dengan pola terbalik. Kemudian menggunakan pewarnaan cat minyak. Dari belakang pelukis kaca di Nagasepaha yang masih bertahan saat ini, karya Santosa dikenal dengan ciri khas cawi (garis arsiran) yang tegas. Sementara itu kemarin jenazah I Ketut Santosa masih disemayamkan di rumah duka, Desa Nagasepaha, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Keluarga rencananya akan menggelar upacara ngaben pada Sukra Paing Gumbreg, Jumat (2/12) mendatang. I Ketut Santosa di akhir hidupnya meninggalkan istri Ni Nyoman Ari Suteni, dua anak dan seorang cucu. *k23
Komentar