Pantang Gunakan Genta, Dulu Kerap Didatangi Bebotoh
Di dalam Goa Gria Giri Agung ada dua palinggih. Saat pujawali, banyak krama yang datang untuk sembahyang, ada pula yang melakukan ritual bertapa.
Goa Keramat di Banjar Lebah, Kelurahan Semarapura Klod Kangin, Klungkung
SEMARAPURA, NusaBali
Tak banyak orang yang tahu di Banjar Lebah, Kalurahan Semarapura Klod Kangin, Kecamatan/Kabupaten Klungkung, terdapat sebuah goa keramat yang diperkirakan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Goa ini dinamai Gria Giri Agung, karena di dalam goa terdapat beberapa palinggih dan diyakini dijaga oleh sosok gaib berwujud Pedanda.
Di samping itu di Goa Gria Giri Agung ini juga digelar pujawali/piodalan setiap 6 bulan sekali, tepatnya saat rahina Umanis Galungan. Prosesi pujawali dipandu oleh lima orang pamangku dari banjar berbeda yang ditunjuk secara niskala ngayah di goa tersebut.
Pamucuk di Goa Gria Giri Agung adalah Jro Mangku Putu Juliani, 56, asal Banjar Lebah, yang notabene rumahnya berjarak sekitar 30 meter dari lokasi goa. Sedangkan empat orang pengayah lainnya yakni Jro Mangku Gede dan Jro Mangku Alit merupakan kakak-beradik asal Banjar Sengguan, Kelurahan Semarapura Kangin, Kecamatan Klungkung. Jro Mangku Nyoman asal Banjar Lebah, Kelurahan Semarapura Klod Kangin, serta Jro Mangku Sari dari Banjar Jabon, Desa Sampalan, Kecamatan Dawan, Klungkung.
Pangayah/Pamucuk di Goa Gria Giri Agung Jro Mangku Juliani mengatakan, dari penuturan para panglingsir, goa tersebut sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Goa dimaksud digunakan sebagai tempat untuk berlindung dan menyusun strategi perang untuk melawan kaum penjajah. “Palinggih di goa tersebut diyakini memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit non-medis,” katanya.
Mengenai khasiat penyembuhan itu, jika ada orang yang datang untuk minta tamba (obat), Jro Mangku Juliani akan sembahyang di goa. Dari situ akan turun pawisik, yang ‘memberitahukan’ hal-hal apa saja yang mesti dilakukan untuk menyembuhkan penyakit niskala yang diderita si pencari tamba.
Kata dia, beberapa waktu lalu memang ada warga yang nunas tamba, atas bisikan niskala Jro Mangku Niskala mendapat petunjuk untuk membuat tamba.
Dijelaskannya, saat ditemukan terdapat dua buah palinggih di dalam goa. Satu palinggih berupa Tugu Panunggun Karang ada di dalam goa, dan satu palinggih lainnya berupa tugu berada lebih di tengah dengan masuk ke sebuah lorong sepanjang sekitar 13 meter. Tetapi lorong tersebut kian menyempit akibat longsor.
“Saya tidak berani masuk ke lorong goa tersebut, karena kian menyempit. Kalaupun masuk harus dengan posisi merayap,” ujar Jro Mangku Juliani kepada NusaBali, Kamis (11/5).
Kata Jro Mangku Juliani, ukuran mulut goa tinggi sekitar 5 meter, sedangkan di dalamnya cukup luas hingga tinggi 10 meter.
Kendati goa ini sudah ada sejak lama tetapi belum begitu dikenal oleh masyarakat umum. Namun saat pujawali yang datang untuk sembahyang cukup banyak, baik krama Banjar Lebah maupun dari luar. Selain itu juga ada orang tertentu yang melakukan kegiatan ritual seperti bertapa. Biasanya mereka memilih waktu di tengah malam sekitar pukul 24.00 Wita. “Sebagian besar mereka yang datang di tengah malam langsung masuk ke goa,” imbuh Jro Mangku Juliani, didampingi oleh sang suami Ketut Ardana dan anaknya Putu Ayu Purnama Yanti.
Sementara, Goa Gria Giri Agung diyakini memiliki berbagai dimensi niskala, termasuk sering terdengar suara genta. Bahkan kerap muncul sosok makhluk berukuran besar. Jro Mangku Juliani mencaritan dulu saat togel masih marak, memang ada yang datang ke goa untuk nunas nomor togel. Tetapi seorang warga sempat lari tunggang-langgang karena tiba-tiba di dapannya muncul sosok makhluk berbadan besar. ”Sandalnya sampai tertinggal di areal goa,” ujarnya.
Begitu pula yang dialami oleh Jro Mangku Jualiani, karena sebelum ngiring dia sempat dicari oleh dua sosok makhluk besar saat membuat banten menjelang Galungan di rumahnya di Banjar Lebah. “Saya sampai lari ke luar karena takut,” katanya.
Ternyata beberapa hari kemudian Jro Mangku Juliani mengalami kejadian gaib saat upacara macaru di rumahnya yang baru dibangun di Banjar Lebah, pada 22 tahun silam. Tiba-tiba dia kerauhan dan menangis histeris kemudian dia diarahkan untuk ke Goa Gria Giri Agung. “Dalam kondisi setengah sadar saya mendengar suara genta, dan bisikan agar bersedia ngayah di goa tersebut,” katanya.
Atas bisikan niskala tersebut dia ngayah sampai saat ini, baik saat piodalan maupun hari-hari tertentu. Sehari-hari Jro Mangku Juliani rutin membersihkan areal goa kemudian menghaturkan banten canang dan saiban. “Itu rutin saya lakukan setiap hari,” katanya.
Selain itu saat di dalam goa pantang menggunakan genta. Berdasar pengalaman terdahulu, ketika hendak melakukan pecaruan dipuput oleh seorang pamangku menggunakan genta, tiba-tiba saat itu pegangan gentanya terlepas. * wa
1
Komentar