Kebangkitan Diri
Kebangkitan merupakan sebuah dekonstruksi. Kebangkitan itu bukan ritual melainkan tindak aksi efektif dalam mentransformasikan hakikat.
Prof Dewa Komang Tantra MSc PhD
Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya
Perayaan-perayaan hari suci seharusnya dimanfaatkan untuk mengubah perilaku buruk menjadi perilaku baik. Misalnya, selepas Sivaratri atau Nyepi, perilaku pakraman semakin adem, nyaman, dan kondusif. Bukan sebaliknya, semakin meresahkan tanpa kepastian. Kebangkitan merupakan semangat untuk berbuat kebaikan, membangun jiwa dan membangkitkan raga. Transformasi (surface structure) akan terjadi apabila makna dalam (deep structure) dimaknai sebagai pencerahan, bukan keharusan normatif. Sehingga, selepas melaksanakan acara agama, krama Hindu Bali merasa semakin tercerahkan dan semakin memperoleh kebajikan. Jadi, esensi beragama adalah suatu kebangkitan diri ke arah yang positif bukan destruktif. Demikian pula halnya dengan yadnya yang seharusnya dapat melepaskan diri dari keterpurukan, kebatilan, kesengsaaran lahiriah, dan ketergantungan material.
Kebangkitan dapat pula diartikan sebagai testimony terbuka. Memang, banyak materi terhabiskan, banyak waktu terlewati dan banyak jalan terlalui dalam melakukan yadnya. Tetapi, jiwa tidak mudah goyah untuk meneruskan tradisi. Raga pun tidak ringkih untuk tidak melaksanakan yadnya. Walau’maturan canang’ setiap pagi atau sore, ‘ke pura setiap purnama tilem’, ‘ngodalin di sana sini’, ‘tawur agung’ atau masimakrama tiada henti, krama Hindu Bali taat pada tradisi dan agama. Tiada aral yang menyurutkan langkah krama Hindu Bali untuk tetap setia pada secui naturam peradabannya. Hiprokrisi, kesombongan, amarah, kebodohan, kegelapan, atau keserakahan dihindari dengan melakukan yadnya. Melalui yadnya, krama berupaya berperilaku moral yang berbudi dan bernurani. Yadnya dijadikan nilai, norma, dan etika normatif yang disemaikan dan diimplementasikan dalam kehidupan.
Harmoni tentu tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dihadirkan.
Oleh karena itu, yadnya seharusnya dimaknai sebagai kesempatan untuk membangun hubungan yang harmonis antarsesama manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Untuk itu, krama Hindu Bali harus melanjutkan kesetiannya ber-yadnya. Dengan melakukan yadnya, maka setiap kekeliruan dalam mengelola diri terdeteksi. Sehingga, upaya perbaikan dapat dilakukan sebelum merambat ke mana-mana.
Kebangkitan juga dapat dimaknai sebagai pelepasan dari stabilitas kebiasaan kurang baik. Kebiasaan-kebiasan buruk, seperti merokok, mabuk-mabukan, narkoba, perilaku seks bebas dan sejenisnya, sebaiknya ditanggalkan dan ditinggalkan. Sehingga, gerak perjalanan menuju penyempurnaan hidup itu sendiri dapat dimulai. Merokok sesungguhnya dapat mengganggu kesehatan dan lingkungan. Minuman berakohol apalagi minuman oplosan sangat membahayakan keselamatan jiwa. Narkoba amat membunuh kehidupan normal, bahkan jiwa pun terancam. AIDS adalah aib terbesar sepanjang sejarah.
Kebangkitan merupakan sikap dewasa untuk mengubah kelemahan menjadi kekuatan dan kendala menjadi peluang. Kecerdasan adversitas sangat dibutuhkan. Kecerdasan adversitas merupakan kemampuan untuk memperhitungkan situasi, kondisi, dan toleransi yang disesuaikan dengan pandangan serta jangkauan masing-masing.
Kebangkitan harus terjadi di semua lini masyarakat. Tidak peduli apakah ia elite, atau krama biasa atau lainnya, harus keluar dari pikiran yang merugikan manusia dan alam sekitar. Apabila dampak negatif suatu gagasan dirasa lebih besar dari dampak positifnya, maka gagasan tersebut perlu dikaji ulang atau bahkan dihentikan.Apabila keuntungan material tidak sebanding dengan kerusakan moralitas manusia dan alam, maka sebaik apapun gagasan tersebut harus dinafikan. Nurani jernih harus tercipta dalam kalbu setiap orang, agar Bali tidak terkontaminasi dalam semua aspek kehidupannya yang asri dan tata tenteram kertha raharja. Agar bisa tercipta kondisi dan situasi demikian, Bali membutuhkan pemimpin visioner, realistic, terukur, dan antisipatif. Bali kini menjadi semakin multikultural dan kehidupannya semakin multidimensional. Semoga kebangkitan Bali semakin menjanjikan suatu kehidupan yang nyaman, aman, dan sejahtera lahir batin. *
Perayaan-perayaan hari suci seharusnya dimanfaatkan untuk mengubah perilaku buruk menjadi perilaku baik. Misalnya, selepas Sivaratri atau Nyepi, perilaku pakraman semakin adem, nyaman, dan kondusif. Bukan sebaliknya, semakin meresahkan tanpa kepastian. Kebangkitan merupakan semangat untuk berbuat kebaikan, membangun jiwa dan membangkitkan raga. Transformasi (surface structure) akan terjadi apabila makna dalam (deep structure) dimaknai sebagai pencerahan, bukan keharusan normatif. Sehingga, selepas melaksanakan acara agama, krama Hindu Bali merasa semakin tercerahkan dan semakin memperoleh kebajikan. Jadi, esensi beragama adalah suatu kebangkitan diri ke arah yang positif bukan destruktif. Demikian pula halnya dengan yadnya yang seharusnya dapat melepaskan diri dari keterpurukan, kebatilan, kesengsaaran lahiriah, dan ketergantungan material.
Kebangkitan dapat pula diartikan sebagai testimony terbuka. Memang, banyak materi terhabiskan, banyak waktu terlewati dan banyak jalan terlalui dalam melakukan yadnya. Tetapi, jiwa tidak mudah goyah untuk meneruskan tradisi. Raga pun tidak ringkih untuk tidak melaksanakan yadnya. Walau’maturan canang’ setiap pagi atau sore, ‘ke pura setiap purnama tilem’, ‘ngodalin di sana sini’, ‘tawur agung’ atau masimakrama tiada henti, krama Hindu Bali taat pada tradisi dan agama. Tiada aral yang menyurutkan langkah krama Hindu Bali untuk tetap setia pada secui naturam peradabannya. Hiprokrisi, kesombongan, amarah, kebodohan, kegelapan, atau keserakahan dihindari dengan melakukan yadnya. Melalui yadnya, krama berupaya berperilaku moral yang berbudi dan bernurani. Yadnya dijadikan nilai, norma, dan etika normatif yang disemaikan dan diimplementasikan dalam kehidupan.
Harmoni tentu tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dihadirkan.
Oleh karena itu, yadnya seharusnya dimaknai sebagai kesempatan untuk membangun hubungan yang harmonis antarsesama manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Untuk itu, krama Hindu Bali harus melanjutkan kesetiannya ber-yadnya. Dengan melakukan yadnya, maka setiap kekeliruan dalam mengelola diri terdeteksi. Sehingga, upaya perbaikan dapat dilakukan sebelum merambat ke mana-mana.
Kebangkitan juga dapat dimaknai sebagai pelepasan dari stabilitas kebiasaan kurang baik. Kebiasaan-kebiasan buruk, seperti merokok, mabuk-mabukan, narkoba, perilaku seks bebas dan sejenisnya, sebaiknya ditanggalkan dan ditinggalkan. Sehingga, gerak perjalanan menuju penyempurnaan hidup itu sendiri dapat dimulai. Merokok sesungguhnya dapat mengganggu kesehatan dan lingkungan. Minuman berakohol apalagi minuman oplosan sangat membahayakan keselamatan jiwa. Narkoba amat membunuh kehidupan normal, bahkan jiwa pun terancam. AIDS adalah aib terbesar sepanjang sejarah.
Kebangkitan merupakan sikap dewasa untuk mengubah kelemahan menjadi kekuatan dan kendala menjadi peluang. Kecerdasan adversitas sangat dibutuhkan. Kecerdasan adversitas merupakan kemampuan untuk memperhitungkan situasi, kondisi, dan toleransi yang disesuaikan dengan pandangan serta jangkauan masing-masing.
Kebangkitan harus terjadi di semua lini masyarakat. Tidak peduli apakah ia elite, atau krama biasa atau lainnya, harus keluar dari pikiran yang merugikan manusia dan alam sekitar. Apabila dampak negatif suatu gagasan dirasa lebih besar dari dampak positifnya, maka gagasan tersebut perlu dikaji ulang atau bahkan dihentikan.Apabila keuntungan material tidak sebanding dengan kerusakan moralitas manusia dan alam, maka sebaik apapun gagasan tersebut harus dinafikan. Nurani jernih harus tercipta dalam kalbu setiap orang, agar Bali tidak terkontaminasi dalam semua aspek kehidupannya yang asri dan tata tenteram kertha raharja. Agar bisa tercipta kondisi dan situasi demikian, Bali membutuhkan pemimpin visioner, realistic, terukur, dan antisipatif. Bali kini menjadi semakin multikultural dan kehidupannya semakin multidimensional. Semoga kebangkitan Bali semakin menjanjikan suatu kehidupan yang nyaman, aman, dan sejahtera lahir batin. *
Komentar