RKUHP Disahkan DPR, Aktivis di Bali Sesalkan Pasal Karet yang Merugikan Rakyat
DENPASAR, NusaBali.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang KUHP dalam rapat paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Meskipun KUHP baru ini akan mengalami masa transisi selama 3 tahun untuk sosialisasi dan berlaku efektif pada tahun 2025, namun beberapa pihak menilai pasal-pasal yang termaktub didalamnya bisa berpotensi menjadi pasal karet yang merugikan rakyat.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, Made Krisna Dinata menyesalkan banyaknya permasalahan terhadap pasal-pasal di draft RKUHP yang telah disahkan tersebut.
"Banyak pasal yang bersifat karet dan mengancam hak-hak fundamental rakyat, utamanya dalam beraspirasi dan mengemukakan pendapat, terlebih lagi tumpulnya sanksi bagi penjahat lingkungan," jelasnya saat dikonfirmasi NusaBali.com, Selasa (6/12/2022).
Selain itu terkait pasal-pasal karet yang masih terakomodir tersebut, Krisna Dinata menilai akan menjadi potensi kesewenangan untuk menjerat siapa saja ke jeruji besi akibat melakukan kritik yang ditafsir dianggap menghina.
Beberapa pasal yang kerap menjadi atensi bagi setiap aktivis, karena berpotensi menimbulkan dampak masalah di masa mendatang, sebab pasal tersebut bisa digunakan untuk membungkam aspirasi masyarakat.
Seperti Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah, lalu Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) Bali, Anak Agung Gede Surya Sentana mengatakan jika sejarah demokrasi di Indonesia telah menunjukan bahwa pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden serta pasal penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara telah dihapus sebelumnya.
Melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No : 013-022/PUU-IV/2006 dan putusan MK No : 6/PUU-V/2007, dengan alasan bahwa pasal tersebut bertentangan terhadap kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan maupun tulisan.
Selain itu dia menyesalkan pasal karet dan bermasalah yang terakomodir senyatanya telah bertentangan dengan hak-hak dasar serta kebebasan warga negara yang ditegaskan dalam UUD 1945 terutama pasal 28.
"DPR yang mengesahkan draft RKUHP yang penuh pasal karet dan bermasalah ini sama dengan ingin membangkitkan pasal warisan jaman kolonial yang ingin membungkam suara kritis rakyat, dan sangat bertentangan dengan semangat reformasi, terlebih dalam berbagai pembahasannya tidak melibatkan partisipasi publik dan pengesahannya seakan dikebut," sesalnya. *aps
Komentar