Pengusaha Penggilingan Akui Stok Beras Kritis
JAKARTA, NusaBali
Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso buka-bukaan soal stok beras yang kritis di penggilingan hingga masyarakat.
Sutarto menjelaskan bahwa stok beras itu terpencar di mana-mana. Ada yang di pedagang, penggilingan padi, pengusaha horeka, hingga di level masyarakat.
"Di masyarakat juga ada kan, nah yang di masyarakat itu ada yang memang tidak siap dijual. Yang siap dijual pasti yang ada di penggilingan dan pedagang. Beras di penggilingan dan pedagang ini memang tidak besar dan tidak semuanya berada di situ," katanya di Kompleks Gedung DPR RI, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Rabu (7/12).
Sutarto lantas menjelaskan secara rinci berapa stok beras di beberapa daerah penggilingan padi yang ada di Indonesia. Menurutnya, stok masih ada meski tidak cukup untuk cadangan nasional.
Ia mengaku sudah mendata melalui beberapa koneksi di Perpadi, tetapi tidak dilakukan pendataan ke 170 ribu penggilingan yang ada di Indonesia. Berdasarkan data Sutarto, penggilingan padi di Banyuwangi, Jombang, hingga Malang masih memiliki stok beras.
Menurut Sutarto, penggilingan padi yang memang masih eksis melakukan kegiatan bisnis, pasti akan terus membeli dan menyalurkan beras setiap harinya. Namun, hal itu dilakukan terbatas sesuai dengan kawasan pasarnya saja.
"Kalau (penggilingan) yang besar, seperti di Palembang masih ada itu 20 ribu ton, dia punya. Tapi dia pasarnya juga besar, (penyaluran) khusus untuk pasarnya sendiri," pungkas Sutarto.
Di lain sisi, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah memberi izin impor sebanyak 500 ribu ton beras kepada Bulog untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) yang sudah menipis jelang akhir tahun. Karena beras itu tidak ada, kata dia, Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun memutuskan menambah cadangan beras untuk Bulog dengan cara impor.
"Saya diminta mendampingi Mentan (Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo) untuk membeli beras itu, enam hari kerja belum dapat, kami tambah lagi enam hari kerja, belum dapat, ditambah lagi enam hari kerja belum dapat, stok kita lama-lama menipis," kata Zulkifli di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Rabu (7/12).
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengaku tak mempermasalahkan soal impor beras. Namun, pemerintah sedang berupaya untuk menjaga harganya tetap terjangkau.
Terkait harga beras, Sutarto Alimoeso menuding kehadiran bantuan sosial (bansos) mengganggu harga beras.
"Terjadi satu situasi penentu harga gabah dan beras cenderung karena ada kebijakan pemerintah dalam rangka menyalurkan bansos, seperti bantuan pangan non tunai (BPNT). Karena BPNT tidak satu pintu sehingga di lapangan terjadi persaingan pengadaan beras," katanya dalam RDPU bersama Komisi IV DPR RI, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Rabu (7/12).
Kedua, penggilingan padi besar atau pemodal kuat cenderung berani membeli gabah atau beras dengan harga lebih mahal. Ini membuat penggilingan padi kecil mati suri.
Sutarto lebih lanjut menjelaskan bahwa bansos yang digelontorkan pemerintah tidak melalui penetapan harga, jadi ada persaingan bebas di lapangan untuk memenuhi kebutuhan beras untuk bansos tersebut.
"Artinya itu (bansos) kan perlu sekian ribu ton, itu kan banyak dan sekaligus. Kebutuhan yang sekaligus itu pasti akan berpengaruh (terhadap harga). Makanya harusnya melalui satu pintu agar lebih terkoordinasi," jelasnya di Kompleks Gedung DPR RI, Rabu (7/12).
BPNT adalah pengganti program beras sejahtera (rastra) yang diluncurkan pada 2017. Pada 2020, nilainya Rp150 ribu per KK. Bantuan tersebut tidak dapat diambil tunai dan hanya dapat ditukarkan dengan beras dan/atau telur sesuai kebutuhan KPM di e-Warong. *
Komentar