Dilengkapi Patung Dewata Nawa Sanga, Dipercaya Sembuhkan Berbagai Penyakit
Tempat Melukat Beji Amerta Gangga ‘Bulakan Kembar’ di Desa Adat Kelecung, Tabanan Dipelaspas
Patung Dewata Nawa Sanga di Beji Amerta Gangga masing-masing setinggi 8 meter, khusus Patung Dewa Siwa yang berada di tengah tingginya mencapai 23 meter.
TABANAN, NusaBali
Desa Adat Kelecung, Desa Tegal Mengkeb, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan melaspas Beji Amerta Gangga bertepatan dengan Purnama Kanem pada Wraspati Pon Wariga, Kamis (8/12). Keberadaan Beji ini sangat disakralkan karena terdapat dua bulakan (lubang mata air) kembar yang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit kulit. Bahkan juga dipercaya untuk memperlancar ASI seret.
Sebelum dilakukan penataan kawasan Beji ini tak terawat. Akses masuk sulit karena jalan penghubung terkena abrasi. Padahal beji yang sudah ada sejak dulu ini selain sakral juga airnya dimanfaatkan masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Menariknya bulakan kembar ini tak pernah kering walau musim kemarau panjang.
Penataan ini menelan anggaran sekitar Rp 8 miliar. Penataan disponsori oleh Yayasan Sahaja Sawah kemudian akan dihibahkan ke Desa Adat Kelecung. Arahnya nanti Beji ini akan dijadikan sebagai tempat wisata spiritual seiring Desa Tegal Mengkeb telah menjadi desa wisata.
Pantauan di lapangan Beji Amerta Gangga yang dibangun ini terbilang megah. Di lokasi juga dibangun patung Dewata Nawa Sanga. Tinggi patung ini masing-masing sekitar 8 meter, khusus Patung Dewa Siwa yang berada di tengah tingginya mencapai 23 meter. Keseluruhan patung terbuat dari beton. Patung dibuat oleh pematung asal Gianyar I Nyoman Gede Budi Darmawan dari Ada Garuda Galery bersama I Gede Eka Saputra.
Bendesa Adat Kelecung, I Nyoman Arjana mengatakan sebelum dilakukan penataan bulakan kembar ini memang sudah ada sejak dulu. Masyarakat kerap melakukan pengelukatan bahkan dijadikan sebagai sumber mata air. "Bulakan ini kami sakralkan sejak dulu hingga kini. Airnya tak pernah kering meskipun musim kemarau," ujarnya.
Kata dia, bulakan kembar ini dipercaya masyarakat untuk sarana pengobatan bagi yang memiliki penyakit kulit seperti gatal. Bahkan juga dipercaya untuk memperlancar ASI seret. "Ini dirasakan oleh masyarakat yang sudah pernah melukat. Orang yang ke sini (Beji) dari jauh-jauh, ada dari Negara (Jembrana), hingga Badung," jelasnya.
Dengan adanya bulakan kembar yang sudah tertata ini, otomatis ke depannya akan dilakukan pengelolaan yang matang bekerjasama dengan Yayasan Sahaja Sawah. Bahkan arahnya nanti juga ke arah wisata religi. "Di areal Beji juga dilengkapi dengan stand untuk menampilkan kesenian. Kita akan konsep pelan-pelan. Kesenian tentu melibatkan krama kami," tegas Arjana.
Sementara itu Ketua Yayasan Sahaja Sawah, Ni Kadek Ariani bersama suami Wayan Bernard, mengaku Pura Beji Amerta Gangga dengan keunikan dua bulakan atau lebih dikenal awalnya dalam kondisi kurang tertata akibat tergerus abrasi. Sebab lokasi bulakan yang sangat disakralkan bagi krama ini berlokasi tepat di pinggir Sungai Yeh Katahan.
"Keberadaan Pura Beji ini kurang mendapat perhatian dulu. Setelah berkomunikasi dengan penduduk sekitar mereka setuju dilakukan penataan yang nyaman untuk kegiatan pengelukatan dilengkapi dengan Patung Dewata Nawa Sanga,” terangnya. Menurutnya penataan ini tiada lain untuk melestarikan keberadaan Beji. “Harapan kami di yayasan, kawasan suci ini hanya ditujukan untuk orang-orang yang memang ingin melakukan persembahyangan dan pengelukatan bukan hanya sekadar selfie dan dipajang di media sosial,” terangnya. *des
Sebelum dilakukan penataan kawasan Beji ini tak terawat. Akses masuk sulit karena jalan penghubung terkena abrasi. Padahal beji yang sudah ada sejak dulu ini selain sakral juga airnya dimanfaatkan masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Menariknya bulakan kembar ini tak pernah kering walau musim kemarau panjang.
Penataan ini menelan anggaran sekitar Rp 8 miliar. Penataan disponsori oleh Yayasan Sahaja Sawah kemudian akan dihibahkan ke Desa Adat Kelecung. Arahnya nanti Beji ini akan dijadikan sebagai tempat wisata spiritual seiring Desa Tegal Mengkeb telah menjadi desa wisata.
Pantauan di lapangan Beji Amerta Gangga yang dibangun ini terbilang megah. Di lokasi juga dibangun patung Dewata Nawa Sanga. Tinggi patung ini masing-masing sekitar 8 meter, khusus Patung Dewa Siwa yang berada di tengah tingginya mencapai 23 meter. Keseluruhan patung terbuat dari beton. Patung dibuat oleh pematung asal Gianyar I Nyoman Gede Budi Darmawan dari Ada Garuda Galery bersama I Gede Eka Saputra.
Bendesa Adat Kelecung, I Nyoman Arjana mengatakan sebelum dilakukan penataan bulakan kembar ini memang sudah ada sejak dulu. Masyarakat kerap melakukan pengelukatan bahkan dijadikan sebagai sumber mata air. "Bulakan ini kami sakralkan sejak dulu hingga kini. Airnya tak pernah kering meskipun musim kemarau," ujarnya.
Kata dia, bulakan kembar ini dipercaya masyarakat untuk sarana pengobatan bagi yang memiliki penyakit kulit seperti gatal. Bahkan juga dipercaya untuk memperlancar ASI seret. "Ini dirasakan oleh masyarakat yang sudah pernah melukat. Orang yang ke sini (Beji) dari jauh-jauh, ada dari Negara (Jembrana), hingga Badung," jelasnya.
Dengan adanya bulakan kembar yang sudah tertata ini, otomatis ke depannya akan dilakukan pengelolaan yang matang bekerjasama dengan Yayasan Sahaja Sawah. Bahkan arahnya nanti juga ke arah wisata religi. "Di areal Beji juga dilengkapi dengan stand untuk menampilkan kesenian. Kita akan konsep pelan-pelan. Kesenian tentu melibatkan krama kami," tegas Arjana.
Sementara itu Ketua Yayasan Sahaja Sawah, Ni Kadek Ariani bersama suami Wayan Bernard, mengaku Pura Beji Amerta Gangga dengan keunikan dua bulakan atau lebih dikenal awalnya dalam kondisi kurang tertata akibat tergerus abrasi. Sebab lokasi bulakan yang sangat disakralkan bagi krama ini berlokasi tepat di pinggir Sungai Yeh Katahan.
"Keberadaan Pura Beji ini kurang mendapat perhatian dulu. Setelah berkomunikasi dengan penduduk sekitar mereka setuju dilakukan penataan yang nyaman untuk kegiatan pengelukatan dilengkapi dengan Patung Dewata Nawa Sanga,” terangnya. Menurutnya penataan ini tiada lain untuk melestarikan keberadaan Beji. “Harapan kami di yayasan, kawasan suci ini hanya ditujukan untuk orang-orang yang memang ingin melakukan persembahyangan dan pengelukatan bukan hanya sekadar selfie dan dipajang di media sosial,” terangnya. *des
Komentar