Isu Penerbangan Batal ke Bali Dinilai Black Campaign
Berita heboh tentang ancaman pidana atas seks pranikah dimanfaatkan untuk menjatuhkan atau dalam upaya menahan orang berkunjung ke Bali.
MANGUPURA, NusaBali
Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali (APPMB) menyebut pemberitaan terkait ribuan pembatalan penerbangan dari Australia ke Pulau Dewata bagian dari black campaign atau kampanye hitam. Hal ini dikarenakan kondisi pariwisata Bali saat ini sudah mulai bangkit setelah dihantam pandemi.
Menurut Ketua APPMB I Wayan Puspa Negara, pemberitaan tersebut hanyalah sebuah aksi black campaign, mengolah sebuah isu dengan maksud menjatuhkan Bali sebagai sebuah destinasi wisata. “Jadi bagi kami ini adalah black campaign dan bombastis tendensius. Dasarnya adalah berita heboh tentang ancaman pidana atas seks pranikah itu dimanfaatkan untuk menjatuhkan, atau dalam upaya menahan orang berkunjung ke Bali dan memaksimalkan wisata di dalam negerinya,” kata Puspa Negara, Jumat (9/12).
Dalam pandangan Puspa Negara, black campaign dimaksud bisa saja timbul atas rasa iri hati terhadap suksesnya penyelenggaraan KTT G20 di Indonesia. Lantaran melalui kesuksesan tersebut turut mendongkrak branding Bali sebagai destinasi pariwisata yang mempesona. “Branding Bali melalui KTT G20 begitu mempesona dan menimbulkan rasa iri para pesaing. Dengan begitu, maka sangat memungkinkan persoalan RKUHP ini ditarik sebagai arsenik bagi Bali, padahal RKUHP ini baru akan berlaku tiga tahun lagi. Inilah yang ternyata dimanfaatkan sebagai black campaign, untuk mempersulit keyakinan wisatawan mancanegara berlibur ke Bali ataupun Indonesia pada umumnya,” kata Puspa Negara.
Mantan anggota DPRD Badung ini kembali menegaskan, pemberitaan terkait ribuan pembatalan penerbangan dari Australia ke Bali sudah sangat jelas tendensius. Apalagi sepengetahuan dia dalam RKUHP disebutkan aturan mengenai ancaman pidana atas seks pranikah berlaku jika ada aduan. “Kami sebagai pelaku usaha akomodasi di Bali, adalah memegang teguh etika pariwisata. Kami menjamin kerahasiaan data pribadi wisatawan yang menginap secara absolut. Kami tidak mungkin akan menanyakan akta otentik seperti akta pernikahan atau sejenisnya, karena itu adalah ranah pribadi,” tegas Puspa Negara.
Selain itu menurut Puspa Negara, sesungguhnya tidak ada yang perlu dirisaukan soal ketentuan Pasal 415 dan 416 RKUHP, sebab aturan tersebut hanya bisa diterapkan jika ada aduan spesifik dari suami/istri sah atau orang tua bagi yang belum menikah. “Jadi bagi saya tidak ada yang perlu dirisaukan. Tapi jika ke depan dirasa perlu, kami para pelaku pariwisata siap untuk mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi atas RKUHP ini,” tegasnya. *dar
Menurut Ketua APPMB I Wayan Puspa Negara, pemberitaan tersebut hanyalah sebuah aksi black campaign, mengolah sebuah isu dengan maksud menjatuhkan Bali sebagai sebuah destinasi wisata. “Jadi bagi kami ini adalah black campaign dan bombastis tendensius. Dasarnya adalah berita heboh tentang ancaman pidana atas seks pranikah itu dimanfaatkan untuk menjatuhkan, atau dalam upaya menahan orang berkunjung ke Bali dan memaksimalkan wisata di dalam negerinya,” kata Puspa Negara, Jumat (9/12).
Dalam pandangan Puspa Negara, black campaign dimaksud bisa saja timbul atas rasa iri hati terhadap suksesnya penyelenggaraan KTT G20 di Indonesia. Lantaran melalui kesuksesan tersebut turut mendongkrak branding Bali sebagai destinasi pariwisata yang mempesona. “Branding Bali melalui KTT G20 begitu mempesona dan menimbulkan rasa iri para pesaing. Dengan begitu, maka sangat memungkinkan persoalan RKUHP ini ditarik sebagai arsenik bagi Bali, padahal RKUHP ini baru akan berlaku tiga tahun lagi. Inilah yang ternyata dimanfaatkan sebagai black campaign, untuk mempersulit keyakinan wisatawan mancanegara berlibur ke Bali ataupun Indonesia pada umumnya,” kata Puspa Negara.
Mantan anggota DPRD Badung ini kembali menegaskan, pemberitaan terkait ribuan pembatalan penerbangan dari Australia ke Bali sudah sangat jelas tendensius. Apalagi sepengetahuan dia dalam RKUHP disebutkan aturan mengenai ancaman pidana atas seks pranikah berlaku jika ada aduan. “Kami sebagai pelaku usaha akomodasi di Bali, adalah memegang teguh etika pariwisata. Kami menjamin kerahasiaan data pribadi wisatawan yang menginap secara absolut. Kami tidak mungkin akan menanyakan akta otentik seperti akta pernikahan atau sejenisnya, karena itu adalah ranah pribadi,” tegas Puspa Negara.
Selain itu menurut Puspa Negara, sesungguhnya tidak ada yang perlu dirisaukan soal ketentuan Pasal 415 dan 416 RKUHP, sebab aturan tersebut hanya bisa diterapkan jika ada aduan spesifik dari suami/istri sah atau orang tua bagi yang belum menikah. “Jadi bagi saya tidak ada yang perlu dirisaukan. Tapi jika ke depan dirasa perlu, kami para pelaku pariwisata siap untuk mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi atas RKUHP ini,” tegasnya. *dar
1
Komentar