Sektor Jasa Keuangan Diminta Terapkan GRC
DENPASAR,NusaBali
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong pelaku industri jasa keuangan menerapkan Governance, Risk, and Compliance /GRC (tata kelola, manajemen risiko dan kepatuhan) terintegrasi.
GRC dengan inovasi teknologi digital bertujuan memastikan tata kelola dan meningkatkan pengelolaan risiko yang lebih baik.
Ketua Dewan Audit OJK, Sophia Wattimena menyampaikan dalam siaran pers, Senin (12/12). Hal tersebut menyusul International Conference on ERM : Risk Beyond 2022 yang diselenggarakan Enterprise Risk Management Academy (ERMA) di Bali, sebelumnya.
“Disampaikan Sophia Wattimena per Juni 2022, total eksposure aset sektor jasa keuangan Indonesia mencapai sekitar Rp29 ribu triliun. Dari besaran tersebut 54 persen berasal dari Pasar Modal, 36 persen dari Perbankan dan 10 persen dari Industri Keuangan Non-Bank.
“Eksposure yang besar ini membutuhkan penerapan GRC terintegrasi yang efektif untuk memastikan tata kelola yang baik,” ujarnya.
Dikatakan penggunaan teknologi dalam penerapan GRC menjadi urgent, karena memungkinkan pemangku kepentingan memprediksi risiko lebih akurat dan memanfaatkan peluang yang benar-benar penting.
Lanjutnya, implementasi GRC terintegrasi yang didukung teknologi terkini akan mendorong integrasi data dan informasi dalam organisasi mengarah pada inovasi dan perbaikan terintegrasi dalam model tiga lini. Pertama kemampuan beradaptasi dan berinovasi.
Kedua akan menjadi fondasi yang baik untuk ekonomi keberlanjutan dan ketiga pertumbuhan industri berkelanjutan.Membangun ekosistem pelaporan keuangan yang sehat, khususnya di sektor keuangan.
Penerapan GRC terintegrasi ini juga sudah diterapkan OJK melalui metode Combined Assurance dalam kerangka model tiga lini. Tujuannya memperkuat pengawasan dan memberikan nilai tambah bagi industri jasa keuangan.
Selain itu, OJK terus melakukan inovasi sistem informasi sebagai perangkat pendukung, baik untuk pengawasan internal maupun eksternal. Saat ini OJK telah memiliki OJK Suptech Integrated Data Analytics (OSIDA) yang menggunakan otomasi analisis data terintegrasi dalam mendeteksi kelemahan proses bisnis industri.
"Hasil analisis data memungkinkan OJK menindaklanjuti dalam skala kebijakan yang lebih luas," tandas Sophia Wattimena. *K17
1
Komentar