Barong Besar, Kayonan Tinggi Warnai Sahasra Warsa Batuan
GIANYAR, NusaBali
Perayaan Sahasra Warsa Batuan di Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, memang dibuat istimewa.
Selain padat agenda pertunjukan seni budaya, momentum seribu tahun ditulisnya Prasasti Baturan Caka 944 ini juga diwarnai karya seni monumental. Sebut saja misalnya Barong Ket besar, Kayonan tinggi, dan keris kembar berukuran besar yang menghiasi wantilan sisi Kauh Pura Desa lan Puseh setempat. Ada pula kanvas putih berukuran 5 meter x 1,5 meter yang disiapkan oleh Komunitas Baturulangun. Setiap pengunjung diundang untuk menggoreskan pensil maupun tinta hitam merespons Sahasra Warsa Batuan.
Barong Ket besar satu-satunya di Bali ini, dibuat oleh puluhan anggota Sanggar Citrakara yang bermarkas di Banjar Puaya. Bermula dari sebuah ide membuat karya monumental yang dikerjakan bersama. Gayung bersambut ketika salah satu anggota menemukan bongkahan kayu Pule di pinggir sungai kawasan Desa Sukawati. Bakalan kayu tersebut berukuran besar, merupakan sisa tebangan pohon Pule. Kondisinya sudah dipenuhi lumut maupun rumput.
“Ada pohon Pule besar yang sudah dipotong di sungai di Sukawati. Kita jajaki, temukan, potong, buat dasarnya biar mudah kita angkat. Mungkin pohon terlalu besar, sehingga bakalan itu ditinggalkan di sungai oleh penebang, sampai ditumbuhi semak-semak. Tapi kami lihat ini bahan bagus untuk merealisasikan ide membuat Barong Ket besar,” kata Sekretaris Sanggar Citrakara I Made Jaya Jameena SSn didampingi Ketua I Wayan Murdana dan Bendahara I Nyoman Selamet, Rabu (21/12).
“Kayu memang kami dapat gelondongan. Tidak ada proses tambal sulam, utuh kayunya kita dapat di pohonnya,” imbuhnya.
Made Jaya menjelaskan, proses pembuatan Barong besar ini dimulai pada 2020. Ketika itu, Citrakara diberikan kesempatan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali untuk terlibat dalam Pesta Kesenian Bali. “Mulai dibentuk polanya saja waktu itu, diameter Barong sekitar 80 cm. Tidak ada target untuk menyelesaikan sehingga sempat mandek,” ucap pembuat topeng yang juga guru senirupa SMKN 1 Sukawati ini.
Sekitar dua tahun lamanya, bakalan Barong Ket besar tetap berupa bakalan. Hingga akhirnya ada peringatan Sahasra Warsa Batuan, anggota Sanggar Citrakara kembali bergeliat. “Mulai 17 November 2022 kita kebut pengerjaan Barong besar ini hingga tahap finishing. Astungkara, 17 Desember, sehari sebelum pembukaan even Sahasra Warsa Batuan, karya ini selesai dan siap dipamerkan,” ungkap Made Jaya.
Dalam sebulan pengerjaan itu, anggota sanggar membagi diri. Ada yang kebagian mewarnai dan membuat ukiran. Karya ini dikerjakan secara keroyokan dari pagi sampai malam. “Ini persembahan dari kami untuk merayakan seribu tahun Prasasti Baturan,” kata Made Jaya.
Barong berdiameter 80 cm, panjang dan lebar masing-masing 1 meter. Berikut ornamen ukiran dan janggut, Barong ini total setinggi 3 meter. Menggunakan warna akrilik, hiasan kulit sapi yang ditatah ditambahkan aksesoris perak, menggunakan prada gede kualitas nomor 1.
Tidak ada cerita mistis selama pengerjaan, namun ada rasa haru yang menemani setiap kali Barong ini dibuat bersama. “Wujudkan Barong besar ada tingkat kesulitan. Bagaimana menyatukan seniman berbagai karakter, banyak orang jadi karya seni. Tidak mudah buat ukuran besar dengan bentuk yang sangat sempurna. Merupakan sebuah bentuk ciri khas tapel Barong di Banjar Puaya,” tandas Made Jaya.
Karya Barong monumental ini dipersembahkan untuk Desa Batuan sebagai bentuk pengabdian. “Sebagai catatan bahwa kami pernah buat karya fenomenal. Karena dalam prasasti ada tugas yang harus kita laksanakan sebagai perupa. Sebagai warga Batuan, untuk lestarikan, lanjutkan, kembangkan seni budaya,” ungkapnya.
Sementara itu, Kayonan setinggi 5 meter dibuat seorang diri oleh pemahat I Wayan Patra, 55, warga Banjar Pekandelan. “Saya memang punya cita-cita membuat Kayonan besar, tapi tidak ketemu momentum. Nah, seribu tahun ini waktu yang pas,” ucap Patra.
Kayonan dengan warna dasar putih ini berbahan PVC, sejenis plastik untuk membuat pipa. Beratnya mencapai sekitar 200 kilogram. “Saya memanfaatkan teknologi, dengan catatan karyanya tetap berkualitas,” ujar Patra yang Ketua LPD Desa Adat Batuan.
Kayonan dengan lebar 2,5 meter ini tak pernah dibayangkan akan bersanding dengan Barong Ket besar dan keris kembar. “Ya saya ingin saja buat, ternyata Puaya punya Barong dan Jeleka punya keris. Jadi tiga karya ini jadi dekorasi yang menarik,” ucapnya.
Benar saja, setiap pengunjung even menyempatkan diri untuk berfoto dengan latar belakang dekorasi ini.
Satu lagi keris kembar, dibuat untuk dekorasi semata. Bukan keris pusaka. “Panjangnya sekitar 1 meter, plus warangkanya jadi 1,5 meter,” kata pembuat warangka keris I Ketut Sutarba alias Jerut didampingi Empu-nya Keris Batuan Jero Pande Sabar.
Senada dengan seniman lain, Ketut Jerut juga terpanggil untuk ikut berkontribusi dalam peringatan Sahasra Warsa ini. “Jeleka sudah menjadi sentra keris, jadi kami tampilkan keris kembar ini,” imbuhnya.
Berbahan besi, nikel, dan baja, warangka model Sesengeratan dengan tempelan kayu Timoho. Selain memeriahkan dekorasi dengan keris kembar, juga dibuat keris pusaka on the spot di depan Batuan Art Space oleh Komunitas Prapen Keris Bali. Jero Pande Sabar bersama Pande Sembuwuk secara langsung mempertontonkan bagaimana proses menempa di hadapan pengunjung. Juru tempa yang dilibatkan sebanyak 12 orang. Sebuah Prapen bahkan diboyong langsung ke lokasi acara. “Kami buat dua keris khusus yang lurus untuk bendesa dan luk 5 untuk perbekel,” jelasnya.
Keris ini dipakai sebagai simbolis komando seorang pemimpin. "Yang lurus agar Jero Bendesa punya pikiran tegas mengayomi adat. Luk lima simbol kebijaksanaan. Satu sudah selesai, besok finishing. Rahina Tilem ini proses penyepuhan, mencari hari baik,” imbuh Ketut Jerut. Setelah jadi, rencananya dua keris khusus ini akan diserahkan pada puncak perayaan pada 26 Desember 2022 mendatang. *nvi
1
Komentar