Mewaspadai Ancaman Gempa Bumi dari Sesar Aktif dan Mitigasinya
Pada hari Selasa 13 Desember 2022 pukul 17.38.24 WIB wilayah Pantai Timur Karangasem, Bali diguncang gempa tektonik dengan magnitudo 5,1. Episenter gempabumi tersebut terletak pada koordinat 8,29° LS; 115,62° BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 1 Km arah Timur Kubu, Karangasem, Bali pada kedalaman 30 km.
Penulis: Yogha Mahardikha Kuncoro Putra, S.Tr, M.DM.
Staff of Regional Seismological Center III Denpasar-Bali
Indonesian Meteorological Climatological and Geophysical Agency
Hasil analisis BMKG menyebutkan berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat adanya aktivitas Sesar Naik Flores ( Flores back arc thrust ). Gempabumi ini merupakan tipe gempabumi yang didahului oleh adanya gempabumi pendahuluan atau foreshock dimana sebelumnya terjadi 10 gempabumi dengan magnitudo gempabumi terbesar adalah 4,8. Hingga hari Minggu, 18 Desember 2022 tercatat sudah 112 gempabumi susulan yang terjadi dengan 12 diantaranya dirasakan oleh masyarakat. Gempabumi tersebut menimbulkan dampak kerusakan pada ratusan bangunan di kabupaten Karangasem.
Jika menilik lebih jauh, peristiwa gempabumi di atas menunjukkan bahwa potensi bahaya sumber gempabumi kerak dangkal atau yang sering kita kenal sebagai patahan atau sesar aktif, sama bahayanya dengan potensi gempabumi megathrust.
Contoh lain dari potensi bahaya gempabumi dari sumber gempabumi patahan atau sesar aktif dapat dilihat dari peristiwa gempabumi Cianjur pada tanggal 21 November 2022. Hasil analisis BMKG menunjukkan gempabumi ini memiliki magnitudo sebesar 5,6 dan episenter gempabumi terletak pada koordinat 6,86° LS; 107,01° BT, atau tepatnya berlokasi di darat wilayah Sukalarang, Sukabumi, Jawa Barat pada kedalaman 11 km.
Diduga gempabumi Cianjur disebabkan oleh sesar aktif di darat yang masih satu sistem dengan zona sesar Cimandiri, walaupun hasil tersebut masih dalam kajian lebih lanjut. Tercatat sekitar 424 gempabumi susulan terjadi setelah gempabumi tersebut. Berdasarkan data BNPB tercatat gempabumi tersebut menyebabkan lebih dari 60 ribu bangunan mengalami kerusakan dan terdapat sekitar 600 korban jiwa.
Dari dua kejadian gempabumi di atas maka sudah sewajarnya kita lebih waspada terhadap ancaman gempabumi yang bersumber dari patahan atau sesar aktif terutama yang berada di darat. Patahan atau sesar aktif merupakan lapisan kulit bumi atau kerak bumi yang patah dan bergeser. Dimana hal tersebut disebabkan oleh adanya dorongan lempeng bumi dari aktivitas zona subduksi yang menyebabkan lapisan kulit bumi atau kerak bumi yang cenderung lemah akan bergeser dan membentuk patahan atau sesar.
Peristiwa gempabumi yang disebabkan oleh aktivitas patahan atau sesar aktif berbahaya karena lokasinya yang berada atau dekat dengan daratan serta kedalaman gempabuminya yang relatif dangkal sehingga tidak membutuhkan magnitudo yang cukup besar untuk menimbulkan dampak goncangan yang kuat. Hal ini tentu berbahaya karena masih banyak bangunan di Indonesia yang belum memenuhi standar bangunan tahan gempabumi. Selain itu masih banyak zona-zona sesar aktif yang belum terpetakan di Indonesia sehingga tindakan antisipasnya menjadi lebih sulit. Di pulau Bali sendiri, potensi gempabumi dari patahan atau sesar aktif tidak hanya dari aktivitas Sesar Naik Flores yang berada di laut tapi juga terdapat sumber gempabumi lain diantaranya Sesar Negara, Sesar Seririt, Sesar Tejakula dan Sesar Culik yang berada di darat.
Jika belajar dari kedua peristiwa gempabumi Cianjur dan Karangasem di atas, terdapat beberapa penyebab mengapa kerusakan bangunan yang terjadi cukup masif. Yang pertama adalah karena faktor kedalaman gempabumi yang relatif dangkal sehingga goncangan gempabumi yang ditimbulkan akan relatif kuat dirasakan. Kemudian struktur bangunan yang tidak memenuhi standar aman gempabumi, contohnya bangunan tembok tanpa besi tulangan atau struktur kolom bangunan yang lemah.
Selain itu, lokasi permukiman yang berada pada struktur tanah lunak dan di wilayah perbukitan menyebabkan terjadinya amplifikasi atau perbesaran goncangan akibat gempabumi dan juga dampak ikutan lain berupa tanah longsor. Hal inilah juga yang secara tidak langsung menjadi faktor penyebab jatuhnya banyak korban jiwa, terutama pada peristiwa gempabumi Cianjur dimana korban meninggal kebanyakan disebabkan oleh runtuhan bangunan, kejadian tanah longsor dan kepanikan yang terjadi.
Menurut salah satu survey di Jepang setelah kejadian gempabumi Tohoku 2011 menunjukkan dari seluruh korban selamat, persentase terbesar korban selamat adalah karena mereka mampu menyelamatkan diri sendiri, kemudian diselamatkan oleh orang-orang terdekat seperti keluarga atau tetangga. Berkaca pada hasil tersebut maka untuk mengantisipasi kejadian gempabumi serupa di masa depan diperlukan pemahaman mitigasi secara mandiri oleh masing-masing individu agar terhindar dari dampak akibat kejadian gempabumi. Mitigasi secara mandiri dapat dimulai dari persiapan sebelum terjadi gempabumi.
Diawali dengan mengenali tempat tinggal dan tempat bekerja, memastikan bahwa struktur bangunannya kuat, serta letak bangunan terhindar dari bahaya akibat gempabumi seperti tanah longsor dan rekahan tanah. Memperhatikan tata letak dan pemasangan perabotan terutama untuk perabotan yang berat dan dapat membahayakan jika jatuh. Menyiapkan tas siaga bencana sehingga ketika terjadi gempabumi tas tersebut dapat langsung dibawa ke titik berkumpul tempat evakuasi sementara. Selain itu juga perlu untuk memahami dimana letak jalur evakuasi serta tempat evakuasi terdekat.
Saat terjadi gempabumi, yang terpenting adalah untuk tidak panik. Ketika sedang berada di dalam ruangan dan merasakan guncangan gempabumi yang cukup kuat, jangan memaksakan ke luar ruangan, lebih baik lindungi badan dan kepala (terutama tengkuk leher) dari kemungkinan adanya reruntuhan bangunan. Jika guncangan gempabumi tidak begitu kuat, lari ke area terbuka yang aman dari reruntuhan apabila masih dapat dilakukan melalui tangga darurat, sambil tetap melindungi kepala dan tengkuk leher. Jika sedang berada dalam kendaraan, dan merasakan guncangan gempabumi, maka segera hentikan kendaraan, kemudian keluar dan jauhi kendaraan tersebut untuk menghindari adanya rekahan tanah/jalanan. Ketika berada di luar ruangan/bangunan segera hindari bangunan tinggi/gedung, tiang listrik, dan pohon.
Setelah guncangan gempabumi mulai berhenti juga diperlukan pemahaman bagaimana proses evakuasi yang benar. Jika berada di dalam ruangan, keluar dengan tertib melewati jalur evakuasi membawa tas siaga bencana menuju ke titik kumpul. Jika gempabumi yang terjadi tidak merusak, segera matikan sumber api, listrik, dan gas, serta pastikan ada atau tidaknya kebakaran, kebocoran gas, arus pendek listrik, dan kebocoran pipa air.
Setelah berada di titik kumpul, cek anggota keluarga apakah ada yang terluka, dan mintalah pertolongan apabila terjadi luka parah pada diri dan rekan di sekitar. Selain itu, hindari dari bangunan yang retak atau rusak. Sebelum kembali ke rumah, periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal dalam kondisi baik dan tahan gempabumi, karena setelah terjadinya gempabumi besar biasanya diikuti dengan adanya peristiwa gempabumi susulan.
Kejadian gempabumi merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa kita hindari akan tetapi dapat kita sikapi dengan baik. Terlebih ancaman gempabumi tidak hanya berasal dari zona megathrust tapi juga dari adanya patahan atau sesar aktif. Oleh karena itu tiap-tiap individu harus siap menghadapinya dengan berusaha memahami langkah-langkah mitigasi gempabumi yang tepat. Dengan begitu mewujudkan zero victim dari kejadian bencana gempabumi bukanlah menjadi hal yang mustahil.
Komentar