LPD Ungasan Terancam 'Kolaps'
LPD Ungasan terancam rush. Bendesa Adat Ungasan pun diminta mundur karena kebijakannya dinilai merugikan LPD.
MANGUPURA, NusaBali
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, terancam rush karena Bendesa Adat Ungasan Ketut Marcin, diduga telah salah mengeluarkan kebijakan. Marcin dinilai keliru mengeluarkan kebijakan yang tak sesuai dengan tujuan dari LPD itu.
“Ada dua transaksi akibat salah kebijakan yang dilakukan oleh Bendesa Adat Ungasan. Pertama pemberian kredit kepada sebuah perusahaan taksi di Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui perorangan. Besaran kredit yang dikeluarkan mencapai Rp 16.334.775.880. Kedua adalah investasi pembelian tanah di NTB dengan total transaksi mencapai Rp 36.659.516.960. Dua jenis transaksi ini jelas menyalahi aturan tentang LPD. LPD itu didirikan untuk menyejahterakan masyarakat desa. LPD Ungasan kok malah investasi di NTB,” tutur Ketua Kertha Desa Nyoman Mendra saat ditemui di Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Sabtu (20/5).
Akibat dari dua transaksi itu, lanjut Mendra, LPD Ungasan kini terseok-seok. Masyarakat yang hendak menarik atau meminjam uang menjadi tersendat. Menurutnya ini terjadi karena pihak yang berposisi sebagai pengawas justru terlibat dalam permainan yang tak sehat. Selain itu dirinya khawatir kejadian tersendatnya transaksi ini akan menurunkan kepercayaan masyarakat yang akan berujung pada penarikan uang secara massal (rush).
“Masalah ini sudah terjadi sejak enam bulan yang lalu. Saya selaku panglingsir sudah memerintahkan untuk menjual aset. Jika tak demikian LPD ini tak akan bisa mengembalikan uang masyarakat. Masyarakat tak bisa menarik uang tabungannya. Kini hanya berharap uang dari penabung, tetapi kalau kondisinya seperti ini, khawatirnya masyarakat dirugikan,” ujar Mendra.
Sebagai kertha desa, Mendra masih berusaha untuk menyelesaikan masalah ini secara adat. Jika nanti tak menemukan solusi terbaik, maka ditempuh melalui jalur hukum positif. Untuk mengembalikan uang tabungan masyarakat, Mendra berkeinginan untuk menjual aset LPD dengan catatan pelaku nantinya harus mengembalikannya.
Hal senada diampaikan oleh Wakil Kertha Desa Wayan Disel Astawa. Menurut Disel Astawa, masalah itu bisa diproses hukum positif oleh masyarakat Ungasan. “Siapa pun masyarakat Ungasan yang hendak menempuh jalur hukum positif atas masalah ini, bisa dilakukan. Karena akibat kejadian ini sangat merugikan hak-hak masyarakat. Aturan yang dilanggar dalam hal ini adalah Perda No 3 Tahun 2007, pasal 7 ayat 2 tentang prinsip ketelitian penanaman modal perusahaan lain dan pembelian tanah,” tuturnya.
Dirinya berharap LPD tak boleh mati, karena LPD sebenarnya sangat membantu. Disel Astawa berpandangan untuk mengatasi masalah ini LPD Ungasan sebaiknya dibekukan sementara. “Akibat masalah ini banyak kerugian sosial. Baik masyarakat maupun karyawan LPD ini. Saya berpandangan untuk sementara LPD ini dibekukan dan setelahnya bentuk tim penyelamat. Kalau masalah ini berlarut pasti penabung turun penarik naik. Hal ini yang membuat LPD ini akan mati. Dalam upaya proses paruman, agar persoalan ini diselesaikan secara internal namun tetap semua kerugian LPD akibat kebijakan itu harus dikembalikan,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Forum Masyarakat Ungasan (FMU) Ketut Juliana mendesak agar Bendesa Adat Ungasan Ketut Marcin diberhentikan. “Sebagai perwakilan masyarakat yang lain kami meminta agar kertha desa memberhentikan bendesa yang sekarang. Entah nanti diproses secara adat atau hukum positif, kami berharap agar sejumlah uang yang dihamburkan itu dikembalikan. Tolong jangan menghilangkan hak kami. Kesalahan kebijakan itu sudah diakui oleh beliau, jadi tak ada salahnya kalau dia diberhentikan sementara,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah melalui telepon, Minggu (21/5) sore, Bendesa Adat Ungasan Ketut Marcin enggan menanggapi hal tersebut. “Mohon maaf untuk masalah ini saya tak mau berkomentar,” ucapnya. *cr64
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, terancam rush karena Bendesa Adat Ungasan Ketut Marcin, diduga telah salah mengeluarkan kebijakan. Marcin dinilai keliru mengeluarkan kebijakan yang tak sesuai dengan tujuan dari LPD itu.
“Ada dua transaksi akibat salah kebijakan yang dilakukan oleh Bendesa Adat Ungasan. Pertama pemberian kredit kepada sebuah perusahaan taksi di Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui perorangan. Besaran kredit yang dikeluarkan mencapai Rp 16.334.775.880. Kedua adalah investasi pembelian tanah di NTB dengan total transaksi mencapai Rp 36.659.516.960. Dua jenis transaksi ini jelas menyalahi aturan tentang LPD. LPD itu didirikan untuk menyejahterakan masyarakat desa. LPD Ungasan kok malah investasi di NTB,” tutur Ketua Kertha Desa Nyoman Mendra saat ditemui di Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Sabtu (20/5).
Akibat dari dua transaksi itu, lanjut Mendra, LPD Ungasan kini terseok-seok. Masyarakat yang hendak menarik atau meminjam uang menjadi tersendat. Menurutnya ini terjadi karena pihak yang berposisi sebagai pengawas justru terlibat dalam permainan yang tak sehat. Selain itu dirinya khawatir kejadian tersendatnya transaksi ini akan menurunkan kepercayaan masyarakat yang akan berujung pada penarikan uang secara massal (rush).
“Masalah ini sudah terjadi sejak enam bulan yang lalu. Saya selaku panglingsir sudah memerintahkan untuk menjual aset. Jika tak demikian LPD ini tak akan bisa mengembalikan uang masyarakat. Masyarakat tak bisa menarik uang tabungannya. Kini hanya berharap uang dari penabung, tetapi kalau kondisinya seperti ini, khawatirnya masyarakat dirugikan,” ujar Mendra.
Sebagai kertha desa, Mendra masih berusaha untuk menyelesaikan masalah ini secara adat. Jika nanti tak menemukan solusi terbaik, maka ditempuh melalui jalur hukum positif. Untuk mengembalikan uang tabungan masyarakat, Mendra berkeinginan untuk menjual aset LPD dengan catatan pelaku nantinya harus mengembalikannya.
Hal senada diampaikan oleh Wakil Kertha Desa Wayan Disel Astawa. Menurut Disel Astawa, masalah itu bisa diproses hukum positif oleh masyarakat Ungasan. “Siapa pun masyarakat Ungasan yang hendak menempuh jalur hukum positif atas masalah ini, bisa dilakukan. Karena akibat kejadian ini sangat merugikan hak-hak masyarakat. Aturan yang dilanggar dalam hal ini adalah Perda No 3 Tahun 2007, pasal 7 ayat 2 tentang prinsip ketelitian penanaman modal perusahaan lain dan pembelian tanah,” tuturnya.
Dirinya berharap LPD tak boleh mati, karena LPD sebenarnya sangat membantu. Disel Astawa berpandangan untuk mengatasi masalah ini LPD Ungasan sebaiknya dibekukan sementara. “Akibat masalah ini banyak kerugian sosial. Baik masyarakat maupun karyawan LPD ini. Saya berpandangan untuk sementara LPD ini dibekukan dan setelahnya bentuk tim penyelamat. Kalau masalah ini berlarut pasti penabung turun penarik naik. Hal ini yang membuat LPD ini akan mati. Dalam upaya proses paruman, agar persoalan ini diselesaikan secara internal namun tetap semua kerugian LPD akibat kebijakan itu harus dikembalikan,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Forum Masyarakat Ungasan (FMU) Ketut Juliana mendesak agar Bendesa Adat Ungasan Ketut Marcin diberhentikan. “Sebagai perwakilan masyarakat yang lain kami meminta agar kertha desa memberhentikan bendesa yang sekarang. Entah nanti diproses secara adat atau hukum positif, kami berharap agar sejumlah uang yang dihamburkan itu dikembalikan. Tolong jangan menghilangkan hak kami. Kesalahan kebijakan itu sudah diakui oleh beliau, jadi tak ada salahnya kalau dia diberhentikan sementara,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah melalui telepon, Minggu (21/5) sore, Bendesa Adat Ungasan Ketut Marcin enggan menanggapi hal tersebut. “Mohon maaf untuk masalah ini saya tak mau berkomentar,” ucapnya. *cr64
1
Komentar