MUTIARA WEDA: Bhakti dan Lenyapnya Derita
Aur devatā citta na dharai, hanumata se saba sukha karai, Sankata katai mitai saba pirā, jo sumirai hanumata balabirā. (Hanuman Calisa, 35-36)
Pelayanan kepada Sri Hanuman, mengingat nama Sri Hanuman, memberikan semua kenyamanan. Semua masalah dan rasa sakit hilang bagi orang yang mengingat Sri Hanuman yang perkasa.
APA hubungannya antara melayani atau mengingat Hanuman dengan hilangnya masalah dan rasa sakit? Bagaimana cara kerjanya sehingga semua masalah hilang? Bagaimana caranya kita melayani Hanuman? Pelayanan seperti apa yang bisa diberikan kepada Hanuman sehingga rasa sakit kita bisa hilang? Demikian seterusnya, banyak pertanyaan yang berkorelasi dengan ini.
Bagi kita yang rasional, tentu pernyataan di atas terasa tidak mungkin, sebab mengkorelasikan antara mengingat Hanuman dengan hilangnya penderitaan itu tidak mudah, dan bahkan mustahil. Kalau mengkorelasikan antara uang atau alkohol dengan hilangnya rasa sakit itu mungkin. Tapi, ‘mengingat Hanuman’ dan ‘hilangnya semua masalah’ itu korelasinya di mana? Apakah dengan mengingat Hanuman,
masalah akan dicabut sedemikian rupa?
Berbeda halnya mereka yang penuh keyakinan, yang di dalam dirinya penuh bakti, pernyataan di atas adalah kebenaran. Makanya, temple Hanuman dibangun, altar-altar dipuja, patung Hanuman di-install dan himne yang memuliakan Hanuman digubah.
Dengan penuh bakti mereka memuliakan Hanuman, mengulang-ulang namanya dalam japa mantra. Seluruh kesadarannya diarahkan ke nama Hanuman, sehingga apapun yang dilakukannya, apapun yang dikatakannya, dan apapun yang dipikirkan hanya Hanuman. Mereka dengan penuh keyakinan merasa bahwa semua masalahnya akan diselesaikan, dan setiap penderitaan yang dihadapinya akan sirna karena anugerah Hanuman. Bakti yang tulus dan total ini diyakini mampu mengetuk hati Hanuman untuk memberikan anugerahnya. Anugerah inilah bekal dari mereka yang memuliakan Hanuman, sehingga
tidak ada masalah dan penderitaan yang menghampiri. Mengapa? Karena hidupnya telah dipenuhi oleh anugerah Hanuman. Tidak ada ruang lagi bagi yang lain.
Bukankah ini sejenis pengalihan isu? Sebenarnya kita tetap punya masalah, demikian juga rasa sakit masih ada, tetapi oleh karena rasa ekstasi akan nama Hanuman, maka rasa sakit dan masalah itu hilang sementara. Ketika rasa ekstasi itu hilang, maka masalah akan hadir lagi ke permukaan, demikian seterusnya. Jadi, nama Hanuman itu adalah semacam obat penahan rasa sakit yang membuat seolah-olah sakit itu tidak ada. Namun, bagi para bhakta tentu tidak terima persepsi ini. Bagi bhakta, pernyataan di atas adalah kebenaran dan tidak ada hubungannya dengan obat penghilang rasa sakit. Dari perspektif bakti, hilangnya rasa sakit dan masalah oleh karena anugerah. Hanuman lah yang menggeser semua rasa sakit dan derita tersebut. Para bhakta akan merasakan secara langsung anugerah tersebut dan merasa bahwa semua rasa sakit tersebut betul-betul telah dimusnahkan dan digantikan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan.
Namun, bagi kaum rasionalis, semua alasan tersebut tetap tidak logis. Secara logika dikatakan bahwa masalah itu akan hilang hanya ketika dicabut dari diri orang oleh dirinya sendiri. Jika memang hanya dengan mengingat nama Hanuman masalah dan rasa sakit hilang, tentu tidak ada lagi orang yang menderita. Ikuti saja pernyataan di atas dan masalah selesai. Hanya saja tidak seperti itu. Bahkan, jika dilihat, tidak semua bhakta hilang masalahnya. Justru, masalah datang kepada mereka. Jika demikian, bagaimana mendamaikan antara para bhakta ini dengan kaum rasionalis? Tentu tidak ada. Kalau pun ada, tentu itu dikaitkan dengan sifat Hanuman. Hanuman adalah seorang bhakta yang taat.
Pujaannya lebih penting dari dirinya. Ini mungkin disebut sifat altruis. Rama lebih penting dari dirinya sehingga mau melakukan apapun yang diperlukan oleh Rama tanpa pertanyaan. Jika objek pujaannya lebih penting, lalu di mana lagi ada ruang masalah di dalam dirinya? ‘Anugerah’ mesti dimaknai sebagai sebuah kekuatan yang mampu mengosongkan diri dari berbagai masalah, bukan kekuatan tertentu yang datang dan kemudian mengambil semua masalah yang ada di dalam. Mungkin ini bisa menengahi,meskipun dipastikan mereka tidak akan sepakat. *
I Gede Suwantana
Bagi kita yang rasional, tentu pernyataan di atas terasa tidak mungkin, sebab mengkorelasikan antara mengingat Hanuman dengan hilangnya penderitaan itu tidak mudah, dan bahkan mustahil. Kalau mengkorelasikan antara uang atau alkohol dengan hilangnya rasa sakit itu mungkin. Tapi, ‘mengingat Hanuman’ dan ‘hilangnya semua masalah’ itu korelasinya di mana? Apakah dengan mengingat Hanuman,
masalah akan dicabut sedemikian rupa?
Berbeda halnya mereka yang penuh keyakinan, yang di dalam dirinya penuh bakti, pernyataan di atas adalah kebenaran. Makanya, temple Hanuman dibangun, altar-altar dipuja, patung Hanuman di-install dan himne yang memuliakan Hanuman digubah.
Dengan penuh bakti mereka memuliakan Hanuman, mengulang-ulang namanya dalam japa mantra. Seluruh kesadarannya diarahkan ke nama Hanuman, sehingga apapun yang dilakukannya, apapun yang dikatakannya, dan apapun yang dipikirkan hanya Hanuman. Mereka dengan penuh keyakinan merasa bahwa semua masalahnya akan diselesaikan, dan setiap penderitaan yang dihadapinya akan sirna karena anugerah Hanuman. Bakti yang tulus dan total ini diyakini mampu mengetuk hati Hanuman untuk memberikan anugerahnya. Anugerah inilah bekal dari mereka yang memuliakan Hanuman, sehingga
tidak ada masalah dan penderitaan yang menghampiri. Mengapa? Karena hidupnya telah dipenuhi oleh anugerah Hanuman. Tidak ada ruang lagi bagi yang lain.
Bukankah ini sejenis pengalihan isu? Sebenarnya kita tetap punya masalah, demikian juga rasa sakit masih ada, tetapi oleh karena rasa ekstasi akan nama Hanuman, maka rasa sakit dan masalah itu hilang sementara. Ketika rasa ekstasi itu hilang, maka masalah akan hadir lagi ke permukaan, demikian seterusnya. Jadi, nama Hanuman itu adalah semacam obat penahan rasa sakit yang membuat seolah-olah sakit itu tidak ada. Namun, bagi para bhakta tentu tidak terima persepsi ini. Bagi bhakta, pernyataan di atas adalah kebenaran dan tidak ada hubungannya dengan obat penghilang rasa sakit. Dari perspektif bakti, hilangnya rasa sakit dan masalah oleh karena anugerah. Hanuman lah yang menggeser semua rasa sakit dan derita tersebut. Para bhakta akan merasakan secara langsung anugerah tersebut dan merasa bahwa semua rasa sakit tersebut betul-betul telah dimusnahkan dan digantikan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan.
Namun, bagi kaum rasionalis, semua alasan tersebut tetap tidak logis. Secara logika dikatakan bahwa masalah itu akan hilang hanya ketika dicabut dari diri orang oleh dirinya sendiri. Jika memang hanya dengan mengingat nama Hanuman masalah dan rasa sakit hilang, tentu tidak ada lagi orang yang menderita. Ikuti saja pernyataan di atas dan masalah selesai. Hanya saja tidak seperti itu. Bahkan, jika dilihat, tidak semua bhakta hilang masalahnya. Justru, masalah datang kepada mereka. Jika demikian, bagaimana mendamaikan antara para bhakta ini dengan kaum rasionalis? Tentu tidak ada. Kalau pun ada, tentu itu dikaitkan dengan sifat Hanuman. Hanuman adalah seorang bhakta yang taat.
Pujaannya lebih penting dari dirinya. Ini mungkin disebut sifat altruis. Rama lebih penting dari dirinya sehingga mau melakukan apapun yang diperlukan oleh Rama tanpa pertanyaan. Jika objek pujaannya lebih penting, lalu di mana lagi ada ruang masalah di dalam dirinya? ‘Anugerah’ mesti dimaknai sebagai sebuah kekuatan yang mampu mengosongkan diri dari berbagai masalah, bukan kekuatan tertentu yang datang dan kemudian mengambil semua masalah yang ada di dalam. Mungkin ini bisa menengahi,meskipun dipastikan mereka tidak akan sepakat. *
I Gede Suwantana
Komentar