Hakim Korting Hukuman Eks Ketua LPD Ungasan
Dituntut Jaksa 14 Tahun, Divonis Hakim 7 Tahun
Dalam tuntutan JPU mewajibkan terdakwa Ngurah Sumaryana mengganti kerugian negara Rp 26 miliar. Namun dalam putusan hakim tidak membebankan kerugian negara apapun kepada terdakwa.
DENPASAR, NusaBali
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada Ketua LPD Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Ngurah Sumaryana, 62, dalam sidang yang digelar Kamis (19/1). Hukuman ini turun setengah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut hukuman 14 tahun penjara.
Selain potongan hukuman penjara, majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar pimpinan Kony Hartanto juga memangkas denda menjadi Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sebelumnya jaksa menuntut terdakwa Ngurah Sumaryana dengan pidana denda Rp 500 juta.
Tak hanya itu, majelis hakim juga memangkas uang pengganti kerugian negara. Dalam tuntutan JPU, terdakwa kelahiran Badung, 13 Desember 1959 diwajibkan mengganti kerugian negara Rp 26 miliar atau jika tidak mampu membayar bisa diganti dengan pidana penjara selama 7 tahun. Namun hakim dalam putusannya tidak membebankan kerugian negara kepada terdakwa. “Nihil pengganti kerugian negara,” ujar Kasi Intel Kejari Badung I Made Gde Bamaxs Wira Wibowo.
Terhadap vonis tersebut, terdakwa melalui tim penasihat hukumnya dari My Legal Partnership menyatakan pikir-pikir. “Kami mewakili terdakwa masih pikir-pikir," ujar Gde Manik Yogiartha kepada majelis hakim. Hal yang sama juga disampaikan JPU Anak Agung Gede Lee Wisnhu Diputera.
Dalam dakwaan dibeberkan berbagai modus korupsi dilakukan tersangka saat menjabat Ketua LPD Ungasan periode 2013-2017. Salah satunya adalah tersangka Ngurah Sumaryana mengeluarkan kredit kepada nasabah yang nilainya besar agar tidak melampaui batas maksimum pemberian kredit (BMPK). Caranya memecah-mecah pinjaman tersebut ke dalam beberapa nama pinjaman. Sedangkan nama peminjam yang digunakan sebagai peminjam adalah nama-nama keluarga peminjam. Selain itu nasabah yang diberikan pinjaman bukan merupakan warga Desa Adat Ungasan.
Kedua, melaporkan pengeluaran dana tidak sesuai dengan fisik dan harga perolehan atas investasi berupa pembelian aset di Desa Tanak Awu dan di Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ketiga, jumlah pengeluaran uang yang dilaporkan lebih kecil dari jumlah uang yang dikeluarkan oleh LPD Desa Adat Ungasan.
Keempat, aset proyek perumahan di Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah itu dibeli secara global dan dilaporkan dengan harga perolehan dihitung secara terperinci, melebihi dari harga beli secara global. Kelima, investasi aset di Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan dana LPD Desa Adat Ungasan, telah lunas dibayar. Sementara faktanya ada tanah yang dibeli belum lunas dibayar. Keenam, menggunakan dana LPD Desa Adat Ungasan yang dikemas seolah-olah dalam bentuk kredit dan kemudian jaminan atas kredit tersebut ditarik/diambil kembali. *rez
Selain potongan hukuman penjara, majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar pimpinan Kony Hartanto juga memangkas denda menjadi Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sebelumnya jaksa menuntut terdakwa Ngurah Sumaryana dengan pidana denda Rp 500 juta.
Tak hanya itu, majelis hakim juga memangkas uang pengganti kerugian negara. Dalam tuntutan JPU, terdakwa kelahiran Badung, 13 Desember 1959 diwajibkan mengganti kerugian negara Rp 26 miliar atau jika tidak mampu membayar bisa diganti dengan pidana penjara selama 7 tahun. Namun hakim dalam putusannya tidak membebankan kerugian negara kepada terdakwa. “Nihil pengganti kerugian negara,” ujar Kasi Intel Kejari Badung I Made Gde Bamaxs Wira Wibowo.
Terhadap vonis tersebut, terdakwa melalui tim penasihat hukumnya dari My Legal Partnership menyatakan pikir-pikir. “Kami mewakili terdakwa masih pikir-pikir," ujar Gde Manik Yogiartha kepada majelis hakim. Hal yang sama juga disampaikan JPU Anak Agung Gede Lee Wisnhu Diputera.
Dalam dakwaan dibeberkan berbagai modus korupsi dilakukan tersangka saat menjabat Ketua LPD Ungasan periode 2013-2017. Salah satunya adalah tersangka Ngurah Sumaryana mengeluarkan kredit kepada nasabah yang nilainya besar agar tidak melampaui batas maksimum pemberian kredit (BMPK). Caranya memecah-mecah pinjaman tersebut ke dalam beberapa nama pinjaman. Sedangkan nama peminjam yang digunakan sebagai peminjam adalah nama-nama keluarga peminjam. Selain itu nasabah yang diberikan pinjaman bukan merupakan warga Desa Adat Ungasan.
Kedua, melaporkan pengeluaran dana tidak sesuai dengan fisik dan harga perolehan atas investasi berupa pembelian aset di Desa Tanak Awu dan di Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ketiga, jumlah pengeluaran uang yang dilaporkan lebih kecil dari jumlah uang yang dikeluarkan oleh LPD Desa Adat Ungasan.
Keempat, aset proyek perumahan di Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah itu dibeli secara global dan dilaporkan dengan harga perolehan dihitung secara terperinci, melebihi dari harga beli secara global. Kelima, investasi aset di Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan dana LPD Desa Adat Ungasan, telah lunas dibayar. Sementara faktanya ada tanah yang dibeli belum lunas dibayar. Keenam, menggunakan dana LPD Desa Adat Ungasan yang dikemas seolah-olah dalam bentuk kredit dan kemudian jaminan atas kredit tersebut ditarik/diambil kembali. *rez
1
Komentar