Dewan Pertanyakan Kontribusi untuk Pemkot
DPRD Kota Denpasar mempertanyakan kontribusi yang diterima Pemerintah Kota Denpasar dari pengembangan Pelabuhan Benoa saat menggelar kosultasi publik bersama Pemerintah Kota Denpasar, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Benoa dan Pelindo di Ruang Pertemuan DPRD Kota Denpasar, Jumat (26/5) Dalam pertemuan itu, KSOP memaparkan draft Rencana Induk Pelabuhan (RIP) Benoa.
Saat Konsultasi Publik terkait Pengembangan Pelabuhan Benoa
DENPASAR, NusaBali
Dalam pemaparan KSOP dan Pelindo tersebut, dewan pun kompak mempertanyakan kontribusi untuk Kota Denpasar. Pertemuan tersebut dihadiri Sekretaris Daerah Kota Denpasar, AA Rai Iswara, Direktur Teknik Pelindo Husein Latief, Direktur Pelabuhan dari Kementerian Perhubungan, dan para anggota DPRD Denpasar.
Terungkap rencana pengembangannya itu akan mereklamasi 143 hektare di Pelabuhan Benoa. Namun, hal itu terhalang Perda 27 Tahun 2011 tentang RTRW 2011-2031, di mana RIP-nya tidak sesuai dengan perda tersebut.
Pelindo pun dicerca pertanyaan oleh dewan. Salah satunya mempertanyakan apa yang akan dibangun di Pelabuhan Benoa jika dari Pemerintah Kota Denpasar memberikan rekomendasi. Selanjutnya apa kontribusi yang bisa didapatkan oleh masyarakat Kota Denpasar. “Apa kontribusinya? Apa yang harus diberikan rekomendasi sementara kami tidak tahu apa yang akan dibangun? Lahan untuk kerjasamanya mengapa terus berubah? Ada apa di sini? Kami saja (Kota Denpasar ) tidak memiliki lahan,” kata Ketua Komisi III Eko Supriyadi.
Selain itu, juga dipertanyakan kesungguhan Pelindo melibatkan Pemkot, sehingga tidak hanya mengeluarkan rekomendasi, tapi tak ada pendapatan untuk Kota Denpasar. Pasalnya, pada RIP tersebut ada zona komersiil.
Anggota dewan lainnya, AA Susruta Ngurah Putra menerangkan pada pasal 24 Perda 27 Tahun 2011 tentang RTRW ditulis Pelabuhan Benoa dikembangkan dan diperluas seluas 143 Ha, dengan penambahan kelengkapan dermaga, fasilitas pelabuhan perikanan, pelabuhan umum, pelabuhan pariwisata beserta marina, pelabuhan barang dan peti kemas secara terbatas, yang dilengkapi fasilitas penunjang kepariwisataan, perdagangan, jasa dan ekspedisi, dan kawasan energi dan industri lainnya. Namun terkendala karena perluasan pelabuhan harus sesuai zona yang ditertera pada perda. Sedangkan RIP yang diajukan tidak sesuai dengan peraturan RTRW, sehingga dibutuhkan revisi.
Dalam draft RIP tersebut terdapat rencana pengembangan tahap pertama (jangka pendek 2013-2017 ), antara lain pembangunan dermaga navigasi/kapal negara; pengerukan untuk memberikan akses kapal ke zona kapal negara dan zona curah air dan gas;pembangunan dermaga peti kemas; penyiapan lahan komersil area seluas 4,8 ha; dan penyiapan lahan terminal curah cair.
Rencana pengembangan tahap kedua (Jangka Menengah 2018-2022) akan membangun pembangunan 2 unit jetty zona curah cair dan gas; penyiapan lahan komersil seluas 6 ha di sebelah barat lahan curah air dan gas; penyiapan lahan komersil area seluas 1 ha sebelah barat reklamasi lahan perikanan. Sedangkan rencana pengembangan jangka panjang 2023-2035, antara lain penyiapan lahan komersil di area seluas 14 ha di sebelah barat zona curah cair dan gas, dan perpanjangan dermaga selatan ke arah barat pada ex jetty curah air sebagai dermaga penumpang.
Susruta mengakui untuk revisi sebenarnya tak membutuhkan waktu yang lama. Tiga bulan pun jadi, jika dari eksekutif cepat memberi pengajuan revisi. “Ketika diberikan, kami langsung bentuk pansus, dan revisi. Tahun ini jadilah," kata Ketua Fraksi Demokrat ini.
Sementara Direktur Teknik Pelindo, Husien Latief mengatakan akan menunggu regulasi agar selesai. Dia mengatakan kenapa pengembangan regulasi berbeda dengan perda, karena mementingkan dari sisi yang utama adalah keselamatan pelayaran. Selain itu pertimbangan teknis karena kapal pesiar yang besar dan semakin hari akan besar. Namun sayangnya Husein tak menjawab kontribusi apa yang diberikan ke Pmerintah Kota Denpasar. "Apapun prosesnya kami tunggu sampai selesai. Kami tak ingin ada cacat hukum,” tandas Husein.
Seusai konsultasi publik, Eko membeberkan kepada media bahwa Pelindo lebih banyak memiliki aset lahan daripada Pemerintah Kota Denpasar. Eko mengaku Pelindo memiliki 52 hektare, terdiri dari 43 hektare lahan yang eksisting di kawasan Pelabuhan Benoa . Sedangkan dari Denpasar, kantor polisi yang ada di kawasan sana saja lahannya menyewa. *cr63
1
Komentar