'Perkembangan Budaya Bali Tak Bisa Lepas dari Puri'
Peranan puri sebagai pusat budaya, pusat seni, dan pusat perekonomian masih berjalan. Hal ini dapat dilihat dari posisi puri yang terletak dekat dengan pasar sebagai pusat pergerakan perekonomian masyarakat.
DENPASAR, NusaBali
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) menyatakan keberadaan puri atau keraton tidak bisa dipisahkan dari perkembangan budaya di Bali. Meskipun pasca kemerdekaan, puri bukan lagi pusat kekuasaan, sampai kini peran puri belum hilang sepenuhnya.
Hal itu disampaikan Wagub Cok Ace saat menerima kunjungan kerja Komite III DPD RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua II Habib Ali Alwi, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar, Sabtu (21/1).
Wagub Cok Ace menyampaikan apresiasi atas kunjungan Komite III DPD RI ke Provinsi Bali yang ingin menyerap aspirasi dalam rangka inventarisasi materi penyusunan RUU tentang Pelindungan dan Pelestarian Budaya Adat Nusantara.
“Hal ini sangatlah penting mengingat kita khususnya Bali kaya akan beragam budaya, adat, dan tradisi. Selain itu pariwisata Bali juga ditopang oleh budaya serta alam yang juga sangat indah. Untuk itu, budaya, adat, dan tradisi yang telah diwariskan oleh para leluhur kita secara turun temurun perlu kita jaga kelestariannya di tengah gempuran arus modernisasi,” kata Wagub Cok Ace.
Wagub Cok Ace menambahkan, jika berbicara tentang budaya maka tidak bisa lepas dari simpul-simpul budaya yang salah satunya adalah keraton atau puri.
Meskipun setelah kemerdekaan Republik Indonesia, puri atau keraton bukan lagi pusat pemerintahan, tetapi peranan puri sebagai pusat budaya, pusat seni, dan juga pusat perekonomian masih berjalan. Hal ini dapat kita lihat dari posisi puri yang terletak dekat dengan pasar sebagai pusat pergerakan perekonomian masyarakat.
Guru besar ISI Denpasar ini juga menjelaskan, ketika bicara tentang budaya maka kita juga akan berbicara tentang norma, perilaku, serta hasil karya manusia berupa artefak. Dikatakannya, budaya bukanlah hal yang baru terjadi, tetapi merupakan akumulasi adat istiadat yang dilakukan selama bertahun-tahun yang berusaha kita pertahankan sehingga nantinya menjadi sebuah peradaban yang diwariskan.
“Perubahan-perubahan akan selalu terjadi, dan perubahan akan mengubah perilaku kita dan nantinya bisa mengubah nilai norma yang diwariskan,” tambah Wagub Cok Ace.
Dia berharap kehadiran Komite III DPD RI menjadi ajang untuk mendiskusikan bersama-sama bagaimana melestarikan dan memberi perlindungan terhadap budaya Nusantara.
Wakil Ketua II Komite III DPD RI Habib Ali Alwi menyampaikan, bahwasanya adanya aspirasi daerah yang diterima oleh pimpinan DPD RI terkait dengan perlunya satu bentuk hukum perundang-undangan yang dapat memberikan jaminan kepastian hukum terhadap upaya pelindungan dan pelestarian budaya adat istiadat Nusantara, mendorong DPD RI untuk menginisiasi RUU tentang pelindungan dan pelestarian budaya adat Nusantara.
Habib Ali Alwi menambahkan, terdapat beberapa pertimbangan yang melandasi pentingnya RUU ini. Di antaranya adalah adanya aspirasi masyarakat dan daerah yang menuntut adanya penghargaan dari negara atas keberadaan kerajaan yang masih tetap ada dan eksis hingga sekarang. Terdapat aspirasi untuk menjadikan kerajaan sebagai sentrum kebudayaan dan pariwisata lokal yang mewarnai adat istiadat dan kebudayaan yang ada di masyarakat.
“Dengan kegiatan ini diharapkan dapat mengetahui pandangan dan pemikiran pemangku kepentingan terhadap gagasan RUU serta memperkaya muatan materi RUU dengan gagasan yang konstruktif, komprehensif dengan data-data yang relevan,” sebut Habib Ali.
Pertemuan ini juga diisi dengan penyampaian pandangan dari sejumlah panglingsir puri di Bali, Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, serta Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
Hadir dalam kesempatan tersebut 14 panglingsir puri dari seluruh Bali, yaitu Raja Puri Klungkung, Panglingsir Puri Karangasem, Panglingsir Puri Ubud, Panglingsir Puri Bangli, Panglingsir Puri Peliatan, Puri Pemecutan, Puri Petak di Payangan, Panglingsir Puri Jero Kuta di Denpasar, Panglingsir Puri Gianyar, Panglingsir Puri Buleleng, Panglingsir Puri Negara di Jembrana, Panglingsir Puri Tabanan, serta Panglingsir Puri Blahbatuh, serta anggota Komite III DPD RI termasuk di dalamnya Anak Agung Gde Agung yang juga Panglingsir Puri Ageng Mengwi, Badung, serta Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Saputra. *cr78
Hal itu disampaikan Wagub Cok Ace saat menerima kunjungan kerja Komite III DPD RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua II Habib Ali Alwi, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar, Sabtu (21/1).
Wagub Cok Ace menyampaikan apresiasi atas kunjungan Komite III DPD RI ke Provinsi Bali yang ingin menyerap aspirasi dalam rangka inventarisasi materi penyusunan RUU tentang Pelindungan dan Pelestarian Budaya Adat Nusantara.
“Hal ini sangatlah penting mengingat kita khususnya Bali kaya akan beragam budaya, adat, dan tradisi. Selain itu pariwisata Bali juga ditopang oleh budaya serta alam yang juga sangat indah. Untuk itu, budaya, adat, dan tradisi yang telah diwariskan oleh para leluhur kita secara turun temurun perlu kita jaga kelestariannya di tengah gempuran arus modernisasi,” kata Wagub Cok Ace.
Wagub Cok Ace menambahkan, jika berbicara tentang budaya maka tidak bisa lepas dari simpul-simpul budaya yang salah satunya adalah keraton atau puri.
Meskipun setelah kemerdekaan Republik Indonesia, puri atau keraton bukan lagi pusat pemerintahan, tetapi peranan puri sebagai pusat budaya, pusat seni, dan juga pusat perekonomian masih berjalan. Hal ini dapat kita lihat dari posisi puri yang terletak dekat dengan pasar sebagai pusat pergerakan perekonomian masyarakat.
Guru besar ISI Denpasar ini juga menjelaskan, ketika bicara tentang budaya maka kita juga akan berbicara tentang norma, perilaku, serta hasil karya manusia berupa artefak. Dikatakannya, budaya bukanlah hal yang baru terjadi, tetapi merupakan akumulasi adat istiadat yang dilakukan selama bertahun-tahun yang berusaha kita pertahankan sehingga nantinya menjadi sebuah peradaban yang diwariskan.
“Perubahan-perubahan akan selalu terjadi, dan perubahan akan mengubah perilaku kita dan nantinya bisa mengubah nilai norma yang diwariskan,” tambah Wagub Cok Ace.
Dia berharap kehadiran Komite III DPD RI menjadi ajang untuk mendiskusikan bersama-sama bagaimana melestarikan dan memberi perlindungan terhadap budaya Nusantara.
Wakil Ketua II Komite III DPD RI Habib Ali Alwi menyampaikan, bahwasanya adanya aspirasi daerah yang diterima oleh pimpinan DPD RI terkait dengan perlunya satu bentuk hukum perundang-undangan yang dapat memberikan jaminan kepastian hukum terhadap upaya pelindungan dan pelestarian budaya adat istiadat Nusantara, mendorong DPD RI untuk menginisiasi RUU tentang pelindungan dan pelestarian budaya adat Nusantara.
Habib Ali Alwi menambahkan, terdapat beberapa pertimbangan yang melandasi pentingnya RUU ini. Di antaranya adalah adanya aspirasi masyarakat dan daerah yang menuntut adanya penghargaan dari negara atas keberadaan kerajaan yang masih tetap ada dan eksis hingga sekarang. Terdapat aspirasi untuk menjadikan kerajaan sebagai sentrum kebudayaan dan pariwisata lokal yang mewarnai adat istiadat dan kebudayaan yang ada di masyarakat.
“Dengan kegiatan ini diharapkan dapat mengetahui pandangan dan pemikiran pemangku kepentingan terhadap gagasan RUU serta memperkaya muatan materi RUU dengan gagasan yang konstruktif, komprehensif dengan data-data yang relevan,” sebut Habib Ali.
Pertemuan ini juga diisi dengan penyampaian pandangan dari sejumlah panglingsir puri di Bali, Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, serta Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
Hadir dalam kesempatan tersebut 14 panglingsir puri dari seluruh Bali, yaitu Raja Puri Klungkung, Panglingsir Puri Karangasem, Panglingsir Puri Ubud, Panglingsir Puri Bangli, Panglingsir Puri Peliatan, Puri Pemecutan, Puri Petak di Payangan, Panglingsir Puri Jero Kuta di Denpasar, Panglingsir Puri Gianyar, Panglingsir Puri Buleleng, Panglingsir Puri Negara di Jembrana, Panglingsir Puri Tabanan, serta Panglingsir Puri Blahbatuh, serta anggota Komite III DPD RI termasuk di dalamnya Anak Agung Gde Agung yang juga Panglingsir Puri Ageng Mengwi, Badung, serta Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Saputra. *cr78
Komentar