Penegakan Aturan Dinilai Tak Tegas
Program pemerintah yang efektif dan tepat untuk memajukan pertanian dan peran subak (sistem pertanian tradisional), harus ditingkatkan.
Tak Mampu Cegah Maraknya Alih Fungsi Lahan di Bali
DENPASAR, NusaBali
Maraknya alih fungsi lahan di kabupaten dan kota di Bali membuat lahan sawah terus berkurang. Terkait peliknya masalah alih fungsi lahan ini mengemuka dalam Simakrama Gubernur Bali di Gedung Wiswasabha Utama Pemprov Bali, Sabtu (27/5) dengan tema ‘Alih Fungsi Lahan dan Solusinya’. Berbagai kritik dan saran pun muncul dan disampaikan langsung ke Gubernur Made Mangku Pastika. Salah satunya adalah penilaian soal tidak tegasnya aturan.
Gubernur Pastika kemarin didampingi Kadis Pertanian Ida Bagus Wisnuardana, Inspektorat I Ketut Teneng, Kepala Bappeda I Putu Astawa. Dalam simakrama kemarin sejumlah elemen dan tokoh masyarakat hadir, seperti Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia yang juga akademisi Unud Prof Dr I Nyoman Suparta, Ketua Wanita Tani Indonesia yang juga anggota Komisi XI DPR RI Ni Putu Tutik Kusumawardhani, dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra Dr Ir Gede Sedana.
Prof Dr Supartha mengatakan alih fungsi lahan harus dicegah dengan meningkatkan daya saing petani, penegakan hukum perlu dilaksanakan. “Banyak Perda, banyak Undang-Undang, tetapi tidak tegas dan tidak bisa mencegah beralih fungsinya lahan pertanian. Pak Gubernur bisa buatkan Perda baru dengan DPRD Bali yang lebih kuat. Bila perlu ada Subak Abadi. Saya rasa awig-awig Subak juga harus diperbarui,” ujar Prof Supartha. Kemudian program pemerintah yang efektif dan tepat untuk memajukan pertanian dan peran subak (sistem pertanian tradisional) kata Prof Supartha harus ditingkatkan. “Pemerintah selama ini memberikan program Simantri (Sistem Pertanian terintegrasi) dengan disebar begitu saja. Nah ini saya kurang setuju. Jangan disebar begitu saja, Simantri ditempatkan di tengah-tengah subak, sehingga subak makin maju, Pekaseh (kepala Subak) dilibatkan,” kata Ketua Pasemetonan Karangasem ini.
Prof Supartha menawarkan pengendalian alih fungsi lahan dengan pembentukan Lembaga Usaha Ekonomi Subak (LUES) yang bertujuan meningkatkan produktivitas dan nilai ekonomi lahan pertanian. Status sosial petani juga dibuatkan bergengsi. "Status sosial dan prestise para petani juga perlu kita tingkatkan agar generasi muda lebih tertarik menekuni bidang ini. Jangan diidentikkan petani itu kumal. Ketika diundang dalam acara-acara berkaitan dengan pertanian, petani itu bila perlu pakai jas,” kata Prof Suparta disambut tepuk tangan.
Sementara Ketua Wanita Tani Indonesia Provinsi Bali, Tutik Kusumawardani mengatakan penegakan aturan tidak boleh menjual lahan secara sembarangan adalah menyangkut komitmen saja.
“Pemerintah juga harus tegas ketika ada yang melanggar aturan dan berpihak ke petani,” kata politisi Demokrat ini. Tutik menambahkan petani itu perlu transformasi teknologi pertanian, sehingga mereka bisa menjadi petani maju. Petani yang memiliki penghasilan yang bagus untuk kesejahteraan mereka membuat petani betah dengan profesinya. Sementara Gubernur Made Mangku Pastika mengatakan masukan-masukan para ahli pertanian akan digunakan untuk memajukan dunia pertanian dan mencegah alih fungsi lahan pertanian di Bali.
“Persoalan dan kendala banyak. Harus bersama-sama berupaya. Bukan hanya pemerintah, jadi inilah gunanya saya undang para pakar ke sini (Wiswasabha) mencari solusinya,” ujar Pastika.
Kadis Pertanian Provinsi Bali, Ida Bagus Wisnuardana secara terpisah membeber lahan pertanian di Bali terus mengalami penurunan. Setiap tahun lahan pertanian berkurang 420,55 hektare (data per 2016). Lahan pertanian menyusut karena faktor jumlah penduduk bertambah memerlukan rumah atau pemukiman, karena pemilik lahan tidak sanggup membayar pajak, lahan pertanian yang tidak mampu membiayai hidup dari sisi ekonomi dan beberapa faktor lainnya menjadikan lahan pertanian terus berkurang. *nat
1
Komentar