GUPBI Bali Dorong Pelaksanaan Biosecurity
Untuk Antisipasi Masuknya African Swine Fever
DENPASAR, NusaBali
Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hary Suyasa mendorong pelaksanaan biosecurity sebagai antisipasi masuknya penyakit African Swine Fever (ASF) atau virus Flu Babi Afrika.
“Harapan ke pemerintah agar jaga dan awasi lalu lintas ternak, perketat pemeriksaan biosecurity,” kata Hary, di Denpasar, Senin (23/1/2023).
Meskipun ada Peraturan Gubernur Bali Nomor 33 Tahun 2005 yang mengatur lalu lintas babi, lanjutnya, tak menutup kemungkinan penyakit ASF masuk ke Pulau Dewata.
Karena itu meskipun demam pada babi tersebut belum terdeteksi di Bali, dia tetap mendorong pelaksanaan biosecurity di tiap-tiap kandang milik peternak dan sekitarnya.
“Pengawasan terhadap lalu lintas ternak, alat angkut, dan alat tangkap itu wajib dilakukan peternak, pun biosecurity wajib dilakukan,” ujar Hary.
Dia menyebut hingga kini belum ada laporan dari peternak maupun pedagang babi terinfeksi ASF. Namun dia tetap menjelaskan sebagai antisipasi bahwa penyakit ASF umumnya ditandai dari demam pada babi dan bercak merah ditemukan di telinganya.
Salah satu pedagang daging babi dan olahannya di Pasar Badung, Denpasar, Ketut Nonik, 50, juga berharap agar pemerintah menangani isu penyakit ASF.
“Selalu ada harapan agar cepat dikembalikan kondisinya, agar isunya tidak menjadi masalah atau kendala yang di pasar, karena tetap kita berharap ke pemerintah sebagai yang bisa mengamankan dari penyakit ASF,” tuturnya.
Kepada media, Nonik menyampaikan bahwa kabar adanya demam pada babi itu sudah dia dengar sejak satu minggu terakhir. Namun kabar tersebut masih berhembus di kalangan pedagang dan peternak.
“Informasi dari sesama pedagang dan pemilik babi, hingga kini dagangan aman. Astungkara masih jalan karena babi yang di Bali sampai sekarang belum ada bermasalah,” ucap Nonik.
Selama ini tak ada keluhan dari pelanggan terkait daging babi yang dia jual yang diambil dari peternak di Payangan, Gianyar, itu sehingga Nonik mampu meredam kekhawatirannya.
Pedagang babi asal Gianyar itu juga selektif dalam memilih pemasok, mulai dari melihat kondisi daging dan cara kerja peternak yang sudah bagus selama ini.
Nonik mengakui bahwa harga daging babi terus naik, mulai dari Rp 80 ribu per kilogram menjadi Rp 85 ribu per kilogram. Namun kenaikan tersebut bukan karena penyakit ASF melainkan Hari Raya Galungan dan Kuningan.
“Kalau sekarang terjadi penurunan pembeli sejak selesai Galungan. Waktu hari raya melonjak,” kata dia. Dalam sehari rata-rata daging babi yang dijualnya habis 2 ekor atau sekitar 200 kilogram. *ant
1
Komentar