Ketahanan Pangan RI Kalah dari Malaysia
Indonesia di peringkat 63, Malaysia di urutan 41 dari 113 negara
JAKARTA, NusaBali
Data Global Food Security Index (GFSI) mencatat ketahanan pangan Indonesia ada di peringkat 63 dari 113 negara, lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam dan Malaysia. Kendati, lebih baik ketimbang Thailand dan Filipina.
GSFI menyebut ada empat indikator utama dalam mengukur ketahanan pangan suatu negara. Yaitu, keterjangkauan harga pangan (affordability), ketersediaan pasokan (availability), kualitas nutrisi dan keamanan makanan (quality and safety), dan ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience).
Hasilnya akan ditampilkan dengan nilai 0-100, di mana semakin tinggi nilainya berarti semakin kuat ketahanan pangan negara tersebut.
Laporan lembaga tersebut mencatatkan Indonesia ada di urutan ke 63 dunia dengan nilai rata-rata 60,2. Nilai tersebut hanya naik rata-rata 4,8 dari data sejak 2012.
Meski begitu, Indonesia menempati urutan ke-10 dari 23 negara Asia Pasifik yang masuk dalam daftar. Secara rata-rata, nilai ketahanan yang diperoleh negara Asia Pasifik ada di angka 63,4.
"Performa terbaiknya (Indonesia) ada di pilar keterjangkauan harga pangan dengan skor 81,4," tulis laporan GFSI 2022, dikutip CNNIndonesia.com, Kamis (26/1).
Jika dibandingkan dengan rata-rata keterjangkauan di Asia Pasifik, Indonesia unggul jauh. Pasalnya, negara-negara Asia Pasifik hanya mencatat nilai rata-rata 73,4 untuk masalah keterjangkauan harga pangan.
Namun, Indonesia dinilai masih lemah di tiga sektor lain dibandingkan dengan rata-rata negara Asia Pasifik, yakni ketersediaan pasokan pangan yang hanya mendapat skor 50,9 (berbanding 61,9), kualitas nutrisi hanya 56,2 (berbanding 63,7), dan faktor keberlanjutan dan adaptasi skornya cuma 46,3 (berbanding 51,2).
"Indonesia unggul dalam memastikan pangan yang terjangkau di sisi konsumen melalui program jaring pengamat yang kuat. Namun, ada kesenjangan mendasar dalam kemampuan negara untuk menciptakan lingkungan yang berwawasan maju dan menjamin ketahanan pangan," tulis laporan tersebut.
Sejak periode pelacakan indeks ketahanan pangan diukur pada 2012, Indonesia hanya mengalami sedikit peningkatan. Bahkan, nilai untuk indikator kualitas nutrisi dan keamanan makanan tercatat menurun. Kendati, tiga indikator lain mencatat peningkatan.
Selama satu dekade, indikator keterjangkauan harga pangan (affordability) naik 12,4 poin ke angka 81,4 dan menaikkan klasifikasi dari 'sedang' menjadi 'sangat baik'. Kemudian, indikator ketersediaan pasokan (availability) naik rata-rata 3,9 ke 50,9, meski masih berstatus 'lemah'.
Lalu, indikator ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience) tumbuh 3,3 menuju 46,3, masih di klasifikasi 'lemah'. Sedangkan aspek kualitas nutrisi dan keamanan makanan (quality and safety) merosot 2,9 ke angka 56,2, tetapi masih ada di klasifikasi 'sedang'.
Sementara itu, Indonesia masih unggul dari beberapa negara ASEAN, antara lain Thailand yang ada di urutan 64 dunia dengan skor 60,1, Filipina di posisi 67 dengan skor 59,3, hingga Laos di urutan 81 dengan skor 53,1. Namun, RI kalah dari Vietnam di posisi 46 dengan skor 67,9 dan Malaysia yang menempati urutan 41 dunia dengan skor 69,9. *
GSFI menyebut ada empat indikator utama dalam mengukur ketahanan pangan suatu negara. Yaitu, keterjangkauan harga pangan (affordability), ketersediaan pasokan (availability), kualitas nutrisi dan keamanan makanan (quality and safety), dan ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience).
Hasilnya akan ditampilkan dengan nilai 0-100, di mana semakin tinggi nilainya berarti semakin kuat ketahanan pangan negara tersebut.
Laporan lembaga tersebut mencatatkan Indonesia ada di urutan ke 63 dunia dengan nilai rata-rata 60,2. Nilai tersebut hanya naik rata-rata 4,8 dari data sejak 2012.
Meski begitu, Indonesia menempati urutan ke-10 dari 23 negara Asia Pasifik yang masuk dalam daftar. Secara rata-rata, nilai ketahanan yang diperoleh negara Asia Pasifik ada di angka 63,4.
"Performa terbaiknya (Indonesia) ada di pilar keterjangkauan harga pangan dengan skor 81,4," tulis laporan GFSI 2022, dikutip CNNIndonesia.com, Kamis (26/1).
Jika dibandingkan dengan rata-rata keterjangkauan di Asia Pasifik, Indonesia unggul jauh. Pasalnya, negara-negara Asia Pasifik hanya mencatat nilai rata-rata 73,4 untuk masalah keterjangkauan harga pangan.
Namun, Indonesia dinilai masih lemah di tiga sektor lain dibandingkan dengan rata-rata negara Asia Pasifik, yakni ketersediaan pasokan pangan yang hanya mendapat skor 50,9 (berbanding 61,9), kualitas nutrisi hanya 56,2 (berbanding 63,7), dan faktor keberlanjutan dan adaptasi skornya cuma 46,3 (berbanding 51,2).
"Indonesia unggul dalam memastikan pangan yang terjangkau di sisi konsumen melalui program jaring pengamat yang kuat. Namun, ada kesenjangan mendasar dalam kemampuan negara untuk menciptakan lingkungan yang berwawasan maju dan menjamin ketahanan pangan," tulis laporan tersebut.
Sejak periode pelacakan indeks ketahanan pangan diukur pada 2012, Indonesia hanya mengalami sedikit peningkatan. Bahkan, nilai untuk indikator kualitas nutrisi dan keamanan makanan tercatat menurun. Kendati, tiga indikator lain mencatat peningkatan.
Selama satu dekade, indikator keterjangkauan harga pangan (affordability) naik 12,4 poin ke angka 81,4 dan menaikkan klasifikasi dari 'sedang' menjadi 'sangat baik'. Kemudian, indikator ketersediaan pasokan (availability) naik rata-rata 3,9 ke 50,9, meski masih berstatus 'lemah'.
Lalu, indikator ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience) tumbuh 3,3 menuju 46,3, masih di klasifikasi 'lemah'. Sedangkan aspek kualitas nutrisi dan keamanan makanan (quality and safety) merosot 2,9 ke angka 56,2, tetapi masih ada di klasifikasi 'sedang'.
Sementara itu, Indonesia masih unggul dari beberapa negara ASEAN, antara lain Thailand yang ada di urutan 64 dunia dengan skor 60,1, Filipina di posisi 67 dengan skor 59,3, hingga Laos di urutan 81 dengan skor 53,1. Namun, RI kalah dari Vietnam di posisi 46 dengan skor 67,9 dan Malaysia yang menempati urutan 41 dunia dengan skor 69,9. *
Komentar