IHDN Merajut Kebhinekaan Nusantara
Lakon Sutasoma yang diambil dari karya mahakawya Mpu Tantular dinilai sangat relevan untuk bangsa Indonesia saat ini.
DENPASAR, NusaBali
Menyikapi situasi bangsa di tengah ancaman radikalisme, terorisme, dan rasisme yang merongrong kebhinekaan, Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar bakal menggelar pentas seni bertajuk ‘Wawasan Kebangsaan Merajut Kebhinekaan Nusantara’. Pentas seni sesuai mandat dari Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI itu akan dipentaskan di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali, Senin (29/5) malam ini. Selain Dirjen Bimas Hindu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika juga direncanakan menghadiri pagelaran tersebut.
Pentas seni Wawasan Kebangsaan Merajut Kebhinekaan Nusantara menampilkan garapan kolosal drama sendratari Sutasoma dengan melibatkan sebanyak 220 orang seniman yang berasal dari mahasiswa S1, S2 bahkan S3 IHDN Denpasar. Menurut Rektor IHDN Denpasar, Prof Dr Drs I Nengah Duija MSi, lakon Sutasoma yang diambil dari karya mahakawya Mpu Tantular tersebut dinilai sangat relevan untuk bangsa Indonesia saat ini.
“Kami akan membawakan lakon tentang lahirnya Bhineka Tunggal Ika dalam Kakawin Sutasoma. Ini sangat relevan sekali dengan kondisi bangsa saat ini. Kita diharapkan berperan serta mengukuhkan kembali bagaimana NKRI ini didirikan dan diperjuangkan oleh para pendahulu,” ujar Prof Duija, Minggu (28/5).
Dikatakan, sasanti Bhineka Tunggal Ika yang diambil dari karya Mpu Tantular yang berjudul Sutasoma tersebut merupakan konsep, gagasan, dan fakta yang telah mengalami perdebatan panjang dan melalui olah pemikiran para intelektual pada zamannya. Kesepakatan itu bukan tanpa dasar, tetapi melihat Nusaantara ini sebagai sebuah gugusan yang dihuni oleh manusia yang lahir dengan segala perbedaan, hingga menjadikan Bhineka Tunggal Ika sebagai konsensus yang terbaik dari hasil oleh pikiran para pendiri bangsa ini.
“Garapan ini untuk mengingatkan kembali makna kebangsaan yang telah lama terabaikan, karena rutinitas pikiran yang pragmatis, materialistis dan pengejaran kepentingan kekuasaan, keuntungan golongan dan sebagainya,” jelasnya. Sekilas, garapan kolosal Sutasoma mengisahkan kerajaan Astinapura yang dipimpin oleh raja Mahaketu memiliki seorang putra kesayangan yang bernama Sutasoma. Pada suatu masa, pangeran Sutasoma hendak dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya. Namun, Sutasoma menolak hal tersebut dengan alasan merasa diri masih belum mampu untuk memimpin kerajaan.
Pada akhirnya dia memilih untuk bertapa ke puncak Himalaya. Selama perjalanan inilah banyak halangan dan rintangan yang menghadang. Namun tantangan-tantangan tersebut justru menjadikan Sutasoma sosok yang penuh dengan kasih sayang sehingga ketika dia kembali ke kerajaan, dia mampu meneduhkan kerajaannya yang mulai panas karena ketiadaan seorang pemimpin yang mampu menyatukan perbedaan yang terjadi. Sementara itu, Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI, Prof I Ketut Widnya MA MFil PhD menambahkan, alasan memilih seni sebagai cara mengguggah hati untuk merefleksi diri dari carut-marut nasionalisme kebangsaan, karena seni mampu menyentuh bagian terdalam dari relung hati manusia sehingga mampu mengetuk emosi seseorang jauh ke dalam.
“Agama itu selalu bersisiran dengan seni dan budaya. Memahami agama melalui seni itu akan menimbulkan pemahaman yang holistik. Kalau sudah pemahaman yang holistik, pasti dia tidak akan radikal,” katanya. Dikatakan, pentas seni ini merupakan salah satu gerakan kebangsaan yang diinstruksikan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), untuk menyikapi kondisi bangsa akhir-akhir ini.
Selain pentas seni, Dirjen Bimas Hindu Kementerian RI juga akan melakukan seminar kebangsaan bekerjasama dengan UNHI Denpasar. Begitu juga acara orientasi kerukunan umat Hindu di Bali beberapa waktu lalu, yang diikuti oleh PHDI se-Bali, lembaga adat dan lembaga keagamaan se-Bali. “Kemudian nanti juga akan ada kemah pemuda lintas agama yang akan dilaksaanakan di Yogyakarta. Dari kegiatan-kegiatan ini kami berharap mereka bisaa menggali apa itu kebangsaaan,” pungkasnya. 7 in
1
Komentar