Teknik Kuno Tanpa Mesin, Handpoke Tattoo Jual Value dan Histori
DENPASAR, NusaBali.com – Handpoke tattoo tengah naik daun di kalangan pecinta seni merajah tubuh. Sebab, teknik ini sangat tradisional dan bersejarah sehingga memberikan value tersendiri.
Value yang didapatkan dari handpoke tattoo tidak sama dengan rajahan menggunakan mesin. Teknik handpoke menggunakan keterampilan tangan seniman tato dalam menusukkan jarum ke kulit.
Secara tradisional, teknik ini bisa ditemukan di pedalaman Mentawai dan Dayak. Di luar Indonesia, teknik tradisional ini juga digunakan di Hawaii dan kawasan Polinesia atau kepulauan di Samudera Pasifik.
Seniman handpoke tattoo asal Manado yang menetap di Bali, Joann Arnoldus Lontoh mengungkapkan bahwa saat bertato menggunakan teknik handpoke, yang dicari adalah value dan historinya.
Sebab, di antara teknik yang ada dan digunakan saat ini, handpoke dipercaya paling tradisional, manual, dan memakan waktu lama untuk menyelesaikan satu rajahan.
“Handpoke itu memiliki nilai prestisius, bahkan bisa lebih mahal kalau udah masuk studio,” kata seniman tato sekaligus musisi yang akrab disapa Dunski, ketika dijumpai dalam acara Pasar Akhir Pekan di Plaza Renon belum lama ini.
Misalnya tato dengan motif etnik atau tribal yang dirajah dengan menggunakan teknik handpoke. Maka, value-nya bakal berlipat ganda sebab keduanya sama-sama bernilai tradisional. Semakin tua suatu motif dan teknik yang digunakan, menjadi value tersendiri bagi pemilik rajahan itu.
Kata Dunski, selain dari segi motif, yang membuat handpoke lebih disegani dalam dunia tato adalah soal proses pengerjaan. Apabila menggunakan mesin, motif tribal yang sebagian besar sederhana berupa garis mungkin bisa diselesaikan dalam waktu sangat singkat.
Foto: Jarum dan grip yang digunakan Dunski saat merajah pelanggannya. -NGURAH RATNADI
Namun, motif yang sederhana itu apabila dikerjakan dengan handpoke, bisa memakan waktu lebih lama. Selama proses pengerjaan inilah obrolan dan bonding atau hubungan antara tattooist dan tattooee terjalin lewat bertukar cerita.
“Kalau pakai mesin buat motif tribal paling lama 15 menit udah, tapi yaudah gitu aja. Handpoke itu ada nilai sejarahnya di prosesnya itu,” tutur Dunski.
Di samping itu, pecinta tato bukan saja mencari motif rajahan yang bagus untuk ditempel ke kulit mereka. Proses dalam merajah tato itu sendiri menjadi pengalaman yang dicari dan nilainya tidak bisa ditentukan dengan nominal uang.
Apabila dilihat dari alat dan bahan dasar yang digunakan untuk tato berteknik handpoke, sebenarnya tidak ada perbedaan yang mencolok. Sebab, baik itu jarum dan tinta, juga blue soup dan green soup yang digunakan pasca dirajah sama dengan yang digunakan pada mesin tato.
Hanya saja, seperti nama tekniknya, handpoke menggunakan satu jarum yang diikat pada sebuah grip. Jarum yang dipegang dengan grip oleh seniman tato ini ditusukkan dengan gerakan seperti mencungkil ke kulit agar tinta tato tertanam.
Menurut pengakuan seorang pelanggan Dunski yang menamakan dirinya Omen, dirajah dengan teknik handpoke tidak sesakit menggunakan mesin. Sebab, ada jeda yang cukup kentara saat dicungkil manual.
“Lebih sakit pakai mesin karena ditusuk cepat. Apalagi kalau blocking warna pakai mesin jarumnya bisa 12, bisa bayangin sakitnya gimana,” tutur Omen yang sudah mengoleksi banyak tato dengan teknik handpoke di tubuhnya.
Sebagai pecinta tato, pria asal Tangerang Selatan campuran Jawa dan Minang ini mengaku lebih suka teknik handpoke lantaran nilai sejarahnya lebih tinggi. Lebih-lebih, pria yang juga berprofesi sebagai pembaca tarot ini gemar mengobrol dan bertukar cerita dengan orang lain.
Baik Dunski maupun Omen meyakini bahwa tato yang dirajah dengan teknik tradisional merupakan simbol kedewasaan seperti suku tertentu di Nusantara. Seni tato, kata keduanya, bukan simbol kenakalan melainkan selayaknya seni rupa pada umumnya. Hanya saja medianya bukan di kanvas. *rat
Komentar