Jaga Kesehatan Mental Sejak Dini, Ketahui Tanda-Tandanya
MANGUPURA, NusaBali.com - Menjaga kesehatan secara fisik memang menjadi salah satu hal paling penting yang perlu menjadi perhatian setiap orang. Namun, menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Sebab jika kesehatan mental terganggu, kondisi fisik dan kualitas hidup bisa menurun.
Dosen Psikologi Universitas Udayana (Unud), Made Padma Dewi Bajirani menerangkan pentingnya seseorang menjaga kesehatan mentalnya. Pertama kata dia, dari Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengatakan kesehatan itu terdiri dari tiga aspek.
Pertama sehat secara fisik, sehat secara mental, dan sehat secara sosial. “Jadi jika kita ingin dibilang sebagai individu yang sehat, pasti ketiga aspek ini harus terpenuhi. Sehingga kesehatan mental menjadi sesuatu yang penting dan ini adalah gambaran secara umumnya,” ujar Padma ketika ditemui pada event The Real Action of Mental Health, Politeknik Negeri Bali, Rabu (1/2/2023) siang.
Padma menjelaskan, tidak ada patokan umur seseorang bisa mengalami gangguan terhadap mentalnya. Secara umum, kata Padma semuanya memiliki risiko yang cukup besar entah itu dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa, ataupun lanjut usia.
Karena semua memiliki risikonya masing-masing atau sektornya masing-masing yang artinya pada fase-fase perkembangan masing-masing. Apalagi mengingat saat ini perkembangan sosial media sangat pesat, ini juga menjadi salah satu isu sendiri dalam pantangan kesehatan mental.
Wanita berambut sebahu itu menjelaskan, kasus-kasus kesehatan mental yang saat ini sering terjadi sebagian besar dari orang dewasa awal terkait pada isu perkuliahan yang awalnya online menjadi offline.
Kemudian stres yang dipicu karena hal pendidikan, financial karena pandemi, isu-isu konflik di dalam keluarga yang juga menjadi pemicu masalah-masalah kesehatan mental yang datang dari orang dewasa awal.
“Tetapi kalau kita lihat pada segmen dewasa awal itu cukup tinggi karena masa-masa transisi dari masa SMA ke masa perkuliahan itu juga menjadi sebuah tantangan tersendiri. Kemudian stres karena pendidikan, relasi sosial mereka bagaimana mereka dengan pacarnya, temannya, atau teman dekatnya, pendidikan ataupun pekerjaannya,” tuturnya.
Jika seseorang yang terganggu kesehatan mentalnya akan terganggu pula kesehatan fisik lainnya. Semua akibat ini akan berkolerasi atau saling berhubungan ketika seseorang yang memiliki masalah kesehatan mental.
Selain itu, dampak lainnya yang terjadi karena stres bisa menyebabkan sistem imunitas tubuh yang akan menurun sehingga berdampak pada kesehatan secara fisik. Tetapi tidak menutup kemungkinan, masalah secara fisik pun bisa memicu terjadinya kesehatan mental.
“Seperti kalau kita stres akan ada gejala fisik yang memang akan muncul atau juga dapat terjadi sering sakit kepala, nyeri pada bagian punggung atau muncul pada gejala-gejala fisik yang lain. Contohnya lainnya bisa saja merasa magnya kumat, itu juga menjadi gejala-gejala fisik yang muncul,” jelas wanita yang juga menjabat sebagai Pembina Organisasi Trilogi Udayana.
Padma menyarankan, tidak perlu menunggu muncul gejala berat atau sampai tidak berdaya, seseorang baru mengunjungi pihak yang profesional. Tetapi kapan pun ketika mereka merasa bahwa pikirannya mulai terganggu atau perasaannya mulai merasa ‘up and down’ hingga mengganggu aktivitas sehari-hari atau merasa bahwa produktivitas mulai menurun maka segeralah menghubungi pihak yang lebih profesional.
Karena, lanjut Panda ketika mereka menghubungi pihak profesional, tidak menunjukkan sama sekali jika mereka orang yang lemah. Hal tersebut malah membuat seseorang bisa menunjukkan sisi terkuat dari dirinya. Artinya ketika mereka mengakui bahwa mereka butuh bantuan, itulah yang disebut dengan kuat.
Seseorang yang pergi ke psikolog pun tidak perlu khawatir keluh kesahnya akan terbongkar. Karena kata Padma, dalam proses layanan psikologi seluruhnya diatur oleh Kode Etik Psikologi Indonesia. Sehingga seluruh orang yang berpraktik psikologi akan menjaga kerahasiaan sesuai dengan kode etiknya yang bersifat rahasia. Sehingga segala identitas ataupun cerita tersebut tidak akan keluar dari ruangan konseling.
Namun ada juga seseorang yang mengeluh dengan dana konseling yang terlalu mahal, Padma menerangkan sebenarnya untuk layanan psikologi sudah mulai bisa dicover oleh BPJS hanya saja harus ada rujukan dari Faskes tingkat 1 terlebih dahulu.
“Selain itu ada juga layanan psikologi yang tidak berbayar bersifat online di Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi). Kemudian ada beberapa yayasan yang memberikan bimbingan psikologi tanpa berbayar,” tuturnya.
Padma pun berharap kepada semua orang yang sedang mengalami gangguan kesehatan mental untuk tidak melakukan self diagnosis. Karena sering kali dengan banyaknya informasi akibat berkembangnya media sosial soal informasi kesehatan mental, terkadang mereka menjadi kurang mempunyai filter untuk bisa membedakan dan sering kali mencocokkan gejala-gejala tersebut kepada dirinya sendiri.
Hal tersebut akan menjadi sesuatu yang sangat riskan dan berisiko karena berkaitan dengan bagaimana mereka melebeli dirinya, lalu tanpa pemantauan dari profesional akan menyebabkan risiko lain dalam proses pemulihannya.
“Hal ini akan menimbulkan pertanyaan, apakah dilakukan dengan terapi yang sesuai atau ternyata belum sesuai ketika mereka melakukan self diagnosis itu. Sehingga saya berharap mereka bisa meningkatkan lagi kesadaran terhadap diri sendiri, tentunya lebih mengenali lagi apakah dirinya memang butuh pertolongan ataupun bantuan terkait kesehatan mental ini. Jangan ragu untuk bercerita jika memang membutuhkan bantuan dan tidak melakukan self diagnosis,” harap Padma. *ris
Komentar