Bulan Bahasa Bali Ke–5 Tahun 2023, Pelajar Hingga Umum Antusias Ikuti Lokakarya Musikalisasi Puisi
DENPASAR, NusaBali
Kalangan anak muda setingkat SMA/SMK hingga umum sangat antusias mengikuti Kriyaloka (Workshop) Musikalisasi Puisi Bali serangkaian Bulan Bahasa Bali ke-5, di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Jumat (3/2).
Kegiatan lokakarya berlangsung atraktif pada sesi tanya jawab, silih berganti paserta yang mengajukan pertanyaan atau sekadar memberi masukan untuk memastikan aturan yang akan berlaku pada Wimbakara (Lomba) Musikalisasi Puisi yang akan digelar pada 10-11 Februari 2023 bertempat di Gedung Ksirarnawa.
Dua narasumber, I Komang Darmayuda SSn, MSi dan Drs I Made Suarsa, SU, menjawab dengan tegas dan lugas. Bahkan, kedua narasumber ini memberikan kesempatan bertanya kembali kepada peserta yang belum puas dengan jawaban yang diberikan. Pada kesempatan itu, peserta menanyakan aturan yang membatasi alat, yakni menggunakan alat akustik, ada juga menanyakan cara berproses dalam mengolah puisi menjadi musikalisasi puisi. Ada pula yang menanyakan cara merasakan puisi dalam pentas tersebut.
Suarsa memaparkan, musikalisasi puisi itu ada, karena adanya proses dari fine art (seni murni) kepada performing art (seni pertunjukan). Puisi itu termasuk seni murni yang tidak terikat pada ruang dan waktu. Sedangkan musikalisasi puisi itu terikat pada ruang dan waktu, sehingga ada tempat untuk berproses. Dalam musikalisasi itu, semua unsur (puisi dengan musik) penting, tetapi bagaimana cara mengolah agar seimbang dan tidak saling mengungguli.
“Berproses akan bagus, kalau mendapatkan input yang bagus. Maka output juga bagus, dan akan lebih bagus jika dilengkapi dengan outcome yang bagus kepada lingkungan,” ucapnya.
Darmayuda mengatakan, musikalisasi puisi merupakan dua perkawinan antara puisi dan musik yang ditafsirkan secara bebas, tidak ada aturan yang mengatur. Tetapi, dalam lomba ini, memakai aturan yang umum, baik di tingkat daerah dan nasional dengan menggunakan alat akustik. “Memang ada kebebasan dalam mengolah puisi menjadi musikalisasi puisi. Tetapi untuk lomba nanti dibatasi dengan kriteria yang memakai alat akustik. Artinya, alat musik itu mengeluarkan suara akustik,” papar Darmayuda.
Kepala Bidang Sejarah dan Dokumentasi Kebudayaan Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali Anak Agung Ngurah Bagawinata, mengatakan dari evaluasi berkaitan dengan Bulan Bahasa Bali sebelumnya, selalu memunculkan Wimbakara Musikalisasi Puisi. Dari evalusai tersebut, menekankan untuk menggali potensi masyarakat berkaitan dengan paduan antara musik dan puisi dengan penggunaan aksara, bahasa, dan sastra Bali. “Hal ini perlu diberikan penekanan kepada masyarakat, bagaimana kita mencari bibit-bibit unggul yang berkaitan keluaran lomba ini nantinya,” ucap Agung Bagawinata.
Melalui workshop ini, diharapkan menghasilkan kesepakatan yang betul-betul menjadi rambu-rambu atau uger-uger yang dipersiapkan di dalam lomba nantinya. Dengan begitu, masyarakat betul-betul mengetahui aturan yang diberlakukan, sehingga lomba menjadi lebih terbuka. “Dengan begitu, kompetensi lomba betul-betul kelihatan, dan kita tidak salah memberikan jayanti (juara) kepada mereka yang memang sudah diberikan uger-uger yang baik,” jelas Agung Bagawinata.
Sekarang ini, tambah Agung Bagawinata, antusias peserta lomba musikalisasi puisi cukup tinggi, dan pertanyaannya betul-betul menyentuh. Dengan begitu di sisa waktu, mereka betul-betul bisa mempersiapkan lomba ini. Apalagi sekarang lomba musikalisasi puisi dilaksanakan setelah workshop. Dengan begitu peserta bisa mengubah keinginannya sesuai dengan uger-uger yang berlaku.
“Anak-anak sekarang sudah mempersiapkan diri, sehingga masyarakat kita khususnya di Provinsi Bali ini memang betul-betul menyiapkan diri tentu dengan menggunakan aksara, bahasa, dan sastra Bali yang baik dan benar,” tandas Agung Bagawinata. *cr78
Komentar