Mengenal Perayaan Cap Go Meh Sampai Makanan Khasnya
SEMARAPURA, NusaBali.com - Setalah merayakan Tahun Baru Imlek pada Minggu (22/1/2023) silam, para etnis Tionghoa pun melanjutkan perayaan Cap Go Meh pada Minggu (5/2/2023).
Anak dari Majelis Rohaniwan Tridharma Indonesia, Martha Bunartha, Rano Sulistio menjelaskan Cap Go Meh dalam buku guang jing tang (shang yuan) memiliki arti Festival Lentera yang dirayakan setiap tahunnya pada hari 15 bulan pertama kalender lunar yang menandai berakhirnya perayaan tahun baru Imlek.
“Jika perayaan Cap Go Meh di luar Indonesia biasanya berupa Festival Lentera. Sedangkan di Indonesia indentik dengan makan lontong kari atau yang di kenal lontong Cap Go Meh,” jelas Rano saat dikonfirmasi pada Minggu (5/2/2023) siang.
Soal lontong Cap Go Meh yang bisa disantap pada perayaan tersebut, Rano menjelaskan lontong Cap Go Meh melambangkan asimilasi atau semangat pembauran antara kaum pendatang Tionghoa dengan penduduk pribumi di Jawa.
Dipercaya pula bahwa lontong Cap Go Meh mengandung perlambang keberuntungan. Seperti lontong yang padat dianggap berlawanan dengan bubur yang encer.
Lebih lanjut, ia menerangkan tidak ada perbedaan persembahyangan pada hari Cap Go Meh dengan persembahyangan saat Tahun Baru Imlek. Namun kata dia, sedikit spesial dari tanggal 15 yang juga bertepatan dengan bulan Purnama setiap bulan yang dilihat dari antusias masyarakat terhadap berakhirnya perayaan Imlek.
Selain itu, tebu atau bambu yang diletakkan pada meja persembahyangan atau di depan pintu akan dilepas setelah Perayaan Cap Go Meh.
“Kata tebu atau zhe (dalam mandarin) terdiri dari kata cao (艹) yang berarti rumput dan kata shu (庶) yang berarti banyak, orang banyak, beragam atau bermacam-macam. Menurut cerita dari Ayah saya, (thio tjin bun) bambu atau tebu itu katanya dulu memiliki makna agar masyarakat Tionghoa bisa berkumpul, bersatu dan menjadi kuat. Karena di lihat dari sifat bambu dan tebu itu sendiri,” jelasnya.
Selama perayaan Imlek, hal yang paling identik yakni adanya banyak lampion digantung pada setiap atap kelenteng-kelenteng yang sangat dipercaya keberadaannya.
“Lampion di vihara atau kelenteng di Indonesia tetap dinyalakan sesuai waktu sebagai penerangan dan di percaya akan mampu membawa hal-hal positif seperti menerangi, keselamatan, kelancaran, kemakmuran dan rezeki,” pungkasnya. *ris
1
Komentar