Ribuan Krama Iringi Palebon I Gusti Ngurah Alit Yudha
Gunakan Bade Tumpang Sia Tanpa Roda dan Naga Kaang
MANGUPURA, NusaBali
Ribuan krama mengiringi palebon almarhum I Gusti Ngurah Alit Yudha, Panglingsir Puri Carangsari yang juga putra bungsu Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai pada Sukra Paing Pahang, Jumat (10/2).
Tak hanya krama dari Desa Adat Carangsari, krama dari beberapa desa juga turut mengiringi. Terlihat pula sejumlah wisatawan yang sengaja datang untuk menyaksikan langsung prosesi palebon yang menggunakan bade tumpang sia (tingkat sembilan) setinggi 20 meter tanpa roda dan Naga Kaang ini.
Prosesi palebon almarhum I Gusti Ngurah Alit Yudha dimulai sekitar pukul 04.00 Wita atau sebelum matahari terbit. Rangkaiannya diawali upacara Mapralina, dilanjutkan dengan Ngutang Sok Ceg-ceg, Mabumi Sudha/Nyukat Karang. Kemudian pada pukul 09.00 Wita, dilanjutkan prosesi melaspas bade dan Naga Kaang. Dilanjutkan pada pukul 11.00 Wita dengan upacara Mapegatan. Selanjutnya sekitar pukul 12.00 Wita, Layon kemudian dinaikkan ke bade.
Anak almarhum, yakni I Gusti Ayu Agung Inda Trimafo Yudha, mewakili keluarga besar Puri Carangsari mengatakan prosesi upacara ayahandanya kemarin melibatkan ribuan krama. Bahkan, katanya, tidak hanya melibatkan krama dari sejumlah desa di Badung, seperti dari wilayah Desa Petang hingga Desa Bilok Sidan, Kecamatan Petang. Bahkan ada juga dari kabupaten tetangga, yakni dari Desa Catur, Kecamatan Kintamani, Bangli. “Jadi penyandang itu totalnya sekitar 1.800 orang,” ujarnya.
Ukuran bade dalam prosesi palebon I Gusti Ngurah Alit Yudha juga sama dengan palebon sebelumnya yang dilaksanakan di Puri Carangsari, yaitu pada saat palebon Panglingsir Puri Carangsari I Gusti Ngurah Putu Darmika dan keponakannya Anak Agung Ngurah Wiranegara yang juga menggunakan bade tumpang sia dan Naga Kaang.
Dengan dilaksanakannya upacara palebon, kata Gek Inda, berarti sekitar 2,5 bulan sang ayahanda disemayamkan di Puri Carangsari, Banjar Pemijan, Desa Carangsari, Kecamatan Petang. “Dari 12 Desember 2022 hingga 10 Februari disemayamkan, jadi 2,5 bulan. Melampaui Galungan dan Kuningan, dua kali Purnama dan dua kali Tilem,” sebutnya sembari memohon kepada seluruh krama untuk mendoakan ayahandanya supaya mendapatkan tempat terbaik.
“Kami mewakili pihak keluarga almarhum mohon maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak, jika ada kekhilafan almarhum semasa hidup,” ucap Gek Inda yang juga anggota DPRD Badung ini. Dalam prosesi palebon mendiang Alit Yudha ini, terdapat bade tumpang sia setinggi 20 meter tanpa roda. Di samping itu, ada pula bale pabasmian Naga Kaang berwarna hijau yang juga menjadi piranti palebon turun temurun di Puri Agung Carangsari. “Ini merupakan tradisi ring puri menggunakan bade tanpa roda. Di palebon Ajung (Alit Yudha) ini pula kami berusaha menjaga tradisi tersebut,” katanya Gek Inda ketika dijumpai di sela karya palebon pada, Jumat siang.
Katanya, bade tersebut diarak oleh 125 orang per estafet dari tiga pergantian estafet.
Bade raksasa ini diarak sejauh 1 kilometer menuju Setra Desa Adat Carangsari. Namun demikian, ribuan orang bersiaga membantu mengarak bade setinggi pohon kelapa itu menuju tempat pengembalian unsur Panca Maha Bhuta dari mendiang Alit Yudha.
Selain bade tumpang sia tanpa roda, ada pula bale pabasmian berwujud Naga Kaang berwarna hijau. Panjang dari Naga Kaang ini diperkirakan mencapai 7 meter. Bale pabasmian ini juga diarak secara estafet oleh 50-60 orang dalam sekali arakan sebelum pergantian estafet. Kata walaka lingsir dari Griya Kediri Sangeh, Ida Bagus Made Suardika,61, palebon warga puri yang tidak madwijati paling lengkap menggunakan bade tumpang sia dan bale pabasmian Naga Kaang.
“Kalau di puri yang tidak madwijati biasanya menggunakan Naga Kaang kemudian pengarakannya menggunakan bade. Kalau yang sudah madwijati menggunakan bale pabasmian Naga Banda,” tutur Gusde Suardika ketika dijumpai di sela membantu pelaksanaan ritual palebon Alit Yudha. Kedua piranti palebon Alit Yudha yakni bade dan bale pabasmian tersebut merupakan karya maestro undagi bade yakni Ida Bagus Gede Pidada, 61, dari Griya Meranggi, Desa Adat Kesiman. Sosok prawartaka karya ini dikenal sudah menggarap bade berbagai jenis dari yang paling sederhana sampai tingkat tertinggi.
Pada tahun 2021 silam, Gusde Pidada dipercaya oleh Puri Agung Pemecutan sebagai pereka bade palebon Raja Pemecutan Ida Tjokorda Pemecutan XI. Kali ini, karyanya yang berupa bade tumpang sia dan bale pabasmian Naga Kaang didedikasikan untuk putra bungsu I Gusti Ngurah Rai. Ungkap Gek Inda, Alit Yudha sewaktu masih muda bersahabat baik dan sering bersilaturahmi dengan warga Griya Meranggi. Karena kedekatan rasa dan sejarah itu, bade tumpang sia dan bale pabasmian Naga Kaang ini dikonsep khusus oleh undagi bade yang menurunkan kemampuan Ida Pedanda Wayahan Meranggi zaman Kerajaan Badung.
Sementara untuk menghormati jasa almarhum I Gusti Ngurah Alit Yudha tokoh Puri Carangsari yang juga merupakan putra ketiga pasangan Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai dengan Desak Putu Kari, Bupati Badung Nyoman Giri Prasta didampingi Ketua DPRD Badung Putu Parwata dan Wakil Ketua I DPRD Badung Wayan Suyasa menghadiri puncak upacara palebon untuk mengantarkan almarhum menuju setra.
Pada kesempatan itu Bupati Giri Prasta bersama Ketua DPRD Badung Putu Parwata menyampaikan ucapan belasungkawa serta rasa duka yang mendalam atas berpulangnya mendiang Gusti Ngurah Alit Yudha. Sementara Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Golkar Dapil Bali, Gde Sumarjaya Linggih alias Demer mengaku sudah mengenal Alit Yudha sejak sebelum dia masuk dunia politik praktis pada tahun 2004 silam. Panglingsir Puri Agung Carangsari ini di mata Demer adalah sosok yang kalem dan bersahaja.
“Beliau memiliki jangkauan politik yang bagus dan secara emosional sangat terkontrol. Mungkin itulah kunci sukses beliau saat berpolitik dalam situasi bagus dan sulit,” tutur Demer ketika dijumpai di sela palebon almarhum Alit Yudha pada, Jumat siang kemarin. Meskipun berasal dari latar belakang politik Partai Beringin, Alit Yudha bagi Demer sangat terbuka untuk berkomunikasi dengan siapa saja. Ini dibuktikan dengan luwesnya tokoh politik dan sosial Puri Agung Carangsari ini bergaul dengan lawan dan kawan politik baik di Bali dan di Senayan. Ketua Pemenangan Pemilu Bali dan Nusa Tenggara DPP Partai Golkar ini mengaku banyak belajar tentang bertoleransi dari Alit Yudha. Sebab, dirinya sering tersulut emosi tatkala sudah berhadapan dengan percekcokan politik. Namun berkat kebersahajaan Alit Yudha, sifat kurang menguntungkan itu mulai dapat diredam oleh Demer.
Sementara itu, Ketua DPD II Golkar Badung, Wayan Suyasa mengaku belajar banyak dari sikap low profile mendiang yang memiliki 9 cucu itu. Alih-alih sebagai putra seorang pejuang yang diakui oleh bangsa, Alit Yudha lebih memperlihatkan sosok manusiawinya. “Beliau juga sudah menunjukkan bagaimana berkontribusi terhadap perjuangan Bali di tingkat nasional. Sebagai keluarga besar Golkar, banyak yang dapat dipetik dari perjalanan beliau,” kata Suyasa yang juga Ketua MGKR Bali ini. Politisi asal Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi ini menegaskan bahwa hingga detik terakhir Alit Yudha masih sah tercatat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Golkar Bali.
Sekadar mengingatkan, I Gusti Ngurah Alit Yudha menghembuskan napas terakhirnya pada 12 Desember 2022 lalu di usia ke 76 tahun. Sesepuh Golkar Bali ini berpulang akibat terkena serangan jantung saat dalam perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof Dr IGNG Ngoerah, Denpasar. Kepergian Alit Yudha menjadi duka mendalam bagi keluarga Puri Carangsari. *asa, ol1
Komentar