Konsep Tri Hita Karana dan Pendanaan Desa Adat Masuk Draf, Komisi II Target RUU Bali Disahkan April 2023
Konsep Sad Kerthi yang menjadi Visi-Misi Gubernur Bali Wayan Koster masuk di dalam RUU Provinsi Bali pasal 8 huruf b.
DENPASAR, NusaBali
Pemerintah Provinsi Bali optimistis bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Bali yang pembahasannya kembali dilanjutkan di DPR RI akan lolos dan disahkan. Sementara Komisi II DPR RI menargetkan RUU Provinsi Bali disahkan pada masa sidang ke-4 yakni April 2023 mendatang.
“Gubernur dengan optimistis menyampaikan, semua tokoh penting dan anggota DPR RI dari Bali sudah diundang karena mereka yang akan mengawal. Kalau harapan gubernur, apabila bisa membangun solidaritas maka kita optimistis untuk RUU Provinsi Bali,” kata Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra seusai menghadiri rapat penjelasan Gubernur Bali Wayan Koster tentang RUU Provinsi Bali, di Gedung Wiswasabha Utama, Kantor Gubernur, Niti Mandala Denpasar, Sabtu (11/2) pagi.
Sekda Dewa Made Indra menyampaikan bahwa dengan dukungan masyarakat terhadap RUU Provinsi Bali yang di dalamnya mengakomodir kekuatan lokal seperti adat, sumber daya alam maupun sumber daya khas Pulau Dewata maka undang-undang yang diharapkan akan tercipta.
“Karena asumsi, DPR RI akan bergerak dengan dukungan masyarakat Bali pada RUU ini, gubernur mengadakan pertemuan agar bisa membangun solidaritas itu dan berharap kita harus bisa. Apa iya kekuatan di Bali tak bisa bersatu guyub untuk kepentingan Bali,” tambah Sekda Dewa Made Indra.
Dia menjelaskan bahwa RUU Provinsi Bali sejatinya telah diajukan Gubernur Wayan Koster sejak 2019 lalu, namun pembahasannya ditunda akibat pandemi Covid-19, sehingga agenda DPR RI saat itu terbatas.
Kini, dengan adanya surat presiden maka pembahasannya dilanjutkan, dan Pemprov Bali berharap seluruh komponen strategis menjaga kondusifitas, sehingga draft yang disusun bersama tim disetujui DPR RI.
“RUU bagi Bali sangat penting dan sudah diakomodasi masuk dalam pembasahan DPR RI karena presiden sudah mengeluarkan surat presiden ke DPR untuk bahas ini. Artinya bagi daerah ini urgen dan bagi pemerintah juga,” tutur Sekda Dewa Made Indra.
Di dalam rancangan undang-undang itu sendiri, kata dia, ada banyak substansi yang apabila diakui maka Pemprov Bali dapat mengelolanya dengan baik, karena negara melalui produk undang-undang mendukung hal tersebut.
“RUU ini substansinya adalah hal-hal yang strategis, bukan hal-hal yang teknis administratif. Kalau ini disetujui berarti negara mengakui karakteristik spesifik dari Bali, entah itu adat budayanya, desa adatnya, ataupun institusinya,” tutur Sekda Dewa Made Indra.
Sementara itu, Komisi II DPR RI yang antara lain membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, dan pemilu menarget RUU Provinsi Bali disahkan pada masa sidang ke-4 yakni April 2023 mendatang. Pembahasan akan dilaksanakan maraton mulai 14 Maret sampai 13 April 2023.
Hal itu diungkapkan anggota Komisi II DPR RI Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi, usai menghadiri rapat penjelasan Gubernur Bali Wayan Koster tentang RUU Provinsi Bali di Gedung Wiswasabha Utama, Kantor Gubernur, Niti Mandala Denpasar, Sabtu (11/2) pagi.
Rapat kemarin dihadiri Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Made Urip dan I Gusti Agung Rai Wirajaya. Selain itu hadir Kapolda Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra, Ketua DPRD Bali (Fraksi PDIP) Nyoman Adi Wiryatama, Wakil Ketua DPRD Bali (Fraksi Golkar) Nyoman Sugawa Korry, serta jajaran OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Pemprov Bali.
Gus Adhi menjelaskan, agenda pembahasan RUU Provinsi Bali sudah dirancang tahapannya. “Drafnya sudah lengkap. Komisi II menjadi leading sector pembahasan. Saat ini, Sekretariat Komisi (Sekkom) sudah menyiapkan agenda-agenda dalam rangka penuntasan RUU Provinsi Bali. Maret mulai dibahas, April 2023 ditarget sudah bisa disahkan menjadi undang-undang,” ujar politisi asal Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung ini.
Kata Gus Adhi, dalam draf RUU Provinsi Bali, sejumlah pasal-pasal krusial yang sebelumnya sempat hilang-muncul akhirnya masuk kembali. Salah satunya, kata Gus Adhi, adalah tentang kedudukan desa adat dan subak yang akhirnya diatur pada pasal 9.
Selain masalah anggaran desa adat, ada juga pasal-pasal yang mengatur karakteristik Bali. Misalnya, pada pasal 8 huruf (a) yang mengatur konsep Tri Hita Karana yang merupakan filosofi masyarakat Bali, mengenai tiga penyebab kebahagiaan dengan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam/lingkungannya. Selain itu konsep Sad Kerthi yang menjadi Visi-Misi Gubernur Bali Wayan Koster juga masuk di dalam pasal 8 huruf b.
Kata Gus Adhi, yang paling ditunggu-tunggu adalah keinginan Bali mendapatkan anggaran pusat dari devisa yang disetorkan dari sektor pariwisata juga bakal terakomodir.
“Pada pasal 39 kontribusi wisatawan, retribusi wisatawan, dana penguatan dan pemajuan kebudayaan dana desa adat di Bali yang bersumber dari APBN terakomodir. Kita di Komisi II akan kawal ini. Saya nggak melihat warna (partai) dalam perjuangan ini. Buat saya adalah untuk kepentingan Bali,” ujar Gus Adhi.
RUU Provinsi Bali mengatur tentang manajemen satu kesatuan wilayah Bali, satu pulau dan satu tata kelola. UU ini bakal memberi kewenangan yang lebih besar kepada Gubernur Bali untuk mengelola wilayah. Provinsi Bali terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur; yang masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Undang-undang yang berlaku dianggap tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Terutama karena dalam undang undang yang berlaku saat ini, Bali, NTB, dan NTT masih merupakan negara bagian bernama Sunda Kecil sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat.
Keberadaan RUU Provinsi Bali dianggap penting, agar Bali yang merupakan pulau kecil dapat dikelola dengan baik. Bali memiliki luasan 5.646 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 4,2 juta jiwa. *nat, ant
“Gubernur dengan optimistis menyampaikan, semua tokoh penting dan anggota DPR RI dari Bali sudah diundang karena mereka yang akan mengawal. Kalau harapan gubernur, apabila bisa membangun solidaritas maka kita optimistis untuk RUU Provinsi Bali,” kata Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra seusai menghadiri rapat penjelasan Gubernur Bali Wayan Koster tentang RUU Provinsi Bali, di Gedung Wiswasabha Utama, Kantor Gubernur, Niti Mandala Denpasar, Sabtu (11/2) pagi.
Sekda Dewa Made Indra menyampaikan bahwa dengan dukungan masyarakat terhadap RUU Provinsi Bali yang di dalamnya mengakomodir kekuatan lokal seperti adat, sumber daya alam maupun sumber daya khas Pulau Dewata maka undang-undang yang diharapkan akan tercipta.
“Karena asumsi, DPR RI akan bergerak dengan dukungan masyarakat Bali pada RUU ini, gubernur mengadakan pertemuan agar bisa membangun solidaritas itu dan berharap kita harus bisa. Apa iya kekuatan di Bali tak bisa bersatu guyub untuk kepentingan Bali,” tambah Sekda Dewa Made Indra.
Dia menjelaskan bahwa RUU Provinsi Bali sejatinya telah diajukan Gubernur Wayan Koster sejak 2019 lalu, namun pembahasannya ditunda akibat pandemi Covid-19, sehingga agenda DPR RI saat itu terbatas.
Kini, dengan adanya surat presiden maka pembahasannya dilanjutkan, dan Pemprov Bali berharap seluruh komponen strategis menjaga kondusifitas, sehingga draft yang disusun bersama tim disetujui DPR RI.
“RUU bagi Bali sangat penting dan sudah diakomodasi masuk dalam pembasahan DPR RI karena presiden sudah mengeluarkan surat presiden ke DPR untuk bahas ini. Artinya bagi daerah ini urgen dan bagi pemerintah juga,” tutur Sekda Dewa Made Indra.
Di dalam rancangan undang-undang itu sendiri, kata dia, ada banyak substansi yang apabila diakui maka Pemprov Bali dapat mengelolanya dengan baik, karena negara melalui produk undang-undang mendukung hal tersebut.
“RUU ini substansinya adalah hal-hal yang strategis, bukan hal-hal yang teknis administratif. Kalau ini disetujui berarti negara mengakui karakteristik spesifik dari Bali, entah itu adat budayanya, desa adatnya, ataupun institusinya,” tutur Sekda Dewa Made Indra.
Sementara itu, Komisi II DPR RI yang antara lain membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, dan pemilu menarget RUU Provinsi Bali disahkan pada masa sidang ke-4 yakni April 2023 mendatang. Pembahasan akan dilaksanakan maraton mulai 14 Maret sampai 13 April 2023.
Hal itu diungkapkan anggota Komisi II DPR RI Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi, usai menghadiri rapat penjelasan Gubernur Bali Wayan Koster tentang RUU Provinsi Bali di Gedung Wiswasabha Utama, Kantor Gubernur, Niti Mandala Denpasar, Sabtu (11/2) pagi.
Rapat kemarin dihadiri Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Made Urip dan I Gusti Agung Rai Wirajaya. Selain itu hadir Kapolda Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra, Ketua DPRD Bali (Fraksi PDIP) Nyoman Adi Wiryatama, Wakil Ketua DPRD Bali (Fraksi Golkar) Nyoman Sugawa Korry, serta jajaran OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Pemprov Bali.
Gus Adhi menjelaskan, agenda pembahasan RUU Provinsi Bali sudah dirancang tahapannya. “Drafnya sudah lengkap. Komisi II menjadi leading sector pembahasan. Saat ini, Sekretariat Komisi (Sekkom) sudah menyiapkan agenda-agenda dalam rangka penuntasan RUU Provinsi Bali. Maret mulai dibahas, April 2023 ditarget sudah bisa disahkan menjadi undang-undang,” ujar politisi asal Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung ini.
Kata Gus Adhi, dalam draf RUU Provinsi Bali, sejumlah pasal-pasal krusial yang sebelumnya sempat hilang-muncul akhirnya masuk kembali. Salah satunya, kata Gus Adhi, adalah tentang kedudukan desa adat dan subak yang akhirnya diatur pada pasal 9.
Selain masalah anggaran desa adat, ada juga pasal-pasal yang mengatur karakteristik Bali. Misalnya, pada pasal 8 huruf (a) yang mengatur konsep Tri Hita Karana yang merupakan filosofi masyarakat Bali, mengenai tiga penyebab kebahagiaan dengan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam/lingkungannya. Selain itu konsep Sad Kerthi yang menjadi Visi-Misi Gubernur Bali Wayan Koster juga masuk di dalam pasal 8 huruf b.
Kata Gus Adhi, yang paling ditunggu-tunggu adalah keinginan Bali mendapatkan anggaran pusat dari devisa yang disetorkan dari sektor pariwisata juga bakal terakomodir.
“Pada pasal 39 kontribusi wisatawan, retribusi wisatawan, dana penguatan dan pemajuan kebudayaan dana desa adat di Bali yang bersumber dari APBN terakomodir. Kita di Komisi II akan kawal ini. Saya nggak melihat warna (partai) dalam perjuangan ini. Buat saya adalah untuk kepentingan Bali,” ujar Gus Adhi.
RUU Provinsi Bali mengatur tentang manajemen satu kesatuan wilayah Bali, satu pulau dan satu tata kelola. UU ini bakal memberi kewenangan yang lebih besar kepada Gubernur Bali untuk mengelola wilayah. Provinsi Bali terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur; yang masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Undang-undang yang berlaku dianggap tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Terutama karena dalam undang undang yang berlaku saat ini, Bali, NTB, dan NTT masih merupakan negara bagian bernama Sunda Kecil sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat.
Keberadaan RUU Provinsi Bali dianggap penting, agar Bali yang merupakan pulau kecil dapat dikelola dengan baik. Bali memiliki luasan 5.646 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 4,2 juta jiwa. *nat, ant
Komentar